Panggilan untuk Mas Abdul
----------
"Len, Prima mana?"
Gadis yang sedang asik menonton TV itu langsung terlonjak kaget mendapati dua sosok manusia yang tiba-tiba muncul di ruang TV. Ia melirik tajam ke arah dua cowok itu.
"Nggak usah bikin kaget kali, Mas!" Valen melotot kesal. "Muncul tiba-tiba kayak tuyul."
"Aku muncul tiba-tiba kayak Abi tewas kamu, Len." Gian tertawa senang ketika mendapati Valen, adik Prima, sudah merengut kesal karena diledek soal Abi, mantannya.
Seketika Valen melempar bantal yang berada di pangkuannya ke arah Gian. Dengan gesit cowok itu menghindar, yang malah menabrak badan Raka.
"Udah sih, Yan. Nggak usah gangguin Valen." Raka mendorong Gian menjauh. "Prima mana, Len?"
"Di atas," jawab Valen singkat masih memandang Gian dengan tatapan penuh dendam.
"Ah itu Prima?" Gian menunjuk seekor cicak yang tengah nemplok di langit-langit dekat lampu gantung.
"Ha-ha ... lucu."
"Makasih," balas Gian sok malu-malu.
"Nggak muji woi!"
Raka hanya geleng-geleng kepala melihat pertengkaran Gian dan Valen. Gian memang sangat suka mengganggu atau menjahili Valen. Maklum saja, di rumah tak ada yang bisa dia ganggu. Tanpa mempedulikan mereka lagi, Raka langsung berderap menuju tangga, berniat naik ke lantai dua di mana kamar Prima berada. Sore ini ia datang untuk mengambil fotocopian materi untuk presentasi besok. Tadi pagi Prima lupa membawa fotocopian itu sehingga dia meminta Raka dan Gian untuk ke rumah sore ini.
Raka merasakan getaran pada saku jaketnya. Membuatnya merogoh benda yang tersimpan di sana. Sebuah panggilan masuk. Ia mengamati rentetan nomor tak dikenal pada layar. Tanpa banyak berpikir, ia langsung mengangkat panggilan tersebut.
"Halo?" sapanya.
"Mas Abdul, ya?" tanyasuara diujung telepon.
Raka mengernyit bingung ketika mendengar nama Mas Abdul disebut. Dari suaranya yang lembut dan terdengar sangat feminin, Raka tahu bahwa sang penelepon itu perempuan. Tapi dirinya tak tahu siapa penelepon itu. "Bukan, ini siapa? Istrinya Mas Abdul, ya?"
"Ha? Bukan," balas suara di ujung telepon.
"Terus siapa? Pacarnya?"
"Ha?"
"Mbak, Mas Abdul udah nikah. Jangan digangguin," kata Raka menceramahi. "Dosa Mbak merebut suami orang."
Lalu Raka mendengar derai tawa. Siapa pun penelepon itu, terdengar sangat terhibur. "Mbak, jangan ketawa. Aku serius," omel Raka.
"Raka ..., Raka."
"Ini siapa, sih?" Raka semakin bingung ketika penelepon menyebut namanya. Jadi, perempuan ini kenal sama Raka? Terus kenapa tadi tanya soal Mas Abdul? Raka benar-benar tidak mengerti.
"Lo lupa ya, sama gue?"
Seketika mata Raka melebar. Ia menjauhkan ponsel dari telinganya dan menatap benda di tangannya seolah itu adalah bom. Jantung Raka mulai berdetak semakin cepat.
"Sesha," ucap Raka masih menatap ponselnya. Lalu matanya beralih ke Gian yang masih sibuk menggoda Valen. "Sesha."
"Halo ...."
Dan karena gugup, tanpa sengaja Raka menekan layar bertuliskan "akhiri". Dengan begitu sambungan telepon terputus.
"YA ALLAH SESHA MATI!"
Gian dan Valen yang kaget mendengar suara Raka langsung menoleh. "Innalillahi," kata Gian dan Valen bersamaan.
-----------
[24.09.2017]Ada Valen nyempil hihihi
Makasih buat kalian semua yang udah mampir! Moga cerita ini bisa jadi obat stres dan bisa balikin mood yang anjlok hihihi ♡♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Untuk Raka (SUDAH TERBIT)
Fiksi Remaja[Pemenang Wattys 2019 kategori Young Adult] (Novel sudah bisa dibeli di toko buku) Raka menerima sebuah surat yang berisi kata putus. Tapi masalahnya Raka tidak punya pacar. Dia pun tidak kenal nama pengirim surat tersebut. Bagaimana bisa dia diputu...