"Hujan ..."
Aku memperhatikan tangan gadis itu yang memainkan setiap tetes air hujan, seolah itu adalah hal paling menarik di sini. Dia menadahkan tangan, sesekali mencipratkan air hingga beberapa tetesnya mengenai pipiku; membuatku tak kuasa menahan senyum. Aku melihatnya mengembuskan napas bosan, mengerucutkan bibir lucu lalu membuatku tersentak karena matanya yang tiba-tiba mengarah ke arahku.
Matanya menyipit, dan dia berkata, "Aku suka hujan kalau aku membawa payung. Tapi, sekarang aku tak membawanya. Hei ... kau bawa payung?" dan dia kembali mendesah kecewa ketika aku menggeleng polos--tangannya masih memainkan air hujan itu, ugh, dia seperti anak kecil yang suka bermain air.
Sekarang matanya membentuk segaris dengan kedua sudut bibirnya terangkat sempurna. Dia ... Punya keahlian mengubah ekspresi wajah dengan kecepatan yang mengerikan. Meski aku cuma bisa melihatnya dari arah samping, aku tahu bahwa kini wajahnya sedang tampak begitu cantik. Aku bahkan sedikit takut, kalau-kalau dia menyadari bahwa entah sejak kapan aku memperhatikannya dengan saksama, dengan terang-terangan, dan seakan tak mau berpaling.
Beberapa detik, aku mengalihkan pandangan ke arah orang-orang yang tengah berlarian di antara ribuan, ah, jutaan tetes air yang tumpah ruah dari langit itu. Ini penting kulakukan agar efek senyuman gadis itu pada kinerja tubuhku lekas menghilang. Aku bergidik, membayangkan betapa dinginnya tetesan-tetesan itu menyentuh setiap inci kulitku. Demi Tuhan, bahkan, aku nyaris menggigil di sini. Aku tidak sanggup membayangkan keadaanku jika harus menerobos hujan seperti yang mereka lakukan.
"Kau suka hujan?" Aku menoleh ketika Jung Ji Mi--gadis di sampingku--kembali melontarkan pertanyaan.
Aku tersenyum sekilas sebelum menjawab, dengan tangan yang tenggelam di saku jaket, "Tentu," kemudian gadis itu tersenyum, jenis senyuman yang bisa membuat sekujur tubuhmu menghangat seketika meski tetesan air hujan membasahi kulitmu, beserta pakaianmu.
"Biasanya, laki-laki tidak menyukai hujan, kau tahu?" katanya sembari menyilangkan tangan di depan dada. Alisnya naik sebelah, sesuatu yang khas dari dirinya. Tatapannya terfokus padaku, membuat jantungku memberontak meminta keluar dari tempatnya.
"I-itu..."
Alisnya terangkat sebelah tepat ketika aku menggaruk tengkuk yang mendadak gatal. "Ya, Kim Jong-Woon-ssi?
"Aku lebih menyukaimu daripada menyukai hujan. Satu persen aku menyukai hujan, dan sisanya, aku menyukaimu."
Dan gadis itu hanya menautkan alis, barangkali heran dengan ucapanku.
Dengan senyum yang perlahan mengukir di bibir, aku berlari pelan, menjaga agar aku tidak terpeleset konyol di tengah hujan yang terdengar mengetuk-ngetuk ujung topi yang kukenakan. Hujannya deras, aku tahu aku seharusnya kedinginan; tapi rasanya darahku terlalu berdesir hingga seluruh tubuhku malah terasa hangat.Rupanya, aku mampu menerobos hujan, demi menyelamatkan mukaku karena akhirnya aku berani mengakui perasaanku setelah sekian lama. Ha. Bodoh sekali kau, Kim Jong-Woon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Tales
FanfictionCover by @sulispark Jung Ji-Mi mencintai Kim Jong-Woon tapi enggan mengakui; melainkan dengan jutaan kalimat penuh caci-maki. Dan Kim Jong-Woon mencintai Ji-Mi sepenuh hati, yang dia tunjukkan dengan hal-hal aneh--setengah waras dan setengah tidak...