16. Opera

2.7K 410 646
                                    


[!] Mengandung konten 18+



* * *



'Minhyun, Minhyun, ada-ada saja...'

Orang bilang, perasaan memang buta. Menutup ponselnya, estimasi waktu yang Seongwoo perlukan untuk meredakan semu merah di pipinya setelah membaca chat Minhyun barusan mungkin butuh beberapa menit.

Brr, di beranda dingin, anginnya kencang.

Memastikan bahwa di dalam jauh lebih hangat, Seongwoo menggeser pintu, menutupnya. Suara televisi memang masih ada. Yang tidak ada hanya suara Daniel.

Ah, dia tertidur. Di sofa. Citra yang menyeret Seongwoo untuk kembali meringis; lagi-lagi, mengapa hobi sekali, sih, padahal malam ini dingin sekali.

'Maaf, ya, gara-gara aku meladeni Minhyun, kau...'

Tetap saja Seongwoo tersenyum. Yah, meski miris juga. Melihat Daniel dengan hoodie cokelat susu dan celana training kebesaran, meringkuk paksa di sofa. Bahannya dari kulit apa? Beludru? Kulit beruang? Sehangat itu, tampaknya, pun Seongwoo tak tahu. Yang jelas, bagaimanapun mahalnya si sofa, Daniel tidak boleh berlama-lama begini.

Seongwoo keluar dari kamar Daniel beserta selimut biru langit dan pemanas. Maunya menggendong tuannya ke kamar, tapi Seongwoo tahu, dia jelas remedial kalau melakukan itu.

Raut wajah tuan rumah memang pernah membuat Seongwoo membatin. Termasuk detik ini. Selimut itu sudah dia bentangkan, menutupi sebagian besar tubuh masif Daniel dan hanya menyisakan wajahnya.

Wajah tidur.

Bulat.

Manis.

Peach.

Ong Seongwoo, ada apa?

Entahlah, mana tahu. Rasa-rasanya Seongwoo–yang bersila di lantai, sisi sofa–masih berkenan untuk menyelami rupa Daniel lebih jauh. Coba jabarkan, ada berapa banyak kalimat yang menyembul dari wajah itu? Seongwoo bisa merincinya. Ya, semuanya. Tapi tak ada yang bisa dan boleh tahu selain hatinya. Perhatian, kepada Daniel yang mulia, apakah boleh seseorang yang gemar berlagak brengsek lalu memiliki raut wajah semanis ini?

'Jadi begini wajah aslinya.'

Bukan kali pertama Seongwoo menatapnya tertidur. Tapi untuk yang malam ini, Seongwoo melihat, ada Daniel yang menjadi Daniel seutuhnya. Pipi ranum bulat itu mengisyaratkan, berbisik lantang pada Seongwoo, bahwa, lihat, keadaan mengacaukanku, aku jadi tidak imut dan manis lagi seperti dulu.

Terbahak? Boleh, ada izin.

Surai halus itu mengayun, saat nafasnya membuka. Reaksi alam bawah sadar Seongwoo; tangannya meraba, menyurai rambut Daniel, mengelusnya, pelan, lagi, lagi, dan masih saja. Ketika menggeliat, tubuh itu seperti kepompong sehat yang siap mekar menjadi kupu-kupu gagah.

'Tentu. Aku menunggu mekarnya.' Tawa Seongwoo. 'Kuharap kau tidak menderita lagi. Jangan, jangan sampai.'

Sigh. Aroma wajah bayi yang Daniel keluarkan benar-benar tidak bisa dimaafkan. Bisakah ini permanen? Seongwoo meminta itu.

'Aku pulang, ya...'

Satu kecupan di dahi Daniel, dari Seongwoo yang tengah kebingungan dengan arti perasaannya.

Beatitude [Ongniel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang