Chapter 23

116 18 1
                                    

"Kemana perginya Jiho?" Tanya Nayeon pada beberapa pelayang yang kini tengah memasak sarapan di dapurnya.

"Maaf nyonya, tadi saya melihatnya pergi tergesa-gesa dengan pakaian yang sudah rapi." Jelas salah satunya dengan santun.

"Oh, baiklah. Lanjutkan kerjamu." Dengan santainya wanita itu pergi ke teras depan rumahnya. Meninggalkan pelayan tadi yang kembali sibuk dalam kerjanya.

Sedikit bingung, kemana perginya Jiho sepagi ini. Pikir Nayeon. Tak seperti biasanya Jiho pergi tanpa pamit padanya atau pada kakaknya itu.

Wanita itu terus berjalan ke arah depan teras, dan menemukan suaminya yang sedang membaca koran dengan ditemani secangkir kopi hitam tengah duduk santai di kursi. Seketika Nayeon menghadapinya.

"Kau belum berangkat hm?" Tanya Nayeon lembut, membuat Youngjae menoleh ke arahnya lalu tersenyum.

"Kebetulan di kantor aku hanya harus menandatangani beberapa berkas saja. Aku bisa berangkat sedikit siang hari ini." Ucap Youngjae tersenyum saat melihat istrinya mendudukkan diri di sampingnya.

Nayeon mengangguk tanda paham.

"Oh ya, dimana anak-anak?" Tanya Youngjae.

"Entahlah, Jiho sedang pergi katanya. Dan ... Yeri, aku tidak tahu." Sedikit heran, saat kembali mengucap nama Yeri.

Youngjae ber-oh ria sambil kembali menyeruput kopi hitamnya itu.

Beberapa menit sudah dihabiskan sepasang suami istri itu untuk berbincang-bincang kecil di pagi cerah ini. Ditemani dengan sedikit candaan dari sang suami.

"Ah, sudah jam segini. Aku akan berangkat kerja," Youngjae melirik jam tangannya lalu berdiri.

"Baiklah." Nayeon mengangguk. Lalu tuan Youngjae pergi masuk ke dalam rumah, berniat membersihkan diri lalu bekerja seperti biasanya.

Seperginya Youngjae Nayeon langsung saja mengecek ponselnya, mengirimkan beberapa pesan singkat untuk seseorang yang harus ia temui hari ini juga. Dengan raut wajah enggan ia mengetikkan pesan itu di ponselnya.

Selang beberapa menit setelah Nayeon tetap duduk di teras itu. Sebuah mobil masuk pekarangan rumahnya, mobil yang biasa untuk mengantarkan Jiho pergi. Sebutan saja mobil pribadi.

Dan bisa ditebak, Jiho keluar dari mobil tersebut. Tentu saja Nayeon menyambutnya dengan senyuman manisnya. Namun keningnya berkerut saat melihat wajah merah anaknya. Segala pertanyaan kini bersarang di otak Nayeon.

"Hey, ada apa dengan anak Eomma. Kenapa wajahnya seperti itu? Apa ada masalah?" Serentetan pertanyaan.

Jiho menggeleng lemah, "Ani," jawabnya dengan nada suara malas.

Jiho berusaha mengacuhkan sapa sang ibu di hadapannya ini. Perasaan malas, kesal, kecewa, dan sedih tengah menyatu dalam tubuh serta hati Jiho saat ini. Siapa yang tidak sedih jika menjadi Jiho? Ia mencintai seseorang yang begitu tegarnya mampu melepaskan dirinya demi kebahagiaan orang lain.

Apa yang harus dilakukannya selain menerima permainan takdir, kali ini?

"Hey, kenapa sayang?" Nayeon mencoba mengikuti jalan gontai Jiho. Jiho masih diam berjalan sambil menunduk menahan tangis.

"Kumohon Eomma, biarkan aku menenangkan pikiranku dulu. Tinggalkan aku sendiri." Jiho beralih menatap ibunya dengan pandangan lelah. Dan Nayeon mencoba mengerti keadaan putrinya yang satu ini. Ia mengangguk lalu membiarkan Jiho masuk ke kamarnya. Ada perasaan cemas dalam lubuk hati sang ibu.

Bersama perginya Jiho ke kamarnya datanglah Youngjae yang nampak baru saja keluar dari kamar Yeri di atas. Wajahnya terlihat panik serta khawatir. Ia turun lalu menghampiri semua orang yang ada di bawah.

"Beritahu aku kemana putriku pergi?!" Ia berteriak tepat di ruang tamu keluarga ini. Suara tegas itu menggema dan nampak kemarahan di dalamnya.

Seketika semua orang yang berada di rumah besar itu terpaku. Baru pertama kali ini ia mendengar kemarahan seorang Kim Youngjae berteriak keras penuh api amarah.

Semua pelayan di dapur segera saja pergi ke hadapan si tuan rumah. Mereka menunduk tak berani menatap sang majikan yang tengah terselimuti amarah. Mereka takut.

"Ada apa ini?" Dan kini suara Nayeon memecah suasana tegang ini. Membuat Youngjae menoleh, menengok sang istri di belakangnya. Dari arah pintu teras depan.

"Yeri kabur!" Ucap Youngjae sambil melempar remasan kertas dari tangannya yang terkenal keras sedari tadi.

Nayeon tersenyum remeh.
"Aku tak perduli..."

Nayeon pergi meninggalkan ruang tengah menuju kamarnya. Membuat Youngjae menggeram marah.

"Aku tidak mau tahu, cari anakku sampai ditemukan!! Bawa dia pulang!" Bentakan terakhir yang mampu membuat semua pelayang pergi dengan cepat, mencari keadaan Yeri.

Appa dan Jiho jangan khawatirkan Yeri, Yeri pasti pulang. Yeri pergi sebentar ya..

.

.

.

Langkah sepasang kaki kecil itu kini tengah terayun menuju ke sebuah kamar di lantai dua rumah kebesaran keluarga Oh. Dengan membawa makanan sarapan gadis itu terus melajukan jalannya dengan perasaan yang masih sama dengan semalam.

Yeri. Ia mempercepat langkahnya dari ruang makan dekat dapur ke atas, kamar Sehun. Ia baru saja menyelesaikan sarapannya bersama nyonya Oh namun tidak dengan Sehun. Ia tidak turun untuk sekedar meminum air.

Mungkin Sehun sedikit kesal karena semalam. Namun tak dipungkiri juga, yeri merasa khawatir karena Sehun tak pernah seperti ini. Dirinya yang pendiam dan mengusung diri di kamar.

Yeri tiba di depan pintu kamar Sehun dan dengan perlahan mengetuknya dengan hati-hati. Ia menumpukan nampan yang berisi sarapan itu di tangan kiri, sedangkan yang kanan ia gunakan untuk mengetuk pintu kayu itu.

Tok tok tok...

"Sehun,"

Yeri mengetuknya beberapa kali juga diselingi panggilan nama sang pemilik kamar, namun nihil tak ada jawaban ataupun respon. Sehingga memberanikan Yeri untuk memegang knop pintunya lalu dibuka perlahan. Dengan perlahan pula Yeri mulai memasuki kamar Sehun tanpa mengeluarkan suara.

Namun saat yeri masuk ke dalam, di sana tak ada tanda-tanda Sehun sedang tidur. Gorden yang sudah tergulung si pinggiran jendela, dan selimut juga bantal yang sudah tertata rapi. Satu kesimpulannya, Sehun sudah bangun. Tapi satu pertanyaannya, Diaman Sehun sekarang?

Yeri berjalan menuju nakas, meletakkan nampan itu di sana. Tapi ia mendengar suara aneh.

"Oh, disana rupanya..." Yeri tersenyum lalu segera berjalan cepat keluar dari kamar Sehun. Tanpa suara pula.

Tak berselang lama. Sehun keluar dari kamar mandinya. Dengan setelan baju yang sudah berbeda dari tadi malam. Ia baru saja menyelesaikan mandinya. Sambil mengeringkan rambutnya yang basah Sehun berjalan ke arah ranjangnya lalu duduk disana.

Sehun mendengus, bau makanan memenuhi rongga hidungnya saat ini. Ia menengok ke samping tempatnya duduk lalu menengok ke arah meja kecil di sana. Dan menemukan satu nampan berisi sepiring nasi goreng dan segelas susu putih di sampingnya. Baunya harum dan sepertinya lezat.

Sehun menghampirinya, mengambil satu sendok nasi goreng lalu menyuapkannta ke dalam mulut. Sehun tersenyum merasakan masakan yang selalu ia suka sejak dulu.

"Kau selalu tahu apa mauku Yeri,"

Baru saja Sehun akan melanjutkan suapan berikutnya, suara deringan ponsel dari samping nampan itu merusak moodnya dengan melihat nama siapa yang menelponnya kini. Sehun meletakkan sendok tersebut dengan kasar lalu berjalan ke ujung jendela bersiap menekan tombol hijau di ponselnya.

Dengan wajah memerah Sehun mengangkat ponselnya ke telinga.
"Apa maumu!?"

Tbc..

The Perfection of Love [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang