It's Okay, Kim Jong-Woon

108 8 0
                                    


Aku menulis ini dengan tulus. Untuk Kim Jong-Woon yang sedang merasa frustrasi. Hei, semoga kamu selalu bahagia.

It's okay to be bad, Jong-Woon-a ...

That's what  human is supposed to be.

.
.
.

"Setidaknya Kim Jong-Woon sudi menjadi kekasihku."

Itu adalah kalimat yang Jong-Woon dengar saat hendak masuk ke kamar Jung Ji-Mi. Tangannya masih memegang handle pintu, dengan senyum separuh yang menyelip di sudut bibir kanan. Jung Ji-Mi mungkin sedang adu mulut dengan seseorang di telepon. Mungkin Oh Yoo-Ra, pacar Lee Hyuk-Jae, atau mungkin memang Lee Hyuk-Jae sendiri.

Akhir-akhir ini Ji-Mi sering ngobrol dengan kekasih Hyuk-Jae yang agak aneh dan plin-plan itu. Jong-Woon bahkan masih tidak habis pikir kenapa mereka--Ji-Mi dan Yoo-Ra--bisa akrab padahal Hyuk-Jae sering beradu argumen dengan Ji-Mi, karena bocah penggila pisang itu terlalu sering mengejek Jong-Woon. Yah, meski Ji-Mi tidak lebih parah dalam urusan yang satu itu.

Dia berdiri di depan pintu dengan tenang, berusaha mendengarkan baik-baik suara Ji-Mi di dalam kamar.

"Betapa pun menyebalkannya aku, betapa pun anehnya aku, betapa pun .... aku sering memakinya, tapi dia tetap sudi melingkarkan kedua lengannya di sekeliling bahuku ketika aku berada dalam masa sulit. Dia menjagaku. Dia menyelubungiku dengan kasih sayang yang tiada terkira, menghangatkanku dengan setiap kalimat sederhananya, menenangkanku dengan usapan lembutnya di kepalaku. Kim Jong-Woon itu sempurna."

Suara Ji-Mi membuat Jong-Woon tersenyum lebih lebar. Ketulusan dan kelembutan yang kadang muncul dalam diri gadis itu, entah dengan cara apa tercecer semua saat mengucapkan kalimat-kalimat tadi, membuat sesuatu yang hangat merayap di hati Jong-Woon. Dia tahu Ji-Mi memang begitu; mengejeknya di depan hidung, tapi kalau ada orang lain yang mengejeknya, gadis itu tidak akan tinggal diam. Di dalam barisan pembelanya, Ji-Mi akan selalu berdiri paling depan. Jong-Woon tahu harusnya dia terbiasa dengan sanjungan-sanjungan yang Ji-Mi ucapkan di belakangnya, tapi rasanya tetap saja ... membuatnya sedikit ... bahagia berlebihan.

Sebelah tungkai Jong-Woon bergerak, mungkin cukup sampai di sini saja dia menguping. Dia akan masuk, dan memeluk gadis itu sebagai ucapan terima kasih. Rasa lelahnya barangkali akan lenyap kalau melihat senyum Ji-Mi--seperti yang biasa terjadi. Dan memeluk gadis itu tentu saja akan membuat energinya kembali membaik. Konser enam kali dalam seminggu sudah menguras habis tenaganya dengan parah.

Jung Ji-Mi itu seperti tidur siang, dan secangkir teh kamomil di sore hari; sesuatu yang sanggup mengenyahkan rasa lelahnya setelah seharian dibuat stress oleh pekerjaan.

"Namun dia .... aneh tiada terkira. Seperti aku. Namun, level keanehannya berada jauh di atasku. Dia mengkhawatirkan."

Oh. Sampai di situ saja manis-manisnya. Jung Ji-Mi sudah kembali; mengejek Kim Jong-Woon masih merupakan kegiatan favoritnya.

Tanpa aba-aba, laki-laki itu membuka pintu. Anehnya, Jung Ji-Mi tidak kaget sama-sekali melihatnya. Cuma melirik sekilas kepada Jong-Woon, sebelum kembali fokus ke ponselnya.

"Ya ampun, Jung Ji-Mi! Kau mau tidak aku kunjungi selama sebulan, ya?!"

Gadis yang mengenakan pakaian santai dalam rumah berupa kaus lengan pendek dan celana pendek longgar itu sedang duduk di kursi dekat jendela. Ponsel masih menempel di telinga kanan, dia menatapnya dengan pandangan lembut, lalu berubah mengejek. Menyebalkan.

Jong-Woon berdiri di depan pintu yang sudah menutup, alisnya menyatu, heran sendiri dengan sikap gadis itu. Seolah Ji-Mi tahu kalau sedari tadi, Kim Jong-Woon menguping di balik pintu.

Love TalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang