Chapter 21

137 15 2
                                    

"Caramu menangis, caramu tersenyum. Apakah kau tahu seberapa besar itu semua berarti untukku? Kata-kata yang ingin ku katakan, tapi gagal untuk dikatakan."

•Kim Jong In

.

.

.

Sore yang cukup redup bagi Kai. Mendung yang terlihat menggumpal di atas langit sana, bersiap menjatuhkan deraian air dinginnya yang menghantarkan kedamaian bagi tanah.

Namun Kai masih tetap di sini, di tempat yang akhir-akhir ini sering dikunjunginya bersama gadis-nya. Tempat yang sering menjadi saksi bisu bagaimana bahagianya Kai dan Yeri saat itu, betapa indahnya ikatan yang sederhana itu.

Masih nampak bekas memar biru di wajah laki-laki itu, begitu pun juga dengan rasa sakit disertai perih pada luka itu. Tapi Kai masih bisa menahan sakit sepele ini, ketimbang dengan sakit dihatinya.

Pandangannya lurus ke arah sungai Han di depan sana, disertai tatapan kosongnya pula.

Kedua tangannya memegang dua es krim vanilla kesukaan kekasihnya dulu. Suatu benda yang masih membuat Kai kembali merindukan Yeri di sampingnya. Jika kekacauan ini tak terjadi, seharusnya hubungan mereka masih terjaga dengan rapi. Seharusnya begitu.

Tetap tak ada satu orang pun yang datang di samping Kai. Mungkin seperti harapannya saat ini, menantikan Yeri datang setelah itu memberikan sebuah pelukan yang erat padanya. Yang mampu membuat Kai hangat dengan kasih sayang pada dinginnya angin sore ini.

Saat ini, Kai benar-benar kehilangan Yeri. Yeri sudah meninggalkannya karena kesalahannya sendiri. Kai menyadari akan segala kebodohannya itu.

Bukan hanya rasa sakitnya sendiri, juga bukan keinginannya sendiri. Kau tak menyalahkan dirinya sendiri sepenuhnya. Semua karena keegoisan Appanya itu, yang hanya mencari keuntungan atas perjodohannya dan Jiho.

Kai menatap satu es krim itu sendu sebelum membuang keduanya ke dalam tempat sampah. Lalu benar-benar pergi meninggalkan tempatnya duduk tadi.

Mungkin ia akan pulang, mengistirahatkan sejenak tubuh serta pikirannya yang sudah terlewat lelah di hari yang sama sekali tidak menyenangkan ini. Kai membutuhkan kesendirian terlebih dahulu, mencoba memikirkan langkah apa yang harus ia ambil selanjutnya untuk membuat kelanjutan hidupnya tak semakin hancur kedepannya.

.
.
.

Dua wanita kakak beradik itu tengah duduk di teras rumahnya. Seperti permintaan Yeri tadi, mereka sedang membicarakan sesuatu hal yang sepertinya serius.

Tak biasa. Mereka tak saling menatap seperti biasanya. Mereka tak saling tersenyum seperti biasanya. Suasana pun juga tak sehangat biasanya.

Sunyi menyelimuti mereka untuk beberapa menit ini. Pandangannya yang entah terfokus kemana. Dan pikiran yang entah melambung setinggi apa.

Sejenak yeri mulai menetralkan pikirannya, menghembuskan napas pelan sebelum benar-benar angkat bicara.

"Apakah kau mencintai Kai?"

Sedikit tercekat di tenggorokan, namun Yeri melontarkan pertanyaannya tanpa ketara jika ia sedang menutupi kecanggungan diantara keduanya. Percayalah, Yeri sedang melawan rasa marah dalam dirinya pada adik tersayangnya ini.

The Perfection of Love [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang