Cover by @sulispark
Jung Ji-Mi mencintai Kim Jong-Woon tapi enggan mengakui; melainkan dengan jutaan kalimat penuh caci-maki. Dan Kim Jong-Woon mencintai Ji-Mi sepenuh hati, yang dia tunjukkan dengan hal-hal aneh--setengah waras dan setengah tidak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ji-Mi tahu laki-laki itu tampan. Dengan apapun warna rambutnya. Tapi gadis itu tidak bisa mengabaikan sekaligus menerima dampak dari warna rambut Jong-Woon yang mirip rambut jagung itu pada kesehatan jantungnya. Dia masih harus hidup, untuk mencintai laki-laki itu. Jadi yang bisa dia lakukan sekarang cuma mengejek Jong-Woon, agar laki-laki itu bersedia mengubah warna rambutnya sesegera mungkin.
Jong-Woon dengan warna rambutnya yang sekarang... terlalu... keterlaluan. Keterlaluan tampan. Hingga Ji-Mi terlalu muak karenanya.
Bukan pada Jong-Woon. Tapi pada pesona laki-laki itu yang harus dibagi dengan sangat sialan tampan untuk gadis-gadis lain di luar sana.
Ji-Mi kadang memikirkan cara untuk membuat Jong-Woon berhenti tebar pesona seperti itu.
Seperti sekarang. Dengan sangat tidak berperikemanusiaan laki-laki itu mengunggah potretnya untuk musikal terbarunya, dan di sana dia tampak... sangat... luar biasa.
Dan, kenapa pula nama tokohnya harus Oliver? Demi Tuhan, Oliver!
Oliver adalah salah satu karakter favorit Ji-Mi. Oke. Yang itu namanya Oliver Barret, dalam novel Love Story karangan Erich Segal.
Tapi kenapa? Kenapa si Kim Jong-Woon yang dia cintai harus memakai nama dari salah satu laki-laki impiannya?
Ji-Mi to Jong-Woon
Hai, Oliver. Kau tampan. Tapi aku belum jatuh cinta padamu. Tidak tahu kalau rambutmu hitam lagi.
Ji-Mi tersenyum miring, setelah mengirim pesan pada Jong-Woon yang disisipi foto laki-laki itu.
Gadis yang hari ini memakai topi dan baru kembali dari jalan-jalan santai malamnya itu menunggu balasan, berharap laki-laki itu akan uring-uringan dan merajuk. Tapi sepuluh menit dia menunggu, dan balasan dari Jong-Woon tak kunjung ia terima.
"Wah, Oliver, sekarang kau berani mengabaikan pesanku, ya?" Katanya, bermonolog, seiring matanya menuding tidak percaya pada ponsel.
Ji-Mi ingin mengirim pesan lagi pada Jong-Woon, saat ponselnya berpindah tangan dalam sekejap. Ji-Mi menoleh cepat, mendapati Jong-Woon dan rambut kuningnya sedang tersenyum tolol dan menjulurkan tangan ke atas, tak memberi kesempatan pada Ji-Mi untuk merebut.
"Apa?! Kembalikan ponselku, Brengsek!" Sengak Ji-Mi, lalu dia bangkit dari duduknya, berusaha menyejajari tinggi badan Jong-Woon dengan berjinjit hingga sepatu kets-nya menekuk. Dia meraih-raih udara, sekuat mungkin menjangkau tangan Jong-Woon yang semakin dia berusaha dia raih, semakin dijauhkan dari jangkauannya.
"Jangan kekanakkan, Kim Jong-Woon! Atau aku tak mau menemuimu lagi selamanya!" Ji-Mi nyaris berteriak, membuat tawa Jong-Woon meledak.
Berpikir bahwa Jong-Woon tak akan menyerah untuk mengganggunya, Ji-Mi naik ke atas bangku kayu yang tadi dia duduki, dan dalam dua detik yang singkat, usahanya membuahkan hasil. Ponselnya kini dalam genggaman, lantas dia turun untuk kemudian mengejek Jong-Woon dengan juluran lidah dan tatapan mata yang malah membuat tawa Jong-Woon terhenti seketika.
Laki-laki itu balik menatap tajam Ji-Mi, mengurungkan niat gadis itu yang semula akan menyemburkan jutaan caci maki pada Jong-Woon.
"Hei, masih menganggap aku jelek dengan rambut ini?"
Jong-Woon bertanya, tapi Ji-Mi malah dibuat kelu. Demi apapun, Ji-Mi ingin berteriak, mengatakan kalau Jong-Woon sangat-amat-super-duper tampan. Dia ingin menyelamatkan jantungnya, tapi harga dirinya tak kalah penting untuk dilindungi. Jadi dia hanya bisa tergugu, dan kaki kanannya secara konstan malah mundur selangkah, tak kuasa menerima tatapan sialan tajam dan tampan itu.
Saat tungkai sebelah kirinya mengikuti kaki kanannya mundur, Ji-Mi sadar laki-laki itu makin mendekat, tersenyum miring menggodanya.
Apa ini? Ji-Mi ingin menyalahkan sang penulis. Kenapa karakter Kim Jong-Woon kesayangannya menjadi mirip karakter ikemen Jepang yang pasaran dan mesum dan brengsek dan dengan sialan malah meluluhkan hati para gadis pemburu kisah cinta romantis? Brengsek. Brengsek.
"Ka-kapan kau datang?" Ji-Mi harap itu akan membuat suasana berubah. Tapi Jong-Woon malah kian merangsek maju, perlahan, dan dengan tatapan yang makin sialan. "hei, harusnya kau bilang kalau mau datang. Kau tidak sibuk memangnya? Kau kan baru sa--"
Ucapannya terhenti. Jantungnya berhenti memompa. Napasnya tertahan. Atensi jelaga itu mengunci matanya. Tangan seputih salju milik Jong-Woon menahan pergelengan tangannya, dan tubuh Jong-Woon yang terbalut jaket denim serta dalaman kaus putih kini... menindih tubuh Ji-Mi di atas kursi kayu panjang yang tadi dia naiki.
Ji-Mi bahkan tidak ingat kapan laki-laki itu bergerak dan... dan menerjang tubuhnya sampai dia sudah dalam posisi ini. Posisi yang membahayakan dan tidak menguntungkan.
"Ki-Kim Jong-Woon, apa yang kau... lakukan?"
"Berusaha mengobati diriku."
"A-apa?" Kedua mata Ji-Mi mengerjap.
"Aku lelah dan rindu padamu."
"Ja-jangan begini, Bodoh. Aku kesulitan bernapas." Pesonamu itu berbahaya!
Satu kecupan terasa di pipi Ji-Mi, menciptakan rona kemerahan yang menjalar setelahnya, menyebarkan aliran darah yang menghangat di sana.
"Menyingkir, Kim. Atau aku..."
"Aku akan menyingkir setelah melakukan ini."
Dan satu kecupan lagi di bibirnya. Kali ini lebih lama, lima detik.
Lima detik. Dan Oliver melepaskannya. Lalu tanpa permisi melenggang pergi, dengan tawa meledak, dengan meninggalkan Ji-Mi dan jantungnya yang menghentak-hentak.
Sialan. Brengsek. Kim Jong-Woon. Oliver keparat itu harus segera pergi! Kenapa Jong-Woon sering bertingkah aneh setelah memakai warna rambut mencolok mata itu?!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.