Aku pacar yang egois, 'kan?
Tidak. Kau realistis. Cemburu itu realistis.
.
.
.Aku tidak ambil pusing dengan mata Jong-Woon yang terus memperhatikanku. Tolong jangan bayangkan dia menatapku penuh cinta, seperti dia menatap model video musik terbarunya. Laki-laki di depanku, Kim Jong-Woon, yang memakai masker hitam dan cuma memperlihatkan mata kecilnya itu; sekarang menghunjamku dengan pandangan mengawasi. Seakan aku ini bocah TK yang sudah mengacak-acak meja kerja gurunya.
"Kau tidak boleh makan semua itu. Terlalu banyak," katanya, suaranya sedikit teredam karena masker. Lima belas menit berlalu, akhirnya dia bisa bicara. Akhirnya, setelah duduk diam selama itu, dia membuka mulut. "Dan kenapa kau pakai baju tipis itu? Udaranya sedang gila, Mi~ya."
Makanan di depanku menjadi objek pelarian. Kuacak-acak mereka dengan sendok dan garpu, memasukkannya ke mulut dalam ukuran besar, mengunyah sampai pipiku mengembung.
Ada saat di mana aku merasa seperti ini. Ada saat di mana aku tidak bisa mendengarkan dengan baik kalimat Jong-Woon. Ada saat di mana ... aku sendiri tidak paham kenapa aku marah kepadanya. Padahal dia tidak melakukan kesalahan apapun. Aku mau diam saja.
Aku hanya ingin mengabaikannya. Bukankah manusia seperti itu? Kita kadang tidak bisa menunjukkan apa yang sedang kita rasakan. Sesuatu yang asing di dalam diri kita memaksa untuk tetap diam. Padahal itu membuat kita lelah. Padahal itu ... makin membuat sesak. Aku ingin bicara ... tapi tidak kuasa.
Pada akhirnya, aku balik menatapnya. Jenis tatapan malas yang bakal membuat orang lain sakit hati melihatnya. "Jangan pedulikan aku. Makan saja pastamu sendiri," aku menggumam setelah menelan makananku dengan paksa. Ya ampun. Bahkan kerongkonganku terasa sulit untuk menelan.
"Jangan pedulikan aku, oke?" Aku berusaha terlihat manis."Makananmu terlalu banyak, Jung Ji-Mi. Perutmu bisa sakit," Jong-Woon masih mencoba sabar. Tatapan itu berubah menjadi sesuatu yang selalu berhasil membuatku goyah. Aku tidak sekuat itu untuk berpura-pura marah kepadanya. Rupanya, tatapannya masih menjadi kelemahan terbesarku.
Tapi sesuatu yang asing itu masih menguasai diriku. Kemarahan aneh yang ingin aku tunjukkan kepada Jong-Woon entah karena apa. Aku ... tidak mengerti.
"Apa pedulimu?!" Ya Tuhan. Apa yang sudah kukatakan barusan? Aku diam. Terkejut sendiri mendengar kalimat itu. Jong-Woon diam; sama terkejutnya. Garpu yang kugenggam jatuh tanpa kuasa di atas meja; memecah hening di antara kami.
Pandangannya kembali berubah. Ada kilat terluka melintas di sepasang bola jelaganya. "Apa peduliku, katamu?"
"Iya. Apa pedulimu?" Aku menelan ludah. Lalu menghela napas kasar, menghindari tatapan matanya yang masih terpancang ke arahku tanpa ampun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Tales
FanficCover by @sulispark Jung Ji-Mi mencintai Kim Jong-Woon tapi enggan mengakui; melainkan dengan jutaan kalimat penuh caci-maki. Dan Kim Jong-Woon mencintai Ji-Mi sepenuh hati, yang dia tunjukkan dengan hal-hal aneh--setengah waras dan setengah tidak...