18 - Sunshine Dancing In The Spring

124 24 0
                                    

Kejadian yang menurut Hana paling aneh adalah akhirnya Ara tertarik dengan pria tampan, selain Jonghyun. Ara jadi fans Jimin sekarang. Apapun hal tentang Jimin akan didukungnya, bahkan Ara akan membalas siapapun yang berani membuli Jimin. Jimin sedikit besar kepala karena kedekatannya dengan Ara, membuat Hoseok tak jarang menjadi kesal.

Lama-lama Hana bisa jadi penggemar pasangan Ara-Jimin, bukan Ara-Hoseok lagi jika disuguhi pemandangan mengemaskan ini terus menerus.

Tapi sebagai psikolog, Hana tahu, semua itu dilakukan Ara untuk mengalihkan pikirannya dari Hoseok, Ara terlalu malu mengakui kalau dia menyukai laki-laki yang selalu dicap bodoh olehnya.

"Nee-chan aku pulang sekarang."

Hana tersenyum pelan. Rasanya tidak tega jika Ara pulang kembali meninggalkannya sendirian. Tapi bagaimana lagi, semua hal kacau di rumah harus dibereskannya.

Hana mengangguk pelan. Jika berlama-lama merenung dia pasti akan menangis, jika dia menangis Ara juga akan menangis dan akhirnya mereka akan memutuskan membatalkan rencana awal. Selalu seperti ini sejak dulu.

"Maaf ya Ara-chan, aku tidak bisa mengantarmu."

Ara menggeleng pelan. Tentu saja, dimata Ara, Hana belum sembuh benar, jadwalnya dikantor saja dikurangi, berterimakasihlah kepada pacar resminya itu. Ah, monster musim dingin itu begitu meyeramkan, untung saja Ara pandai berkelahi, jika tidak Ara juga akan mati kutu seperti teman-teman segroupnya.

"Aku bisa sendiri. Nee-chan cepat sembuh ya. Nanti aku akan main lagi ke Korea, kali ini tidak akan diam-diam."

Hana mengangguk pelan. Ara juga diam, sebelum dia meneteskan air mata dan membatalkan penerbangannya, Ara cepat-cepat berangkat. Baru saja keluar dari apartemen Hana dan hendak memanggil Taxi yang akan mengantarnya kebandara, Hoseok muncul dari mobil managernya.

"Untunglah kamu belum berangkat." Hoseok mengatur nafasnya. Langsung datang mencari Ara kesini, setelah selesai dari panggung bukanlah perkara mudah.

Ara mengerutkan dahi. "Kamu berlebihan sekali, aku kan sudah pamit di line tadi."

"Iya, tapi aku harus bertemu denganmu sebelum kamu pergi. Kamu harus menjawabku dulu."

"Jawab apa? Memangnya kamu pernah kasih soal ulangan?"

Hoseok menggaruk rambutnya frustasi. "Jam berapa pesawatmu take off. Aku antar, ya?"

"Dua jam lagi?" Ara mengangkat bahu tak yakin. "Kamu kembali ke studio, kalian ada acara live, kan? Apa jadinya BTS tanpamu? Lihat managermu terlihat pucat karena khawatir."

Hoseok tertawa, tersipu. "Mereka akan membuat penonton mati bosan, kan?"

"Bukan, ketampanan Jimin tidak terlalu terlihat nanti." Ara menjulurkan lidahnya mengejek lalu menaiki taxi tanpa menunggu persetujuan Hoseok. Satu hal terakhir yang Ara lakukan adalah melambaikan tangan pada Hoseok yang menekukkan wajah tidak senang.

...

Suara peringatan dari pramugari pesawat untuk menonaktifkan ponsel kembali terdengar. Ara mengambil ponsel dan memeriksa pesan terakhir yang dikirimkannya pada Hoseok.

Apikasi penerjemah yang menjadi orang ketiga dalam grup chat mereka memang hebat. Padahal Ara menjawab dengan tulisan kanji, tapi aplikasi itu menerjemahkan tulisan Ara dengan bahasa Korea. Ara tidak memerlukan kemampuan mengenal huruf hangul untuk tahu apa yang tengah di terjemahkan aplikasi itu.

"Watashi mo, aishiteru." Gumam Ara yang mendadak geli sendiri.

Ara mematikan ponselnya dengan cepat sambil menggelengkan kepalanya ngeri. Ara sudah pasti gila. Bagaimana mungkin dia mengirimkan pesan menjijikan itu pada Hoseok. Laki-laki itu pasti langsung menceritakan pada semua orang dan dia akan menjadi bahan gunjingan mereka. Ara juga harus bersiap diprotes Hana karena tidak menceritakan apapun padanya.

Ara memijat pelan kepalanya. Sudahlah, dia harus menanggung resiko dari perbuatan irasional yang berasal dari hatinya.

"Dibanding mengumpulkan Jimin-jimin kecil yang menggemaskan, bagaimana jika mengumpulkan Hoseok- hoseok kecil yag menyebarkan keceriaan pada seisi rumah?"

Ara menggeleng pelan, mengenyahkan suara Hoseok yang terngiang jelas ditelinga.

Jatuh cinta seperti penyakit menular di musim semi. Dirinya harus datang ke terapis nanti.

Seseorang mencolek bahunya. Mengganggu ketenangan Ara, berarti orang itu sudah siap mati.

"Ya! Kamu mengabaikanku?"

Ara membatu. Sepertinya dia juga harus datang ke klinik mata. Oh, jika Ara tahu jatuh cinta bisa semenakutkan ini, dirinya juga tidak mau.

Ara menekan pipi Hoseok yang menatapnya dengan gaya merajuk.

Nyata.

Ara terkejut sendiri dengan apa yang dilakukannya.

"Kenapa kamu disini?"

Hoseok yang sudah duduk dengan nyaman dibangku sebelah Ara hanya terkekeh pelan melihat perempuan yang sudah resmi menerima cintanya itu kebingungan.

"Anggap saja aku ingin mengantarmu pulang dengan selamat."

"Hah?"

Bagaimana mungkin dia mendapatkan tiket dalam waktu cepat? Ah, sudahlah, berurusan dengan orang kaya memang tidak pernah benar. Jika Hana tahu Hoseok menghabiskan banyak uang hanya untuk satu pesawat dan duduk disebelah Ara, Hoseok pasti akan mendapatkan materi dan training economic self management.

"Hei, bagaimana dengan tawaranku tadi?"

Ara melipat tangannya sebal, sekaligus malu sebenarnya. lalu membalikkan badan agar tidak berhadapan dengan Hoseok.

"Tidak, aku mau Jimin!"

"Ya sudah, kalau mau Jimin kecil seharusnya kamu pacaran saja dengan Jimin."

"Oke, akan aku lakukan."

"Hee, gak boleh! Oke, baiklah aku juga maunya Jimin kecil." Desah Hoseok tak terima. Menggerutu sesudahnya.

Diam-diam Ara tersenyum. Dasar bodoh, dia yang mengusulkan dia juga yang melarang. Aduh bagaimana mungkin Ara meninggalkan orang bodoh itu sendirian tanpa khawatir?

Ara melirik sebentar, Hoseok tengah menggerutu—entah apa. Kenyataan sinar matahari miliknya seorang tengah berada disebelahnya membuat Ara berdebar tak jelas dan ingin tersenyum setiap saat.

Ah, ini efek musim semi, Ara tidak bisa berfikiran normal.

...
-End-

Sunshine Dancing In The Spring [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang