Tubuh Jennie rasanya mau remuk.
Seharian ini, selepas pulang sekolah, ia bersama perkumpulan klub fotografinya harus ikut ngedokumentasiin kegiatan olimpiade matematika dimana sekolah mereka mengirimkan peserta.
"apa gunanya seksi dokumentasi di osis." Desis Jennie pelan. Lalu mendudukan diri di sofa ruang keluarga.
Hening.
Suasana rumah ini bener-bener sunyi. Hanya detakan jarum jam memenuhi seluruh ruangan. Jennie menghela napas malas.
Apa gunanya rumah sebesar ini tapi tak berpenghuni?
Jennie lebih suka pergi menginap di rumah temannya. Setidaknya ada teman mengobrol atau curhat, kalau seperti ini rasanya membosankan.
Ia pun enggan ngobrol sama mbok Darmiㅡ asisten rumah tangga di rumahnya selama lima tahun belakangan ini. Biasanya obrolan mereka ga akan nyambung. Beda generasi.
"jen, gapapa gua tinggal sendirian?"
Pemuda itu melangkah pelan menyusuri ruangan. Menghampiri sosok Jennie yang tengah duduk santai di atas sofa.
Jennie sontak menoleh. Menatap Hanbin yang masih menggunakan seragam sekolahnya, tak lupa jaket oversize berwarna abu tua menyelimuti tubuh tegap Hanbin.
Jennie juga masih menggunakan seragamnya kok. Ia memang tak ada waktu untuk kembali ke rumah untuk sekedar ganti baju atau bahkan mandi.
'Ga ada protes! Semuanya ikut dokumentasiin olimpiade.'
Begitu kata pembina klub yang sukses menghancurkan mood Jennie seketika.
Kenapa Hanbin masih pake seragam? Dia baru balik kegiatan klub mading juga. Tapi entah kenapa Pemuda itu bersedia menjemput Jennie pulang ke rumah.
"Gua emang bukan siapa-siapa lu sih, tapi ga tega liat lu pulang sendiri malem-malem gini."
Begitu sekiranya kata Hanbin.
Jennie tak ambil pusing. Toh mereka memang memiliki hubungan baik, sebagai teman sekelas.
Tak kurang, dan Jennie tak pernah berharap lebih.
"maaf ketu, gue ngerepotin." cicit Jennie pelan. Ia membetulkan posisi duduknya, masih menatap Hanbin yang berdiri di hadapannya.
"lupa neng? tadi kan gua udah bilang gapapaㅡ" Hanbin tersenyum usil. Lalu melanjutkan ucapannya,
"ㅡasal utang uang kas gua dilunasin."
"Diem lo! gue makin badmood."
"dih si eneng marah." ujar Hanbin seraya mendekat. Lalu mangacak pelan rambut Jennie.
"gue pusing ngurus uang kasㅡ " tanpa sadar, Jennie mulai bercerita.
Hanbin pun mendudukan dirinya di samping Jennie yang masih diam di atas sofa.
" ㅡapa gue mengundurkan diri aja? toh dulu gue ditunjuk asal sama pak daesung."
"kalo lu ngundurin diri, gue juga ah." timpal Hanbin dan dihadiahi tatapan menyelidik dari Gadis di hadapannya.
"kenapa?"
"gue juga asal ditunjuk sama pak daesung. gue juga kadang capek kaya ketu terbully di kelas sendiri.
gue fine-fine aja jen. bukan karena ga enak sama pak daesung, tapi karena gue nyaman sama cara kerja organisasi kelas kita."
"menurut lo gue pantes jadi mbak-mbak galak yang tiap hari nagihin utang!?"
Hanbin terkekeh pelan, "iya lo galak. dan karena galaknya lo keuangan kelas kita selalu aman."
Pemuda itu merangkul lembut bahu Jennie, "kalo lo ada masalah jangan sungkan minta tolong gue. we are team."
Hanbin memamerkan senyum lucunya yang terlihat benar-benar idiot di mata Jennie.
↭
hubungan antara ketu dan bendahara
dibilang temen ya emang, dibilang pacar bukan. tapi perhatiannya kek pacar.
KAMU SEDANG MEMBACA
kelas sisaan ↯ 96 liners
Short Storydaily-life story dari sekumpulan siswa absurd yang masuk ke dalam kelas sisaan - 2E warning ⚠ • non-formal • tidak mengandung eyd yang baik • hanya suka-suka • humor terlalu garing start : feb 08th, 2018 hr : #20