"Ada saatnya
kita menemukan pengganti yang lebih baik dari sebelumnya"
.
.
.
.Verrel melihat Laura terus memandanginya, langsung menarik Laura sehingga hidung mereka bersentuhan.
Laura membulatkan matanya terkejut.
"Emang aku seganteng apa sih? Sampai kamu ngelihatin aku kayak gitu?"
Verrel bangun dari tidurannya dan duduk di samping Laura.
"Jadi sebenarnya dari tadi kamu udah bangun?" tanya Laura menyipitkan matanya seraya menyelidik.
"Iya." ucap Verrel dengan cengirannya.
"Dasar nyebelin," gerutu Laura mencubit perut Verrel.
"Aw, sakit tau." ringis Verrel.
"Biarin, kamu sih ngeselin." gerutu Laura dengan memanyunkan bibirnya.
Verrel tertawa kecil.
"Gak usah ketawa, males ah aku sama kamu." gerutu Laura dengan wajahnya yang menggemaskan.
"Lucu banget sih," ucap Verrel mencubit kedua pipi Laura.
"Tau ah, pokoknya aku ngambek sama kamu."
"Jangan ngambek dong, nanti aku beliin es krim deh. Gimana?" bujuk Verrel menaikan sebelah alisnya.
"Serius?" seru Laura semangat.
"Tapi kalau udah sembuh," ucap Verrel menoel hidung Laura.
"Yah..." ucap Laura kecewa.
"Makanya kamu harus cepat sembuh."
Laura cemberut. Verrel menariknya sehingga Laura bersandar di dada bidangnya.
"Udah gak usah cemberut gitu, nanti jelek. Aku janji kalo kamu udah sembuh, aku bakal beliin kamu es krim yang banyak. Oke?" ucap Verrel mengecup keningnya.
"Janji ya? Aku mau beli yang banyak..." seru Laura semangat.
"Iya sayang,"
"Eh, nak Verrel sudah bangun." ucap Sinta tiba-tiba ada di sebelahnya.
Verrel hanya tersenyum.
"Tau gak sih, tadi tante disuruh ambilin selimut buat kamu. Kayaknya ada yang khawatir banget tuh," goda Sinta.
Pipi Laura bersemu merah.
"Sebenarnya aku udah tau tan," ucap Verrel terkekeh pelan.
"Oh gitu. Ya sudah, lebih baik kalian sarapan dulu sana. Udah mamah siapin di meja makan, mamah mau keluar dulu sebentar."
Mereka mengangguk paham.
"Jagain Ara ya, nak Verrel."
"Siap tan," ucap Verrel hormat.
Sinta beranjak pergi keluar.
"Kamu tunggu di sini aja ya, aku mau ngmbil makanannya dulu." ucap Verrel bangkit berdiri, lalu beranjak menuju dapur.
Tak lama Verrel kembali menghampirinya dengan membawakan nasi gorengnya.
"Aku suapin ya," ucap Verrel menyodorkannya ke mulut Laura dan ia langsung melahapnya.
Tiba- tiba Verrel mengikat rambut Laura asal. Laura mengernyit bingung.
"Biar gak gerah," ucap Verrel mengusap rambutnya.
"Ver aku capek, masa harus pakai kursi roda terus." gerutu Laura.
"Kamu gak boleh bicara seperti itu, ini demi kebaikan kamu juga."
"Tapi aku bosen, ajarin aku jalan ya." rengek Laura menarik lengan Verrel.
"Tapi kaki kamu masih sakit, jangan dipaksain." tolak Verrel.
"Aku udah sembuh kok, boleh kan?"
"Oke, tapi ada syaratnya."
"Apa?"
"Cium dulu," goda Verrel menunjuk pipinya.
"Ya udah iya, kalo gitu kamu tutup mata dulu dong."
"Oke," ucap Verrel sambil matanya.
"Cium tuh selimut," ucap Laura tertawa dengan menutupi kepala Verrel dengan selimut tadi.
Verrel membuka selimutnya, lalu menggerutu kesal.
Laura hanya meledeknya dengan memeletkan lidahnya.
"Ya udah, aku gak mau bantuin kamu."
"Gitu aja ngambek, ayolah bantuin aku, please." rengek Laura mengguncangkan tubuh Verrel.
Verrel hanya diam.
"Bantuin aku ya sayang,
"Hah? Ngomong apa tadi? Coba ulangin, aku gak dengar." goda Verrel.
"Gak ada siaran ulang,"
"Ya udah, aku gak mau bantuin kamu." ucap Verrel mengedikkan bahunya.
"Bantuin aku ya sayang." ucap Laura sambil menekan kata 'sayang'.
Verrel hanya terkekeh pelan, lalu mencubit pipi Laura.
"Ya udah ayok, aku bantuin kamu biar bisa jalan seperti semula." ucap Verrel dengan menarik lembut tangannya.
Laura mencoba berdiri dan akhirnya dia bisa berdiri.
"Coba gerakin kaki kamu pelan- pelan,"
Laura mencoba menggerakan kakinya dan berjalan pelan-pelan.
Brugh.
Laura terjatuh, untung saja Verrel dengan sigap menangkap tubuh Laura ke dekapannya.
"Hati- hati," ucap Verrel membantu Laura berdiri kembali.
"Maaf,"
"Ya udah, yuk coba lagi. Aku yakin kamu pasti bisa, semangat!" seru Verrel menyemangatinya, lalu menggenggam tangannya.
Laura pun mencoba jalan kembali, langkah demi langkah, akhirnya dia bisa melewatinya. Verrel mencoba melepaskan genggamannya, dan akhirnya Laura bisa berjalan seperti semula.
"Akhirnya aku bisa." sorak Laura dan langsung memeluk Verrel.
Verrel membalas pelukannya sambil mengusap punggung Laura. Namun tiba- tiba Laura melepaskan pelukannya.
"Yah...kok dilepas?" gerutu Verrel.
"Modus mulu," ucap Laura terkekeh.
Verrel langsung menarik tubuh Laura kembali ke dalam pelukannya.
"Jangan dilepas, aku lebih nyaman seperti ini."
Laura terkekeh pelan, lalu membalas pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menunggu Bintang Jatuh
Teen Fiction[ TAMAT ] Aku berharap suatu saat nanti kamu akan membalas perasaanku. Menunggumu sama halnya dengan menunggu bintang jatuh. Bisa terjadi ataupun tidak sama sekali.