Chapter 15

165 23 3
                                    

"Inilah akhir, tak ada alasan lagi untuk ku bertahan. Tak ada lagi yang mampu menahan ku disini. Yang ada hanya alasan kenapa aku harus pergi."

•Kim Yeri

.

.

-flashback-

Ponsel Kai bergetar, menandakan ada sebuah panggilan yang masuk. Keduanya sadar lalu melepaskan pelukannya tadi.

Kai segera merogoh kantong celana lalu mengambil ponselnya yang berbunyi. Ia menatap nama yang terpampang di layar ponselnya lalu kembali melirik Yeri di depannya.

"Sebentar..." Kai bangkit lalu sedikit menjauh dari Yeri.

"Yeoboseyo..."

"Yeoboseyo, Kai. Ada apa, kata Paman Baek kau ingin bertemu dengan appa?"

"Ne, aku perlu bicara sebentar. Apa kau sibuk?"

"Saat ini appa sedang tidak ada jadwal, kau bisa datang ke kantor sekarang."

"Baiklah, aku akan segera kesana."

"Baiklah."

Setelah pembicaraan singkatnya selesai, Kai kembali memasukkan ponselnya ke saku celananya. Ia berjalan sedikit tergesa ke arah Yeri lagi.

"Sudah selesai?" Pertanyaan ringan Yeri kembali mengundang senyum di wajah Kai. Kai mengangguk lalu duduk lagi di samping Yeri.

"Yeri." Yeri menengok menanggapi panggilan Kai barusan.

"Aku ada udusan sedikit diluar. Dan aku harus pergi sekarang, kau tak apa ku tinggal?" Kai bertanya pelan.

"Ya, tidak apa-apa. Pergilah." Yeri coba mengerti.

"Terimakasih sayang. Jika kau ingin pulang nanti hubungin cepat aku, akan ku jemput." Kai berdiri sambil menyampirkan satu tali tas punggung di bahunya.

"Iya, hati-hati."

Kai segera bergegas pergi ke kantor appanya dengan mengunakan mobilnya. Mengingat waktu luang appany hanya sebentar, Kai melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tak bisa dibilang pelan.

Setibanya di kantor pun kai tak banyak waktu langsung saja ke ruangan appanya. Sesampainya di depan pintu ruangan appanya ia segera mengetuk.

"Silahkan masuk." Kai segera membuka pintunya saat setelah terdengar sahutan appanya dari dalam.

"Selamat siang appa." sapaan ringan dari seorang anak kepada ayahnya.

"Selamat siang, Oh kau Kai. Ada apa nak? Ayo duduk dulu." Donghae mempersilakan Kai untuk duduk di seberang meja kerjanya.

Kai segera mengangguk lalu duduk tepat di hadapan appanya.

"Jadi begini appa. Aku akan bicara serius." Kai menatap appanya dengan ekspresi serius pula.

"Baiklah apa memangnya? Kau tegang sekali, hahaha." Donghae malah terlihat santai.

"Aku ingin membatalkan pernikahanku dengan Jiho." Kai mengatakannya sambil menatap mata appanya dengan berani.

BRAKK...

"KAU GILA?!" Suara itu terdengar diselingi oleh gebrakan keras di meja kerja Donghae.

Mata Donghae melebar menatap anak semata wayangnya ini. Ia menatap Kai dengan amarah yang memuncak. Anak itu sudah keterlaluan.

Kini Kai malah menciut, ia tak beralih tak berani menatap appanya yang berdiri di depannya itu.

"Aku mencintai wanita lain appa." Kai tetap berusaha melawan rasa takutnya.

The Perfection of Love [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang