Our Season that Shines Blue

49 4 10
                                    


Maksudku, aku rindu kepadamu. Memangnya tidak boleh, Berengsek? Kenapa kau tidak paham?

.
.
.

Nyeri di kepala Jong-Woon sudah mereda begitu ia membuka mata. Ia meraih ponselnya demi melihat waktu. Hampir pukul sebelas malam. Itu berarti dia tertidur selama 2 jam setelah pulang dan melakukan siaran langsung di KyuTv bersama Ryeo-Wook, Kyu-Hyun dan Hyuk-Jae. Harusnya ia tertidur lebih lama. Ia meringis dan sedikit jengkel karena harus terbangun di jam seperti ini, sebab akan sulit baginya untuk tidur kembali. Padahal besok jadwalnya masih super padat. Dan ia hanya ingin beristirahat dengan benar sebelum melakukan semua kegiatan yang nyaris menguras seluruh tenaganya.

Merasakan haus mendera, Jong-Woon bangkit dari kasurnya. Meski luar biasa lelah, ia masih ingat untuk mengganti baju sebelum jatuh tertidur dengan posisi tengkurap di atas ranjang. Ia berjalan ke dapur dan mendapati ibunya sedang duduk di counter dapur.

"Nak, harusnya kau tidur lebih lama." Ibunya berkata dan menatapnya khawatir.

"Kenapa ibu belum tidur?" tanya Jong-Woon, sembari menuangkan air ke dalam gelas. Saat ia meneguk air, matanya mendapati tempat bekal makanan yang ia kenal. "Itu apa?" tanyanya lagi.

"Itu ... Ji-Mi datang dan bilang kalau kau pasti tidak makan malam, jadi dia membuatkan bubur abalone untukmu," kata ibunya, terdengar sedikit ragu-ragu. Lalu dengan sedikit cemas, ibunya menambahkan, "tapi, Nak, dia baru saja pergi tadi. Apa tidak apa-apa membiarkannya pulang sendirian selarut ini?"

Seketika itu, mata Jong-Woon membulat. Ditaruhnya gelas dengan keras, meninggalkan bunyi yang cukup nyaring di meja pantry. Ibunya terkejut, tapi tak bisa berkata banyak waktu melihat putranya panik; masuk ke kamar dan keluar dengan sudah mengenakan hoodie hitam serta masker.

"Ji-Mi pasti belum jauh. Dia bilang dia akan naik taksi dan menunggu di halte depan gedung ini," ibunya mengangguk, memberikan persetujuan pada putranya untuk menyusul Ji-Mi.

Jong-Woon mengangguk dan sebelum ia membuka pintu keluar, ia berkata pada ibunya, "Ibu tidur saja. Jangan khawatir."

***

Jong-Woon ke luar dengan hanya beralaskan sandal. Ia tidak punya waktu untuk memakai sepatu. Begitu pintu lift terbuka di lantai dasar, ia berlari ke halaman depan gedung apartemen, dan segera menuju halte terdekat.

Ji-Mi masih di sana. Duduk sendirian, mengetukkan ujung sepatu kets dengan tangan yang tenggelam di saku hoodie. Senyum dan hela napas lega berbarengan muncul dari mulut Jong-Woon. Rasa panik itu seketika lenyap ketika sepasang mata cokelat milik Ji-Mi menyadari eksistensinya.

Gadisnya berdiri, tampak terkejut dan sedikit ... marah?

Jong-Woon mendekat, berusaha memastikan ekspresi apa yang gadis itu tunjukkan saat ini. Dan begitu ia berdiri di depan Ji-Mi, ia tahu mengapa tatapan itu mengarah tajam kepadanya.

"Bodoh. Kaupikir apa yang kaulakukan sekarang? Bukannya tidur dan istirahat, malah berkeliaran hampir tengah malam begini?!" Ji-Mi kentara berusaha untuk tidak berteriak. Biar bagaimanapun, kota ini masih demikian ramai meski jam sudah larut malam.

Jong-Woon tak bisa menahan senyum di balik masker putihnya.  Tanpa mengucapkan apa-apa, dan tanpa membalas omelan pacarnya yang terdengar galak tapi sekaligus manis, ia meraih tangan kanan Ji-Mi; menggenggam ringan sebelum menarik gadisnya ke tempat yang cukup sunyi dan jarang dilalui orang. Ia benci kenyataan ini, tapi ia adalah selebritas, dan ia tidak mau ada berita yang keluar dan malah membuat Ji-Mi kesulitan, apalagi terluka nantinya.

Love TalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang