Raka dan teman-teman kostnya
-------
Dengan segelas teh hangat di tangan, Raka berjalan menuruni tangga menuju ruang tengah di mana beberapa teman kostnya berada. Mereka tengah asik mengobrol sembari menonton acara televisi ketika Raka datang.
"Rambut baru, Mas?" tanya Raka ketika melihat Jojo, kakak tingkatnya yang juga teman satu kostnya, yang tengah asik menggaruk rambut hitam pendeknya. Seingat Raka, tadi sore ketika melihat Jojo, rambutnya masih agak panjang.
Jojo yang mendengar pertanyaan Raka langsung mendongak. Lalu ia menepuk kursi kosong di sebelahnya, mengisyaratkan Raka untuk duduk di sana. "Diledekin Rey mulu, Ka. Dibilang kayak cewek. Kan gatel kupingku denger dia nyerocos gitu terus," jawab Jojo seraya menyambar gelas yang berada di tangan Raka. "Makasih, Raka," tambahnya sebelum menyeruput gelas berisi teh hangat itu.
"Enak aja main minum," kata Raka seraya merebut gelasnya kembali. Lalu ia meminum teh hangat itu seraya melirik tajam ke arah Jojo.
Jojo hanya nyengir melihat Raka yang sebal. "Kan aku haus, Ka," sahutnya.
"Ka, kita mau pelihara kucing." Cowok berbadan gemuk yang duduk lesehan di karpet depan kursi menoleh ke belakang, memandang ke arah Raka. "Nanti kita semua suruh iuran buat beli makannya. Kamu ikutan, ya?"
"Lah Mo, beli makan sendiri aja kadang aku nggak mampu suruh ikutan iuran buat beli makan kucing," ujar Raka dengan wajah memelas. Ia membayangkan betapa tipis dompetnya sekarang.
"Seru kali Ka, kalau punya peliharaan," sahut Adam, cowok berjambul yang duduk di sebelah Dimo. "Aku tuh pengen punya kucing. Di rumah nggak dibolehin pelihara kucing sama Bapak."
"Mumpung temenku ada yang mau nyumbangin kucingnya satu, Ka," timpal Jojo seraya kembali menyambar gelas Raka. "Nanti kucingnya tidurin di kamar kosong yang dulu ditempatin Rey."
"Aku iurannya tenaga ajalah."
Adam dan Dimo kini sudah merubah posisi duduknya agar menghadap Raka dan Jojo. Tak mempedulikan acara televisi yang tadi tengah mereka tonton. "Iuran tenaga gimana, Ka?" tanya Dimo bingung.
Raka tersenyum lebar ke arah mereka bertiga, memamerkan deretan gigi putihnya yang rapi. "Iuran tenaga, ngajakin main. Kalau perlu tak ajakin main petak umpet."
"Halah, ngajakin main sih, Mas Abdul juga bisa, Ka," seru Adam kecewa.
Raka hanya cengengesan melihat teman-temannya yang sudah berdecak sebal. Bukan maksud Raka untuk menolak rencana mereka untuk memelihara kucing. Toh Raka juga suka hewan berbulu yang menggemaskan itu. Hanya saja keuangan Raka saat ini sedang tidak memadai untuk ikut iuran. Apalagi di akhir bulan seperti sekarang. Raka kan belum dapat transferan duit dari orangtuanya.
"Eh, ngomongin Mas Abdul, mana orangnya?" tanya Dimo seraya mengelus perut buncitnya. "Aku laper, nih."
"Mas Abdul masih belum pulang dari warung penyet, ya?" Raka ikut bertanya yang dijawabi Jojo dengan anggukan kepala. "Beli sama siapa dia?"
Sekitar setengah jam yang lalu, Mas Abdul menemui Raka di kamarnya, menanyakan mau titip beli makan malam apa. Raka pikir, Mas Abdul sekarang sudah pulang. Makanya tadi ia turun ke bawah, berniat untuk menyantap makan malamnya bersama teman-teman kostnya. Tapi ternyata Mas Abdul masih belum pulang.
"Sama Mas Anggara," balas Jojo seraya kembali meminum teh buatan Raka. "Kayaknya mampir dulu di fotocopian."
"Oh..., Mas Anggara kenapa pakai ngapelin mas-mas fotocopian segala? Aku kan laper," gerutu Dimo seraya menjatuhkan tubuhnya ke karpet, tidur terlentang dengan tangan kanan memegangi perut.
Sambil menghela napas dalam, Raka berbalik dan menyibakkan gorden di belakangnya. Ia menatap halaman depan kostnya yang dipenuhi motor para penghuni kost. Raka menyisir deretan motor itu, mencari motor maticnya yang didominasi warna biru. Lalu ia ingat jika sudah memasukkan motornya itu ke garasi yang berada di sebelah ruang tamu.
Mata Raka menangkap sebuah motor yang memasuki halaman depan kost. Raka berharap itu adalah Mas Anggara yang sedang berboncengan dengan Mas Abdul. Tapi ternyata tidak. Itu adalah Sino, adik kostnya yang sedang memboncengkan pacarnya. Raka menghela napas dengan kecewa.
"Mas Abdul bukan?" tanya Adam dan Dimo bersamaan. Bahkan Dimo sudah bangkit, duduk dengan wajah berseri-seri semangat.
Raka berbalik dan menggeleng. "Bukan. Sino sama pacarnya."
"Pacarnya Sino cantik, ya," kata Jojo kepada mereka bertiga. Kini Jojo mengintip Sino dan pacarnya yang sedang berada di teras.
Adam mengangguk antusias, setuju dengan pendapat Jojo. Dimo tak merespons, balik tiduran terlentang. Dia kelaparan. Raka sendiri diam, malah membayangkan surat yang didapatkannya tadi pagi. Surat pernyataan putus dari Sesha. Bukannya Raka berniat untuk membalas surat tersebut?
"Mau ke mana, Ka?" tanya Jojo ketika menyadari Raka sudah bangkit dari duduk.
"Ke kamar. Nanti kalau Mas Abdul pulang bilang, ya," jawab Raka seraya berjalan ke arah tangga.
"Nih, tehmu, Ka."
Raka berdecak sebal dan berhenti di anak tangga pertama. Lalu ia menoleh ke arah Jojo. "Udah abis dikasihin ke aku," gerutunya. "Gelasnya jangan lupa dicuci, Mas." Dengan begitu Raka kembali ke kamarnya yang berada di lantai atas. Kamar kost nomor 4B.
--------------[08.03.2018]
Surat Untuk Raka versi baru!
Sebenarnya inti cerita yang lama dan baru sama saja sih, cuma aku nambahin banyak part di antara part-part yang lama. Bakal ada beberapa tokoh baru. Endingnya juga bakal beda meskipun aku belum tahu bagaimana endingnya nanti haha.
Selamat menikmati Raka versi baru, semoga suka!
Cocok gak cocok, aku mau pasang foto dia buat dijadiin Raka haha. Habis wajahnya polos-polos gimana gitu haha... Dan kalian bebas membayangkan wajah dan bentuk Raka kayak gimana ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Untuk Raka (SUDAH TERBIT)
Roman pour Adolescents[Pemenang Wattys 2019 kategori Young Adult] (Novel sudah bisa dibeli di toko buku) Raka menerima sebuah surat yang berisi kata putus. Tapi masalahnya Raka tidak punya pacar. Dia pun tidak kenal nama pengirim surat tersebut. Bagaimana bisa dia diputu...