Sinar mentari memasuki kamar El melewati jendela kaca yang belum sempat ia tutup semalam. El merasa masih sangat mengantuk, dan ia kembali tertidur.
Berbeda dengan Joe, ia bahkan sudah siap dengan seragam sekolahnya disaat jarum jam masih menunjukkan pukul 6.
Joe menghampiri kasur El, menarik-narik selimutnya tanpa menimbulkan suara.
"Apasih," Gumam El.
Joe masih melancarkan aksinya. Ia tengkurap di samping kasur El, lalu menarik-narik selimutnya lagi.
Namun, El tak menggubrisnya.
"Lo sekolah kagak, coeg?" Katanya setelah capek karena aksinya tak mendapat respon dari saudara kembarnya.
"Bentar,"
Joe mengambil jam diatas nakas. Mensettingnya pada pukul 07.00, lalu meletakkannya kembali.
"Lo liat deh sekarang jam berapa."
El mengucek matanya sambil menguap. Ia meregangkan otot-ototnya masih dengan mata tertutup, lalu tangannya meraih jam di nakas.
"Mampus gue!" El langsung beranjak bangun dan menuju kamar mandi. Sedangkan Joe tertawa terbahak-bahak.
Joe mengambil tas sekolah milik El lalu menyimpannya dibawah selimut El. Setelah itu, Joe meninggalkan kamar itu menuju dapur untuk melihat sarapan apa yang dibuat Mbok Iyem pagi ini.
Namun, ia mengurungkan niatnya ketika ia melihat Papanya sudah duduk di meja makan.
"Oke. Sepertinya hari ini gue sarapan di sekolah lagi," Batinnya.
Ia berbalik untuk berjalan ke kamarnya lagi, Tetapi ia menghentikan langkahnya ketika Papanya berkata ia harus sarapan. Biar siap menerima pelajaran.
"Gak." Sahut Joe singkat sambil menaiki tangga lagi, bersiap ke sekolah.
El bersumpah serapah dalam hati ketika ia tau bahwa ia dikerjai oleh kembarannya sendiri. Ia mendengus kesal setelah ia membuka ponsel dan jam di ponselnya masih menujukkan pukul 6.15.
Melihat Joe berjalan dengan langkah gontai melewati kamarnya, El memanggilnya.
"Joe!"
"Hmm?"
"Kurang ajar,"
"Gue duluan."
"Sarapan?"
"Disekolah."
El merasa ada yang tidak beres dengan Joe. Ia berlari mengejar Joe menuruni tangga.
"Woy,"
Joe tak menanggapinya. Ia terus berjalan menuju garasi.
Veka melihat kedua putranya yang memakai seragam berbeda menuruni tangga dengan tergesa-gesa. El memanggil Joe, namun Joe tak menanggapinya.
Dan Veka pun sebenarnya sadar hal ini terjadi karena perkataannya kepada Joe tadi.
El mendekat. Dengan sorot mata hijau tajam, ia memandangi Papanya sendiri dengan penuh selidik. Ia tau Joe bersikap seperti itu karena ulah Papanya.
"Kenapa?" Tanya El dengan nada sedikit keras.
"Sarapan dulu, El."
"Papa gak pernah ngerti Joe,"
"Makan dulu,"
"Jangan ngalihin pembicaraan, Pa"
"Papa cuman pengen Joe sukses,"
"Bukan gitu caranya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Liebesleid
Teen Fiction[SEQUEL BEDA] [BOOK 2] [judul sebelumnya ; ADRIEL] Adriel Luke Siforus tak pernah mengutarakan perasaannya lewat kata-kata. ia selalu mencari perantara, sebut saja dengan tuts piano juga goresan kertas. Kebebasan yang didapatkannya dari Papanya, ada...