"Darimana lo?" Tanya Joe menyelidik disaat melihat saudara kembarnya baru pulang di tengah malam.
"Netta." El berlalu pergi. Meninggalkan Joe yang masih mempunyai segudang pertanyaan untuknya.
Adriel menjatuhkan tubuh atletisnya ke kasur empuk milik Joe. Matanya memandang langit-langit kamar, namun pikirannya berkelana jauh. Ia mencoba menerka-nerka, tentang seseorang yang menghuni hati Netta.
"Siapa yang berani membuat Netta jatuh cinta?"
Pertanyaan itu terus saja memenuhi otaknya. Jika ia bertemu dengan orang itu, El tak segan untuk memberinya pelajaran.
Tiba-tiba handle pintu berbunyi. Dibaliknya, ada seseorang dengan perawakan tak begitu tambun tetapi juga tak terlalu tinggi. Siapa lagi kalau bukan Papanya, Veka.
"Adriel,"
El masih fokus memandangi langi-langit kamar. Mulutnya tak terbuka. Ia hanya bergumam untuk merespon Papanya.
"Kamu kenapa?" Tanya Papa Veka.
El menghela napas. Dalam batinnya, ia berucap. "Seharusnya Papa nanyain itu ke Joe, bukan El,"
"Gak papa."
Papanya melangkah mendekatinya. "Kamu yakin?"
El beranjak. Sekarang, ia dalam posisi duduk. "Joe."
"Kenapa dia?" Tanya Papanya dengan nada tak bersalah.
El memijit dahinya. Seharusnya Papanya tau apa yang ia maksudkan.
"Tanyain ke Joe."
"Dia cuman sedang-"
"Joe butuh perhatian."
"Kamu pikir Papa gak merhatiin Joe?"
El beranjak dari kasurnya. Ia berjalan menuju jendela besar yang membatasinya dari dunia luar. Memandangi langit yang bertabur bintang.
"Mama pasti kecewa,"
"Apa maksud-"
"Joe."
Suasana menjadi hening. El masih memandangi langit indah itu, sedangkan Papanya memandangi punggung putranya yang terbalut sweater berwarna hitam itu.
"Papa mana yang gak mau ngebuat bahagia anak-anaknya, El?"
"Joe."
"Papa juga-"
"Gak."
El memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana. Tubuhnya berbalik, matanya berfokus ke mata Papanya.
Papanya membalas tatapan dari mata berwarna hijau yang diwarisi El dari Mamanya, Rose. Menatapnya membuat Veka mengingat Almarhumah istrinya.
"Apa mau Papa?" Tanya El.
"Papa cuman pengen kamu bahagia,"
"Caranya?"
"Beri kamu kebebasan,"
"Joe?"
"Joe berbeda-"
"Cukup!"
El sudah muak dengan perkataan Papanya yang selalu saja menyebutkan bahwa kembarannya itu berbeda. Apa maksudnya? Dia kembaran El, tak mungkin ada perbedaan yang tak pernah disadari El. El merasa Papanya hanya mencari alasan untuk tidak memberi Joe kebebasan.
El berjalan keluar kamar, meninggalkan Papanya sendirian.
El menuju kamarnya sendiri, dimana Joe seharusnya ada disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Liebesleid
Novela Juvenil[SEQUEL BEDA] [BOOK 2] [judul sebelumnya ; ADRIEL] Adriel Luke Siforus tak pernah mengutarakan perasaannya lewat kata-kata. ia selalu mencari perantara, sebut saja dengan tuts piano juga goresan kertas. Kebebasan yang didapatkannya dari Papanya, ada...