🍁3. Bukan Bagian Kita Lagi

287 38 8
                                    

Ketika logika berbicara. Bahwa kamu berbeda. Kenapa harus ada penghalang yang terang-terangan mengatakan bahwa kamu itu "sama"?.

-Ralik Hesa Daneswara

***
Selama di perjalanan, Sean tak mau membuka suaranya. Kyren sempat melirik, mata pria itu menyiratkan kemarahan yang mendalam. Tapi setelah di pikir-pikir kenapa pria itu yang harus marah? Bukannya dia yang memukul Ralik tanpa sebab?

Tiba-tiba Sean menepikan mobilnya. Pria itu menatap Kyren lekat, kemudian ia gelisah sendiri. Sean mengacak rambutnya frustasi, "kenapa harus dia, Ren?"


Kyren tak tahu menahu, ia justru sangat bingung harus menjawab apa.

"Gue harus gimana?" Tanya Sean entah tertuju untuk siapa. Kepalanya menunduk, Kyren tak mengerti apa yang terjadi dengan Sean. Tadi pria ini terlihat marah dan enggan berbicara, tapi sekarang apa?

Sebelum nya Kyren juga tak menyangka Sean akan berlaku seperti tadi, entah apa hubungan mereka sebelumnya. Tapi Kyren yakin, ada sesuatu yang sudah terjadi di antara mereka berdua.

Kyren menatap Sean dalam, "Gue gak tau apa masalah lo sama Ralik. Tapi yang lo lakuin tadi, hanya memperbesar masalah."


Sean menoleh, ia membalas tatapan Kyren. "Lo gak tau apa-apa."

"Dia gak salah, Yan. Tadi, dia cuma mau ngomong sama gue."

Sean langsung membuang muka, ia menghapus air mata nya yang tak di sadari sudah jatuh.

Kyren memegang pipi Sean, dan memaksa pria itu untuk menatapnya. "L--lo nangis?" Kyren terkejut bukan main. "Tolong jelasin ke gue, jangan buat gue semakin merasa bersalah gini."

Sean menurunkan tangan Kyren dari wajah nya. "Salah besar kalau lo kenal dia, Ren." Sean kembali menatap depan, tatapan nya kosong seolah sedang memikirkan hal lain. "Dan harusnya gue yang di pukul. Bukan dia."

Sean menghembuskan nafasnya kasar, "kenapa hanya karna wanita, gue selalu menghancurkan persahabatan?"

Seperti tertusuk pisau, Sean merasa hati nya sakit, "Gue benci dia, Ren. Gue benci Ralik. Disaat gue dengan bebas meluapkan kemarahan gue, dia gak pernah niat untuk membalas. Dia tahan emosi nya dalam-dalam. Gue harus gimana, Ren?

Kyren hanya mendengarkan Sean, ia sangat merasa bersalah sekaligus bertanya-tanya. Tapi, dia tetap membiarkan Sean mengeluarkan perasaannya.

"Dia bersikap seolah gue masih pantas untuk di anggap sahabat." Sean tertunduk, tangan nya dingin, hati nya berdebar tak karuan, ia kembali mengingat kejadian itu.

Mengapa dia bisa setega itu?

Sean beralih menatap Kyren, mata nya sayu dan basah, lagi-lagi pria ini meneteskan air mata. Sean menggenggam tangan Kyren, suara nya terasa berat dan serak. "Jauhin dia, Ren."

"Dia gak boleh tersakiti lagi."

***
Hari hampir gelap, Ralik masih berada di sekolah. Sebagai pria yang menepati janji, ia harus rela melakukan semua ini.

RALIK (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang