13. Tugas plot scene Hanuun HanuunJan
"Kau ingin aku kencan dengan Surya? Memakai kostum kodok?" kataku. Dia memberiku kodok untuk kukumpulkan pada guruku sebagai tugas biologi, tapi menyuruhku melakukan 'itu' sebagai imbalan? Yang benar saja.
Tetapi dia mengangguk dengan yakin, sambil tersenyum penuh kemenangan. Haha, dia tidak tahu apa yang sebenarnya bisa kulakukan dengan jemariku.
Aku hanya ingin melihat apakah sebagai teman, dia mau membantuku atau tidak. Dan... beginilah yang kulihat. Dia mengerjaiku, maka aku akan membalasnya. Hahaha. Lihat saja, kau Afifah, yang sekarang sedang berjalan menjauhiku dengan santainya, dan jelas masih berpikir bahwa aku akan menurutinya.
***
"Bukan ini yang dijanjikan Afifah padaku. Kau tidak memakai kostum kodok." Surya menatapku heran. Dan aku yakin, di balik semak sana, Afifah juga sedang menganga menatapku yang masih santai.
"Jadi, kau mendukungnya, Sur?" Aku menatap wajah mengesalkannya yang dibingkai rambut berantakan itu.
"Tentu. Untuk apa aku mendukungmu?" Surya tertawa, yang mana membuatku makin kesal. Hah, langsung saja.
Kufokuskan pikiranku pada sosok Afifah, yang aku yakin masih berjongkok di balik semak-semak sambil menontonku. Kemudian, kujentikkan dua jariku sekali. Tak lama, terdengar suara degungan kodok, sangat nyaring dan panjang. Surya menoleh ke sana-ke mari, mencari asal suara yang tiba-tiba itu. Haha. Sihir pertama malam ini berhasil.
"Nuun, apa kau tahu dari mana suara itu berasal?" Ya, tentu saja, tapi aku tidak akan menjawabmu, kataku dalam hati. Kutatap kembali wajah mengesalkannya yang diliputi kebingungan itu. Kujentikkan jariku lagi. Dan aku tertawa keras ketika sosok Surya di depanku melebur menjadi uap kehijauan.
"Hahaha... Untuk kalian berdua, selamat berkencan dan menikmati malam sebagai kodok." Aku berbalik, berjalan menjauh, namun masih sambil terkekeh. Suara kodok terdengar bersahutan, keras sekali, seolah hendak protes.
Sambil lalu, aku berkata, "Mungkin kalian bisa mengumpulkan diri kalian sebagai tugas biologi besok." Aku kembali tertawa. Ah, malam ini saja, biarkan aku menggunakan sihirku untuk bersenang-senang.
=======<<<🎉🎉🎉🎉🎉>>>=======
14. Tugas plot scene Joyce @siagnl
"Aku bisa gila dengan sikapmu yang keras kepala, Gorge! Berhenti mendekatiku!" seru Kamila, wajahnya merah berapi-api. Entah sudah berapa kali Gorge terus berjuang untuk mendekatinya. Kali ini, ia menaburkan kelopak bunga mawar membentuk hati―lengkap dengan inisial Kamila di tengahnya, di tengah lapangan sekolah. Jangan lupa dengan lilin-lilin di sekitar 'hati' itu.
Gorge tak pernah menggubris penolakan Kamila. Menurutnya, Kamila adalah gadis yang sempurna untuknya. Cantik, pintar, rajin beribadah. Semua yang ia inginkan ada pada gadis itu.
Bahkan saat Kamila justru meninggalkannya di tengah lapangan, setelah mengacak-acakan taburan kelopak mawarnya, ia justru berlari mengejarnya. Gorge dikenal sebagai laki-laki yang tak mudah putus asa di kalangan kawan-kawannya, mengingat kegigihan hatinya untuk terus memperjuangkan cintanya pada Kamila.
"Aku tidak akan menyerah demi cintaku padamu, Kamila." ucap Gorge setelah menyusul gadis pujaannya. Kamila mendengus, dan menepis tangan Gorge yang berusaha menggenggam tangannya. "Hanya kaulah yang pantas untukku."
"Jadi, menurutmu aku juga pantas mendapatkanmu?"
"Tentu saja. Aku tak pernah menyerah untuk memperjuangkan cintaku padamu―bukti kesetiaanku. Apalagi yang kurang?" ujar Gorge penuh keyakinan. Tak sebersit pun rasa ragu di matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evaluasi Mingguan
De TodoIkuti keseruan evaluasi mingguan member @TheWWG dan ikutan jawab soalnya. Seru dan terbukti berkhasiat mengasah kemampuan kalian dalam dunia kepenulisan.