(12)

1.7K 61 6
                                    

Laura merasakan ada benda kenyal yang menempel di keningnya cukup lama.

"Cepat sembuh Ra," ucap Verrel samar tapi masih bisa didengar Laura.

Laura membuka matanya, seketika ia pun kaget dan langsung duduk di tepi ranjang.

"Verrel? Mau ngapain lo ke sini? Belum cukup lo menghina gue, di depan semua orang, iya? Kalo lo kesini cuma mau menghina gue lagi dan menampar gue. Mending lo--"

Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Verrel langsung menarik Laura ke dalam pelukannya. Pelukan yang sangat nyaman bagi Laura, dan Laura hanya bisa menangis di balik dada bidang Verrel.

"Gue mohon, jangan marah sama gue. Maafin gue Ra." sesal Verrel.

"Lo jahat Ver, lo jahat! Gue benci sama lo!" bentak Laura memberontak untuk melepaskan pelukannya, namun nihil. Verrel semakin mengeratkan pelukannya

"Maafin gue Ra. Sumpah gue gak bermaksud untuk nampar lo, gue kemarin cuma kebawa emosi aja."

"Cukup Ver, cukup. Kemaren lo sendiri yang nyuruh gue pergi dari hidup lo, dan gak usah ganggu hidup lo lagi!"

Nafas Laura sudah tidak beraturan.

"Sekarang gue minta lo untuk gak usah ikut campur masalah gue, dan gue udah terlanjur benci sama lo. Gua benci sama lo!" teriak Laura sambil memukul dada bidang Verrel.

"Maafin gue Ra, gue gak bermaksud bicara seperti itu. Kemarin gue lagi emosi Ra, jadi gue bicara asal. Please don't leave me." ucap Verrel sambil mencium puncak kepala Laura.

"Hiks gue benci sama lo Ver, lo gak perlu minta maaf. Lagian juga emang benar, kalo gue itu bukan siapa- siapa lo. Dan gue gak berhak mencampuri urusan lo!" ucap Laura tersenyum miris dan langsung melepaskan pelukannya.

"Bukan gitu Ra, dengerin penjelasan gue dulu." ucap Verrel memohon.

"Gak ada yang perlu dijelasin, mulai sekarang anggap aja kita gak saling kenal. Gue minta lo untuk pergi sekarang dari sini! Hiks."

Bukannya pergi, Verrel memeluk Laura kembali. Laura hanya pasrah dipelukannya.

"Maafin gue Ra, entah kenapa kalo gak ada lo di sisi gue, serasa ada yang kurang. Walaupun lo cuma sahabat gue, tapi gue selalu nyaman di dekat lo. Gue mohon maafin gue, gue sayang sama lo Ra."

'Iya gue tau lo sayang sama gue, tapi cuma sebagai sahabat kan? Gak lebih.' batin Laura tersenyum miris.

"Lo mau kan maafin gue?" tanya Verrel dengan melepaskan pelukannya dan langsung menatap dalam mata Laura.

"Gue bakal lakuin apa aja, asalkan lo mau maafin gue." ucap Verrel meyakinkan.

"Kalo gue minta lo untuk jauhi Sherly, lo bakal turutin?"

"Maksud lo?"

"Gue minta lo jauhi Sherly."

"Gak usah mulai, nanti berantem lagi." ucap Verrel. "Lagian kenapa sih lo minta gue untuk jauhi Sherly? Apa segitu bencinya lo sama dia?"

Laura membulatkan matanya.

"Gue benci sama dia? Iya! Gue benci sama dia! Lo tau? Lo pingsan karena kehujanan karena apa? Karena nungguin dia kan?!" bentak Laura.

"Lo tau dari mana? Kalo gue pingsan?"

Laura mengerutuk mulutnya sendiri, kenapa bisa keceplosan.

Menunggu Bintang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang