Yang Sesungguhnya

9.9K 1.4K 110
                                    

Taeyong menendarai mobilnya dengan kecepatan sedang namun lama kelamaan ia enggan menekan pedal gasnya, entah kenapa saat ini ia merasa kurang fokus dalam menyetir hingga beberapa kali hampir menabrak mobil di depannya.

"Hyung! Hyung tidak apa-apa?" Tanya Ten khawatir.

Taeyong menggeleng lalu segera menepikan mobilnya, napas Taeyong memberat dan tatapan matanya semakin meredup.


Brakk..


Ten tersentak kaget saat Taeyong memukul roda stir dengan kasar.
"Hyung kenapa?"

Taeyong lagi-lagi menggeleng lalu menelungkupkan wajahnya di antara lipatan tangan dan stir mobil.

"Hyung." Panggil Ten lembut.

Taeyong menarik napas panjang lalu menghembuskannya berat.
"Tiba-tiba saja aku teringat Luhan hyung."

Ten segera membawa Taeyong kedalam pelukanya dan menenangkan sang alpha. Taeyong tidak mengerti kenapa hatinya terasa begitu gundah hari ini padahal Ten ada di sampingnya dalam keadaan baik-baik saja.

"Hyung dengar, semua akan baik-baik saja karena aku tidak akan pergi meninggalkan mu."

"Aku percaya Ten, tapi aku takut jika kedua tangan ku yang akan melukai kalian seperti aku yang membunuh Luhan hyung dan membuat Haowen kehilangan ibunya." Ucap Taeyong serak.

Ten menepuk lembut punggung Taeyong. "Hyung adalah calon ayah yang baik jadi semua bayangan buruk itu tidak mungkin terjadi."

Taeyong mengangguk pelan, ia terdiam sejenak sebelum melepaskan pelukan Ten.
"Terima kasih, aku merasa sedikit lebih baik." Ucap Taeyong lembut.

Ten mengangguk dan ia memajukan tubuhnya untuk mengecup kening Taeyong.
"Ayo pulang."

Taeyong mengangguk pelan lalu segera melajukan mobilnya menuju apartement mereka, walau Taeyong mengatakan ia merasa lebih baik tapi hatinya masih diliputi ketakutan.

"Oh iya Ten."

"Hmm?"

"Aku hanya dapat mengantar mu hingga lobi."

"Iya tidak apa-apa, tapi kemana hyung akan pergi?"

"Yuta mengirimi ku pesan untuk datang ke kampus, kau tahukan aku akan melakukan demo besar-besaran untuk terakhir kalinya sebelum aku lengser dari jabatan presiden."

"Ah ya! Kemarin Doyoung sempat bercerita jika kalian akan menuntut pemecatan presiden Park Jungsoo."

Taeyong terkekeh, "Benar sekali, ia terlalu jahat untuk menjadi presiden. Ah! Doyoung! Sayang sekali dia sedang hamil muda padahal aku membutuhkan mulut cerewetnya untuk membantu ku berorasi."

Ten tertawa mendengar keluhan Taeyong yang tidak penting hingga tanpa sadar mereka telah tiba di depan gedung apartement. Padahal Ten masih ingin mendengarkan cerita-cerita kehidupan kampus orang terkasihnya yang sebentar lagi akan lulus.

Ten segera melepaskan sabuk pengamannya dan membuka pintu.
"Hyung hati-hati di jalan dan jangan pulang larut malam. Oh! Jangan lupa juga tentang pertemuan dengan kolega ayah malam nanti."

Taeyong mengangguk. "Baik nyonya, aku akan pulang sebelum makan malam dan melakukan semua tugas ku."

Ten tersenyum saat mendapat ciuman singkat dari Taeyong sebelum keluar dari mobil dibantu dua orang staff untuk membawakan belanjaan Ten.

Taeyong terdiam sejenak hingga ia memanggil Ten.
"Ten! Aku berpikir untuk membatalkan rapat ku dengan Yuta."

Ten menyerit. "Kenapa?"

"Aku tidak bisa meninggalkan mu."

Ten menghela napas. "Hyung aku baik-baik saja, pergilah dan selesaikan tugas terakhir mu, lagipula ini tujuan mu ikut organisasi kan?"

Begin - TaeTenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang