4

41 4 0
                                    

"Zahra!!" "Zahra!! Bangun, nak"

Aku mendengar seseorang memanggil namaku, semakin lama semakin keras. Suaranya mirip seperti suara ibuku.

"Hei!! Zahra, bangun"

"Hoaaammm..." aku berusaha untuk membuka mata dan memastikan siapa yang sejak tadi memanggilku

"Jika kau terus ditempat tidur, kau akan terlambat ke sekolah" Ucapnya

"Hm? Sekolah?" Tanyaku

"Iya, sekolah!!" Balasnya

"Memangnya kapan aku sekolah?" Tanyaku lagi

"Kakak!! Kau ini masih mimpi ya? Bangun woee!! Ini sudah jam 7 dan kau masih belum mandi" Timpal seorang laki-laki yang menarik selimutku

"Ehmmm..!! Dingin!" Aku berteriak. "Tunggu? Kau bilang apa? Jam berapa sekarang? Apa yang harus kulakukan? Dan yang memanggilku sejak tadi adalah ibu?" Tanyaku dengan mata terbelalak

"Sudahlah bu, biarkan saja dia terlambat" Ucap adikku yang berlalu meninggalkan kamarku

"Oh tidak!! " Aku bangun dan mengambil handuk lalu berlari ke kamar mandi "Jika Fifi datang, katakan aku sedang ke toilet sebentar" Teriakku dari balik kamar mandi

"Ya ampun, anak itu. Tidak biasanya dia susah dibangunkan seperti ini" Ujar ibuku menggelengkan kepala

Yah, sejak kecil aku adalah anak yang rajin. Aku selalu bangun tepat waktu bahkan dihari minggu sekalipun. Aku juga bingung kenapa hari ini aku bisa bangun kesiangan. Sepanjang perjalanan menuju sekolah aku terus memikirkan hal itu.

"Oi!!" Ujar Fifi mengaburkan lamunanku

"Oh? Apa?" Jawabku kaget

"Kau tidak mau turun ya? Kita sudah sampai." Ujarnya

"Ah, iya iya.. ini juga sudah mau turun." Timpalku

"Makanya, jadi orang jangan mengkhayal terus kerjanya" Ucap Aga yang sejak tadi memperhatikan kami

"Kebiasaanmu itu semakin lama jadi semakin menakutkan tau." Ujar Fifi

"Menakutkan? Apa maksudmu? Memangnya dengan mengkhayaal aku akan membunuh seseorang?" Timpalku

"Bukannya membunuh seseorang, tapi bunuh diri. Jika kau terys saja mengkyayal sepanjang jalan, kau mungkin akan terjatuh" Jawab Aga sembari merangkulku berjalan ke kelas

"Huh? Aku tidak segila itu. Lagian aku punya kalian yang bisa menolongku." Ujarku

"Tuh kan, kau mulai lagi. Sudah kubilang kau harus berhenti berbicara seperti itu. Memangnya kau kenapa sampai kami harus menolongmu? Sudah! Kau itu baik-baik saja" Timpal Fifi dan berjalan mendahului aku dan Aga

"Dia itu sensitif sekali" Ujar Aga

"Yah, kau benar!" Timpalku sambil melepaskan rangkulan Aga dan berlari ke arah Fifi

"Kau memang yang terbaik" Ucapku pada Fifi

"HUH! Tentu saja! Aku ini Fifi" Balas Fifi dengan nada sombong

"Ayo masuk! Sebentar lagi bel berbunyi" Ujarku

Selama pelajaran berlangsung, aku merasa normal. Aku merasa tidak ada hal yang membedakanku dengan yang lain.

"Ah, Zahra. Datang ke ruangan ibu setelah ini ya!" Ucap Ibu Titin, guru Bahasa Indonesia yang baru saja selesai mengajar di kelasku.

"Iya bu" Jawabku

Sembari merapikan mejaku, Aga mendatangiku

"Ke kantin yuk!" Ujar Aga

"Ayo, aku udah lapar dari tadi" Gea menimpali

"Benar, kayaknya cacing di perutku sudah demo. Ayo, Ra" Ujar Fifi

"Kalian duluan ya, aku akan menemui Bu Titin dulu, setelah itu aku menyusul nanti" Jawabku sambil berjalan meninggalkan kelas

Selain sebagai seorang guru Bahasa Indonesia, Bu Titin juga seorang guru BK. Aku memang sering datang ke ruangannya hanya untuk mengambil daftar nama siswa yang ingin beliau temui.

"Nah, Zahra. Ini daftar untuk hari ini, tolong kau beritahu mereka untuk menemui ibu ya!" Ucap Bu Titin

"Baik bu, tapi saya boleh ke kantin dulu?" Jawabku sembari bercanda

"Haha.. tentu saja. Ibu tidak mau dilaporkan ke pihak berwajib karena dituduh menyiksa siswinya sendiri" Ujar Bu Titin sambil tertawa

"Kalau begitu saya permisi, bu"

Aku meninggalkan ruangan Bu Titin dan berjalan menuju kantin.

"Zahra!!! Disini!! Disini!!" Teriak Aga yang sontak membuat kami menjadi pusat perhatian

"Hei, kau ini. Jangan berteriak seperti itu " Ucap Fifi

"Maaf!" Aga meminta maaf kepada yang lain, karena telah mengganggu waktu makan mereka

BOUKKK!!
Aku memukul Aga dan dia hanya mengeluh kesakitan.

"Kenapa kau lama sekali?" Tanya Gea

"Tau nih, karena pawangnya lama makanya Tarzannya jadi liar" Ujar Fifi dengan nada bercanda

"Maaf! Tadi Bu Titin memberikan ini" Jawabku sambil memerlihatkan kertas yang diberikan Bu Titin tadi

"Lagi?" Lanjut Aga dengan nada kesal

"Kau bisakan biasa saja" Ujarku menatap Aga

"Lagian, memangnya kau ini asistennya? Kenapa dia terus menyuruhmu melakukan ini?" Balas Aga lagi

"Sudah! Sudah! Itu makananmu sudah datang!" Timpalku "Lagi pula dia kan memang guru kita, kalau beliau perlu bantuan tentu saja harus dibantu" Lanjutku

"Iya, Nona! Sekarang, silahkan makan." Ucap Fifi

"..."

Hahahahaha...

Kami semua tertawa, kupikir aku tidak akan menemukan orang-orang seperti mereka di luar sana.

"Setelah ini, kalian kembalilah ke kelas duluan. Aku akan menemui orang-orang ini." Ujarku sambil memperlihatkan daftar nama tadi

"Baiklah, tapi kau tidak apa-apa sendiri?" Tanya Fifi

"Aku temani ya!" Ucap Aga

"Ya sudah, kau ditemani Aga ya. Setidaknya membawa Tarzan bersamamu sepertinya lebih aman." Ujar Fifi

"Baiklah" Ucapku

Di sekolah aku bukan hanya punya Aga dan Fifi yang bisa kuandalkan, tapi juga sahabat dan teman-temanku yang lain. Mereka semua sangat baik padaku. Meski kadang mereka saling menjahili satu sama lain hingga bertengkar, anehnya mereka tidak melakukan itu padaku.

The Secret Of DreamlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang