S e q u e l - 0 2

222 6 2
                                    

“Lights Out”

Park Ji-hoon | Kim Ji-ho
*A/N: Song recommended Lights out – EXO

_____
putchicolate
present
_____


Dalam hidup Jihoon, belum pernah ia rasakan perasaan bahagia selain hal ini. Hal kecil yang semulanya akan menjadi angannya saja, namun ini adalah hal nyata yang tak mampu ia tampik rasa bahagianya. Tak ada hal yang lebih membahagaikan lagi selain karena senyuman kecil itu. Seseorang yang semula terbaring lemah di ranjang putih rumah sakit itu.

Rekahan senyum itu seakan menarik Jihoon-yang semula bersandar resah di sebalik pintu-untuk lebih dekat pada si pencipta gravitasi tadi. Masih dalam hening, ketika bagaimana tangan kekar namun ringkih itu mulai menjamah tangan dingin yang bersarang jarum infuse disana.

Dingin, sebuah rasa yang barusaja laki-laki itu sentuh. Sorot redupnya beralih pada hazel cokelat yang sedang menatapnya dengan pandangan sama. Dalam sekejap pandangan itu berubah menjadi rasa bahagia yang tak mampu teribaratkan oleh apapun. Kedamaian hidup Jihoon ia rasakan lagi setelah resah yang ia dera selama ini, rasa kesepian setelelah memutuskan untuk sendiri.

Dibalik bau yang pahit, bau obat yang amat menyesakkan untuk dihirup. Kedua mata itu yang semula bertemu kian menyelam lagi hingga jatuh mendasar ke palung hati mereka masing-masing. Ingin mencari seberapakah dalam kerinduan mereka yang tertahan sejauh ini. Nyatanya yang terlihat hanya goresan bekas luka dan secercah cahaya terang untuk mengharapka kebersamaan mereka lagi di kemudian hari… atau mungkin saat ini juga.

Jiho menyempatkan untuk melirik sejenak jendela yang memancarkan silau jingga pada indera penglihatnya. Namun tak lama kemudia ia menatap lagi seseorang yang masih menggenggam erat tangganya tadi, “Selamat pagi, Oppa!”

Jihon tertegun atas wajah gembira itu. Begitu damai hatinya ketika bisa menikmati lagi tawa gadis itu. Sedangkan Jiho masih tersenyum, menatap wajah Jihoon yang entah kenapa rasanya, sangat ia rindukan sekali. Dalam keterpakuannya tadi Jihoon mulai meluncurkan tangis yang ia tahan sejak tadi.

Pagi ini, ketika dinginnya awal musim semi menyelimuti. Bahagia itu datang lagi, mereka menghampiri Jihoon dan Jiho. Sepasang cinta di muka bumi ini untuk kembali menyapa apa itu indahnya  cahaya.

Tubuh itu ia rengkuh, ia bawa dalam dekapan ternyaman di dunia bagi Jiho. Membawa ledakan rasa bahagia karena sudah dipertemukan lagi dalam kehidupan yang sama. Jiho memejamkan patanya erat, mengharap hal yang dialaminya ini bukanlah sebuah mimpi atau hanya ilusinya saja. Dan ketika ia merasakan kecupan-kecupan kecil di kepalanya ia sadar bahwa, kali ini ia sudah berada di tempat yang paling indah.

“Jangan seperti ini lagi, tolong. Kau membuatku khawatir, Jiho.” Kemudian sebuah kecupan turun yang ia tinggalkan di pangkal hidung gadis itu. Jihon sempat meringis, merasa-rasakan bagaimana hatinya seakan teriris ketika melihat air mata Jiho pun ikut turun.

“Asal kau tahu, seberapa tak inginnya aku kehilanganmu dari hidupku..”

• • •

Di luar ruangan bercat putih itu, Jihoon masih mengawasi Jiho dengan telit dari balik jendela transpraran. Atau mungkin hanya menikmati setiap ekspresi manis atau ekspresi lucu yang secara alami gadis itu tunjukkan untuk berekspresi pada orang-orang sekitarnya. Namun bukan itu lagi fokusnya, melainkan seorang laki-laki paruh baya yang juga telah menemaninya merawat Jiho selama tiga hari ini di rumah sakit.

The Perfection of Love [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang