Patah Hati

848 42 3
                                    

Anti mematung setelah mendengar apa yang dikatakan Angga. Pikirannya kacau, bayangnya ke mana-mana, Anti hampir tidak percaya.

Bayangan ketika Rizki ke rumahnya dan Anti ingin meminjam ponselnya, ketika di kantin Anti juga ingin meminjam ponselnya, akhir-akhir ini Rizki tidak ada kabar, melupakan janjinya untuk pergi ke kedai es krim.

Semuanya terbayang begitu jelas, kaget, hatinya hancur, matanya kini perih, air bening itu sudah menumpuk di pelupuk matanya, jika Anti berkedip sedikit pun air bening itu akan menetes.

Seraya sudah tidak sanggup menahannya, air mata itu menetes perlahan, membasahi pipi mulusnya, hidungnya sudah terlihat sedikit kemerahan menahan tangis.

Tidak ada isak tangis, hanya air mata yang terus menerus mengalir. Kini matanya terasa perih, sangat perih begitu pun dengan hatinya.

Ingin rasanya Anti membaringkan tubuhnya yang sudah lemas hampir tak berdaya ini, jatuhnya kantong plastik berisikan novel yang sejak tadi ia genggam.

Angga yang melihat Anti seperti itu pun bingung. Mungkinkah ia salah bicara? Atau Angga telah menginjak kaki Anti sehingga cewek itu menangis tersedu-sedu? Angga melirik kakinya yang sedikit berjarak dengan Anti namun tidak menginjak gadis itu.

Lalu ada apa dengan Anti? Angga heran, ia bingung tidak tahu harus apa. Apa yang dikatakannya salah? Atau memang Anti yang sensitif mendengar omongannya tersebut? Angga diam.

Otaknya berfikir keras memikirkan apa yang akan ia lakukan. Ia tak tega melihat gadis itu terus mengeluarkan air matanya, diambilnya kantong plastik yang jatuh lepas dari genggaman Anti.

Angga sangat panik. Ia takut bila nanti orang-orang melihatnya akan mengira bahwa Angga telah menyakiti gadis tersebut hingga menangis.

Dengan gerakan pelan dan lembut Angga merangkul Anti, membawanya ke parkiran motor.

Di sela-sela perjalanannya, Anti masih bungkam tak ingin membuka pembicaraan. Otaknya masih terus berfikir tentang kejadian yang menimpanya saat ini. Hatinya yang sejak tadi terasa teriris silet kini merasa lebih tajam irisan itu.

Anti memeluk Angga erat. Angga yang dipeluk pun sontak kaget dengan sikap Anti yang tiba-tiba. Namun dibiarkannya gadis itu memeluknya, Angga tak ingin mengganggunya.

"Gue nggak mau pulang Angga!" bentak Anti diiringi isak tangisnya.

Angga sempat heran, namun ia tak mau mengambil pusing. Angga menurut, mengangguk sekali pertanda Angga menjawab ucapan Anti barusan.

Kini mereka telah sampai di depan rumah megah, dengan pepohonan dan bunga-bunga segar di halaman tersebut. Terdapat sebuah kolam ikan dengan tembok air terjun mini di belakangnya. Angga memasuki motornya ke lahan parkir yang tersedia di rumah tersebut. Anti sudah melepaskan pelukannya sejak tadi. Ia kaget melihat rumah sebesar ini.

'Wow!' Takjub Anti.

Anti terus melihat sekeliling rumah itu. Ada berbagai macam burung dengan sangkar yang sangat indah. Terdapat tempat bersantai dengan meja yang terbuat dari kayu pepohonan.

"Hm, turun!" pintah Angga.

Anti tersadar dari aktivitas memuji rumah Angga.

"I-iya."

***

"Ini rumah siapa?" tanya Anti polos.

"Rumah pembantu gue," jawab Angga asal.

"Wah keren! Kalah gue sama pembantu lo!" Ujar Anti polos sepolos polosnya orang polos.

Angga berdecak pelan. Ingin rasanya Angga memeras otak gadis itu. Mana mungkin rumah pembantu semewah ini? Ada-ada saja.

SAHABAT KEKASIHKU [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang