For the First Time

108 10 2
                                    

For the First Time

Kalau ada yang penasaran bagaimana ceritanya aku jatuh cinta kepada Jung Ji-Mi, dengan senang hati akan kujelaskan secara rinci.

Itu adalah pertemuan paling klise yang mungkin akan kalian temui di banyak drama atau film. Tapi aku tidak peduli. Sebab bagaimanapun cara kami bertemu, betapapun klisenya, aku tetap bersyukur bisa dipertemukan dengan Ji-Mi.

Orang bilang pertemuan pertama dalam sebuah kisah cinta biasanya terjadi karena kebetulan. Tapi sepertinya tidak dengan kisah kami.

Aku masih ingat dengan jelas. Waktu itu aku masih menjadi trainee di agensiku; gaya rambutku masih aneh, kulitku masih belum tersentuh perawatan, dan mukaku masih kelihatan seperti bocah kampung. Jangan tertawa. Itu kenyataannya.

Sering kali aku pulang dengan bus untuk menuju stasiun kereta bawah tanah. Biasanya, aku pulang saat hari sudah gelap. Pukul delapan, atau sembilan.

Itu adalah musim dingin. Dan salju sedang turun cukup lebat. Udara menusuk tulang. Bahkan kalau kalian membawa minuman, bisa saja secara perlahan, minuman kalian mengkristal. Uap mengepul dari mulut bahkan ketika yang kulakukan hanya bernapas. Mantel tebal di mana-mana. Aku pun sama; bahkan aku mengenakan empat lapis pakaian saking tidak kuatnya menahan dingin.

Orang-orang tidak terlalu banyak ke luar. Bus juga cukup sepi. Hanya ada aku dan empat penumpang lain di dalam bus. Saat bus berhenti di sebuah halte yang kukenal baik, ada seorang gadis berseragam SMA duduk. Gadis ini sudah beberapa kali kulihat naik di halte yang sama. Hanya di hari-hari tertentu. Mungkin jadwal pulang sekolahnya tidak sama setiap hari. Pukul delapan atau sembilan malam cukup awal untuk waktu pulang anak SMA. Itu berarti mereka tidak memiliki kelas malam. Atau kelas malam hanya berjalan separuh waktu saja.

Aku cukup sering melihat gadis berambut sebahu itu. Gadis yang cukup cantik. Tapi yang menarik perhatianku adalah, dia selalu pulang sendirian. Yang aku tahu, biasanya anak seumur mereka suka sekali bergerombol; membentuk kelompok dengan hobi yang sama. Tapi gadis ini, tidak. Dia selalu sendirian.

***

Mataku mengikuti gadis itu. Dan entah bagaimana, dia sudah berdiri di depanku, menimbang-nimbang akan duduk di mana. Saat itu, untuk kali pertama, aku melihat tanda namanya. Jung Ji-Mi. Nama yang cukup jarang kutemui. Juga, aku baru sadar kalau ternyata dia tidak pakai riasan apapun di wajahnya. Bahkan bibirnya tampak kering tanpa olesan lipbalm. Padahal di musim dingin seperti ini, lipbalm sangat diperlukan. Tapi Jung Ji-Mi ini sepertinya tidak peduli.

Dan yang paling aneh, dia cuma mengenakan hoodie sebagai rangkapan seragam musim dinginnya. Aku bergidik. Tak bisa mengerti bagaimana dia bisa tahan di cuaca segila ini.

Aku menunduk begitu sadar dia sudah duduk di bangku di depanku. Rambut lurus sebahunya terlihat lembut, dan samar-samar aku bisa mencium aroma krisan yang menguar dari sana. Bercampur wangi blossom yang kutahu berasal dari bedak bayi. Ya ampun. Saat itu aku pikir, bagaimana gadis seusia ini masih menggunakan bedak bayi.

Kutegakkan bahuku ketika kepala gadis itu perlahan bersandar pada kaca jendela. Hal selanjutnya yang sering terjadi pasti terulang. Aku sudah bilang aku sering melihatnya, 'kan? Aku hapal kebiasannya. Dia sering ketiduran. Dan terlambat turun di halte biasa tempat dia berhenti. Itu tiga halte dari sini. Satu halte sebelum halte pemberhentianku.

Waktu pertama kali bertemu, dia baru bangun di halte yang sama denganku. Dan aku merasa kasihan melihat wajah lelahnya. Tatapannya kosong. Helaan napasnya menunjukkan betapa dia sangat frustrasi; terdengar seperti helaan napasku saat sulit melakukan sebuah gerakan tari. Dan dia berjalan lunglai ke seberang jalan untuk naik bus kembali.

Love TalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang