"Silahkan duduk, tuan putri." ucap Verrel menarik tangan Laura lembut.
"Gimana?"
"Indah," seru Laura melihat pemandangan di sekelilingnya.
"Kamu tau kafe ini dari mana?"
"Kepo," ucap Verrel terkekeh.
Laura hanya memanyunkan bibirnya.
"Aku ada sesuatu buat kamu."
"Oh ya? Apa tuh?" tanya Laura penasaran.
"Tapi kamu harus tutup mata dulu dong."
"Kenapa harus tutup mata?" tanya Laura menyipitkan matanya seperti menyelidiki.
"Biar suprise."
"Jangan macem- macem ya!" ucap Laura sambil menutup matanya.
"Iya, hitungan ketiga, kamu buka mata kamu. Paham?"
Laura mengangguk paham. Verrel pun mengeluarkan kotak yang berisi cincin.
"1, 2--" ucap Verrel menggantungkan omongannya. "3,"
Laura pun membuka matanya.
"Ini apaan?" ucap Laura mengerutkan dahinya.
"Ini cincin, masa kamu gak tau," ucap Verrel terkekeh.
"Iya aku tau itu cincin, tapi maksudnya apa?"
"Maksud aku--" ucap Verrel menggantungkan ucapannya.
Laura menatap Verrel serius.
"Aku mau melamar kamu, di depan semua orang." ucap Verrel tersenyum.
Laura mengernyit bingung sambil melihat sekelilingnya. Tiba-tiba di sana sudah ramai, kedua orang tua Verrel dan dirinya ada di sini.
"Mamah?"
Sinta hanya terkekeh.
"Kok mamah ada di sini? Jadi mamah udah tau rencana ini?" tanya Laura memicingkan matanya.
Sinta hanya mengangguk lalu tersenyum.
"Ih, kenapa gak bilang?" gerutu Laura mengerucutkan bibirnya.
"Udah gak ngambek. Apa kamu bersedia tunangan sama aku?" tanya Verrel berjongkok di hadapannya.
"Hm, gimana ya?" goda Laura.
"Pasti mau dong," ucap Verrel dengan nada sombongnya.
"Siapa bilang? Huh ge-er dasar," ucap Laura terkekeh.
"Gak ada penolakan,"
"Dih, pemaksaan."
"Aku tanya sekali lagi. Laura Oktavani, apakah kamu bersedia tunangan sama Verrel Sanjaya? Lalu jika kita sudah cukup umur maka kita akan menikah?" tanya Verrel sambil mencium punggung tangannya.
"Iya aku mau."
Verrel langsung membawa tubuh Laura ke dalam dekapannya.
"Makasih sayang," ucap Verrel mengusap punggung Laura.
Laura mengangguk di balik dada bidang Verrel.
Semua yang ada di sana bertepuk tangan bahagia.
"Selamat ya, sayang." ucap Maya dan Sanjaya.
"Selamat ya sayang dan mantuku." ucap Sinta tersenyum.
"Selamat ya, bro." ucap Rama.
"Selamat ya Ra, Ver." sorak Raisha.
"Makasih semua," ucap mereka berdua.
"I love you," bisik Verrel mengecup puncak kepala Laura.
"I love you too," ucap Laura samar-samar tetapi masih bisa di dengar Verrel.
Mereka melepaskan pelukannya.
"Ra," panggil Verrel.
Laura menoleh. Verrel berjongkok di hadapannya dengan menggenggam tangannya lembut.
"Apakah tuan putri mau berdansa dengan pangeran?" tanya Verrel tersenyum manis.
"Hm, tapi aku gak bisa dansa." bisik Laura pelan.
"Tidak masalah, biar saya yang mengajarkan anda." ucap Verrel bangkit berdiri.
"Mari tuan putri."
Laura hanya mengangguk.
"Jadi anda harus menggenggam tangan saya, dan tuan putri ikuti langkah saya."
"Ih Ver gak usah pake bahasa formal gitu. Jijik tau dengarnya," ucap Laura terkekeh pelan.
"Iya sayang," ucap Verrel lembut.
Verrel langsung memeluk pinggang Laura dan Laura mengalungkan kedua tangannya ke leher Verrel, sehingga hidung mereka bersentuhan.Mereka bertatapan dan mereka pun berdansa.
"Romantis banget sih mereka berdua."
"Iya may, anak kita berdua cocok banget." ucap Sinta ikut nimbrung.
Mereka semua pada bersiul bangga ke arah Verrel dan Laura.
"Verrel, aku malu dilihatin semua orang." bisik Laura.
"Biarin. Supaya mereka semua tau, kalo kamu cuma milik aku." bisik Verrel lembut.
Blush.
Pipi Laura tambah memerah.
🌹🌹🌹
"Jangan lupa diminum obatnya," ucap Verrel mengecup puncak kepala Laura.
Laura hanya tersenyum.
"Ya udah, aku pulang ya." ucap Verrel tersenyum lembut.
"Hati-hati ya,"
Tiba- tiba Laura berjinjit.
Cup
Laura mencium pipi Verrel.
Verrel terkejut, ia ingin mengatakan sesuatu namun Laura sudah berlari terlebih dahulu masuk ke dalam rumahnya. Verrel hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah tunangannya yang menggemaskan.
"Untung sayang." gumam Verrel terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menunggu Bintang Jatuh
أدب المراهقين[ TAMAT ] Aku berharap suatu saat nanti kamu akan membalas perasaanku. Menunggumu sama halnya dengan menunggu bintang jatuh. Bisa terjadi ataupun tidak sama sekali.