Ralik Hesa Daneswara

576 75 43
                                    

Kiran-sang mama, mengetuk pintu kamar anak nya berkali-kali. Hari sudah hampir terang, harus nya Ralik sudah bangun dan bersiap-siap sekolah. Tapi nyatanya, nihil.

Kiran sudah menunggu sedari tadi, bahkan ia sempat menyelesaikan sarapan untuk anak dan suaminya.

Tapi tetap saja, tidak ada tanda-tanda bahwa Ralik akan keluar dari kamar.

"RALIIIKKKKK . . .!!!!" Teriak Kiran yang entah sudah keberapa kali. Tangan nya tak kunjung berhenti mengetuk pintu, agar anak nya itu segera bangun.

Tapi tetap saja tak berpengaruh sedikit pun. Tak lama kemudian Aram datang, sambil memasang dasi. "Kenapa sayang?"

Kiran kaget, ia kemudian berbalik lalu memukul bahu suaminya itu. "Ih, kamu ini bikin kaget saja."

Aram terkekeh, "iya, maaf."

Kemudian Aram duduk di meja makan, ia merasa hari ini sangat sepi sekali. Tapi ia tidak tahu apa penyebab nya.

Oh iya, tidak ada Ralik disini.

"Ma, Ralik dimana?" Tanya Aram ingin tahu.

Kiran melipat tangan nya di depan dada, "cek aja sendiri. Dia masih berkhayal dengan mimpi-mimpi nya mungkin."

Aram terkejut, ia segera bangkit dari kursi nya. "Dia belum bangun?" Kiran menggeleng.

Aram segera mengetuk pintu kamar Ralik lagi. "Ralikkkkk!!!" Panggil nya tegas. Suara nya terdengar berat dan menakutkan.

Tidak tahu entah karena faktor apa, Ralik langsung membuka pintu kamar. Ketika mendengar suara sang ayah, Ralik tak berani dan tanpa sadar ia segera beranjak dari kasur yang sangat nyaman baginya pagi ini.

Ralik cengengesan melihat wajah Aram-ayahnya, sedangkan Aram sudah memasang wajah Galak nya. "Cepat mandi, 5 menit lagi harus sudah siap."

Ralik pontang-panting menuju kamar mandi. Tak tahu harus bagaimana lagi. Yang penting, inti dari semua ini ia harus selesai dalam 5 menit.

Sial!

***
Kini Ralik sudah selesai dengan ritual paginya, berbalut seragam SMA yang tampak sedikit kacau ditubuhnya. Namun tak meninggalkan kesan kagum atas wajah tampannya.

Dengan langkah cepat ia mengambil kunci mobil Jazz yang terletak di atas meja belajar. Dan tak lupa juga ia mengambil sepotong roti yang telah di oles selai coklat di bagian dalamnya.

"Fhafha mhana?" tanya Ralik dengan roti yang menggumpal di mulutnya.

"Udah pergi waktu kamu masih mandi tadi," jawab Kiran.

Ralik menelan roti nya, lalu kembali bertanya. "Loh, enggak sarapan dulu?"

"Enggak, katanya enggak mood."

Mampus.

Siap-siap uang saku akan berkurang kalau sudah begini. Karna ayah nya itu, jika sudah marah tidak bisa di anggap sepele.

Ralik masih mematung.

Kiran menepuk pundak nya, "kok masih bengong? Sudah jam berapa ini, Cepat berangkat sekolah Ralikk!"

"E--eh i--iya ma."

"Ya sudah Ralik pergi ya ma, Assalamu'alaikum." Ralik mencium tangan mama nya, lalu segera pergi ke sekolah.

***
Ralik mempercepat langkah nya setelah selesai memarkirkan mobil di area belakang sekolah, yaitu tempat yang digunakan siswa untuk memarkirkan kendaraan khusus berjenis roda empat.

"Mampus gue," batin Ralik. Ia tampak cemas ketika melihat pagar yang sudah tertutup sempurna.

"Pak," panggilnya pada satpam yang tengah berdiri di dekat pagar.

RALIK (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang