Chapter 14

170 21 12
                                    

"Terkadang lebih baik menjauhi seseorang. Bukan karena berhenti mencintai, namun karena harus melindungi diri agar tak terus terluka."

•Kim Yeri

.

.

.

Sejak kemarin siang Yeri benar-benar dibuat khawatir akan sosok Kai, kekasihnya. Bagaimana tidak, setelah kemarin siang Kai berpamitan jika ada urusan diluar, sampai sekarang tak ada kabar apapun untuk Yeri.

Timbul tanda tanya di benak Yeri. Sesibuk apakah Kai sampai tak menghubunginya sampai sekarang.

Kuliahnya telah usai, dan sekarang Yeri sedang berada dalam cafe tak berjarak jauh dari rumahnya. Ingin sekedar menghilangkan penat di tubuhnya karena lelah.

Lelah memikirkan tentang Kai.

Perasaanya tengah diselimuti kegundahan. Dengan ragu Yeri membuka ponselnya, ia mencari kontak Kai disana. Ia berusaha menghubungi via telepon.

Terdengar nada sambung disana. Berhasil, sejak kemarin bahkan tak ada nada sambung tapi sekarang sudah tersambung. Hanya tinggal menunggu Kai mengangkatnya. Yeri menunggu beberapa saat.

"Hallo, Kai. Kau dimana?" Tanya Yeri sesaat setelah panggilannya benar-benar terhubung dengan Kai.

"Hallo sayang, maaf tak mengabarimu." Terdengar sahutan diseberang, dan itu memang suara Kai. Yeri tersenyum senang.

"Aku mengkhawatirkan mu."

"Aku baik-baik saja."

"Bisakah kita bertemu Kai? Aku berada di cafe dekat rumah, kau bisa datang kemari." Ajak Yeri.

Hening sebentar sebelum Kai bersuara lirih. "Maaf, aku tak bisa sekarang. Mungkin lain waktu."

Seketika nyali Yeri menciut. Belum pernah ia mendengar Kai menolak permintaannya. Selama mereka berhubungan Kai akan menikah ajakan Yeri dengan suatu alasan yang jelas. Tapi kali ini, hanya sekedar tolakan yang biasa saja.

Kai berubah. Itu presensi Yeri terhadap Kai.

"Ohh, begitukah? Baik, tidak apa-apa." Senyum hilang dari wajahnya Yeri.

"Emm, Yeri? Akan ku tutup teleponnya. Maaf aku masih ada urusan."

Tut...

Belum sempat Yeri menjawab panggilannya sudah terputus dari Kai. Yeri hanya menatap kosong segelas frappuccino di meja hadapannya.

Yeri meletakkan kasar ponselnya di meja. Hampir membantingnya. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, lalu mengusapnya dengan kasar.

Ingin rasanya Yeri menangis kali ini. Tapi ia masih cukup mempunyai urat malu karena menangis sendirian di dalam cafe umun. Ia tak mau menjadi tontonan gratis disini.

Yeri masih tak habis pikir, apa yang telah terjadi pada Kai? Kenapa Kai berubah padanya, sikapnya bukan Kai yang biasa Yeri temui.

Tak biasanya Kai mengabaikan Yeri seperti tadi. Bahkan sikap Kai tadi terbilang cuek untuk sepasang kekasih yang sudah sehari tak bertemu, dan tanpa kabar.

Apakah Kai benar mencintaiku? batin Yeri.

Pantaskah Yeri meragukan Kai? Bahkan dengan sikap Kai tadi. Jika Kai sedang marah? Apa alasannya?

Yeri berusaha berpikir positif, mungkin kai memang sedang banyak urusan.

Yeri kembali meraih ponselnya yang tergeletak di meja.

The Perfection of Love [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang