4. Liza

56 2 0
                                    


"Heh es balok, Ngapain lo disini?"

El menoleh ke tempat dimana sumber suara itu berada walaupun ia sudah tau siapa yang memanggilnya dengan panggilan seperti itu. "Liza?"

"Lo ngapain?"

Ia adalah Elizabeth Millenia Torres, anak kedua dari pemilik yayasan SMA Torres yang juga sepupu dari El. Ia satu angkatan dengan El, hanya saja ia berada di kelas IPA.

"Cari kuas." Jawab El berbohong. "Lo ngapain?"

"Nyariin lo goblok, noh Papa lo nyariin. Gue udah muter-muter tempat tongkrongan lo, gue udah-"

"Yang penting udah ketemu kan?"

"Kurang ajar lo ya. Udah ditelfon gak diangkat, gaada rasa bersalah sama sekali..lo-"

"Ayo pulang."

"Minta maaf kek sebelum ngajakin pulang. Lo gak tau perjuangan gue nyariin lo mana gue cuman naik ojek lagi, lo tuh ya, sepupu gue paling-"

"Burger?" Tanya El. Ia sudah hafal dengan sifat Liza, yang akan berhenti bicara jika ia memakan makanan.

"Lo tuh sepupu gue paling dabesss tau gak El. Yuk cusss,"

Liza berjalan dengan sedikit melompat karena girang. Langkahnya lebar, agar ia sampai ke mobil El lebih cepat. Sedangkan El, ia memasukkan kedua tangan ke saku celananya dan mendengus sebal.

Liza mengerucutkan bibirnya saat ia sudah sampai parkiran mobil, sedangkan El masih berada jauh dari pandangannya. "Es baloknya kakak, cepetan..Kakak udah laper nih..gak kasian sama kakak? Nanti kakak pingsan gimana? Adek mau gendong kakak? Eh kakak deng yang gak mau, lo kayak es sih..nanti kakak kedinginan lagi,"

El hanya memutar kedua bola matanya mendengar kalimat yang menurutnya menjijikkan itu.

Beruntung, didekat sekolah mereka ada restoran cepat saji. Membuat El tak usah mengemudikan mobilnya terlalu jauh lagi karena pikirannya masih dipenuhi dengan Netta, yang membuatnya tidak fokus.

Liza melangkahkan kakinya dengan cepat dan terkesan terburu-buru, membuat El malu dibuatnya. Bibirnya yang selalu menyunggingkan senyum, menjadi pusat perhatian pengunjung restoran. Belum lagi dengan baju yang Liza pakai, yang terkesan terlalu ramai jika dipakai hanya untuk mengunjungi restoran.

"El, gue pesen 3 burger deluxe sama french fries mayo,"

"Minum?"

"Samain aja deh, tapi es nya dikit aja."

"Tumben,"

"Duduk sama lo aja gue udah kedinginan,"

"Serah lo."

El menyebutkan semua pesanannya dan pelayan itu memasang muka heran.

"Saya ulangi lagi ya kak pesanannya..Burger deluxe 4, french fries mayo 1, sama cola 2 yang satu esnya sedikit ya?"

Liza menangguk cepat.

"Atas nama siapa kak?"

"Es balok!" Timpal Liza.

Pelayan itu menangguk ragu. Mungkin karena ia baru melihat perempuan dengan wajah blasteran yang sedikit nyablak.

"Lo kemana aja tadi? Tumben lo gak ke-"

"Netta kecelakaan."

Liza menggebrak meja dengan spontan, membuat para pengunjung menatap dengan penuh keingin tahuan ke meja mereka.

"Sekali lagi lo bikin malu, gue tinggal."

"Iyadeh sorry, Netta kecelakaan gimana ceritanya coba? Kata Papa lo, lo ke studio musik sama Netta. Jadi-"

"Lo bisa diem gak sih?"

El menceritakan semuanya, dan Liza hanya menyimak dengan tangan yang menutupi mulutnya, sebagai pencegahan agar ia tidak mengatakan sesuatu saat El bicara dengan panjang lebar.

"Gue butuh pendamping buat pentas," Ujar El.

"Temen gue ada yang pinter nyanyi, sebenernya dia anak paduan suara tapi dia gak pernah berangkat latian. Tapi serius deh, demi apapun suara dia keren. Gue telfonin mau? Siapa tau dia mau jadi pendamping lo? Ya gak?"

"Siapa?" Tanya El penasaran.

Liza tersenyum sambil mengambil ponsel yang ia simpan di tasnya. Tanpa menjawab pertanyaan El, ia menghubungi orang yang ia maksud.

"Woy gorilla. Lo mau nyanyi?"

El semakin memasang raut muka penasaran ketika Liza menyebut gorilla. Siapa dia?

"Nyanyi apaan dah?"

"Mau kagak nih? Yaudah deh kalo gak-"

"Iya iya gue mau. Cuman nyanyi kan?"

"Oke. Lo udah janji sama gue. Lo tau kan konsekuensinya kalo lo ngelanggar?"

"Jadi babu lo selama seminggu."

"Oke nanti gue kabarin lagi, bye!"

Percakapan itu terdengar dengan jelas di telinga El. Segampang itu Liza mencarikan pendamping?

"Masalah lo udah beres sama gue,"

El hanya bisa memijit dahinya karena terlalu pusing memikirkan semuanya.

El hanya bisa memijit dahinya karena terlalu pusing memikirkan semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LiebesleidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang