Kedua.

195 3 0
                                    

Pagi hari sekali asya sudah rapi dengan kemeja dan celana jeansnya, ia sudah siap untuk diajak jalan oleh abang tercintanya itu.

Dengan polesan bedak tipis, serta ditambah dengan lipblam warna bibir dan satu lagi dia membuat gaya rambut baru.

Asya menatap dirinya dipantulan cermin seraya bergumam, "Perfect."

Setelah itu tidak lupa juga menyemprotkan wewangian dia sekujur tubuhnya, harum strawberry pun menyeruak di indera penciumannya.

Lalu menyambar sepatu sneaker yang berada didekat pintu kamarnya, sekarang ia siap untuk berpetualang.

Asya keluar kamar dengan langkah semangat, tepat diruang keluarga ketiga orang itu menatap asya heran.

"Sya, mau kemana kamu?" Tanya Lukman.

Asya tersenyum, berjabat tangan dengan ketiga orang itu, "Kan, semalem mami bilang, katanya hari ini abang baim mau ngajakin asya jalan-jalan. Yuk, asya udah siap nih, udah wangi lagi."

Ibrahim yang tidak tau apapun melirik ke arah maminya yang tengah nyengir kuda, baim pasrah kali ini, mungkin gajinya akan ludes seketika.

Akhirnya baim bangkit, diiringi sorak gembira oleh asya, manja bukan?

"Mi, pi. Baim pergi dulu ya, Assalamualaikum."

Kedua orang tua itu mengangguk, "Walaikumsalam."

***

Sekarang asya sudah berada dipusat perbelanjaan yang paling besar dikota kecil ini.

Ia tengah memilih baju apa yang pantas untuk ia kenakan nantinya.

Baim suntuk, ia sudah malas menemani adiknya yang begitu membuat uang bulanan dirinya habis tak tersisa.

"Sya, udah dong. Duit abang abis nih, belanja mulu kerjaan kamu." Ucap baim dengan suara yang didramatiskan.

Asya hanya nyengir kuda dan mengangguk saja, ia juga tak akan tega membuat uang bulanan abangnya habis dengan satu hari.

"Iyadeh iya, seharusnya abang itu bahagiain aku, sebelum nanti aku nangis kejer-kejer. Bentar lagi kan aku udah gak bakal bahagia." Ujar asya yang langsung memasang raut sesedih mungkin.

Baim mengetahui mengapa asya bisa mengatakan itu, "So tahu kamu, abang pastiin kamu bakalan bahagia deh. Selamanya." Ucap baim dan mengusap puncuk kepala asya.

***

Sementara dirumah ilyas sedang diadakan rapat keluarga, ilyas dilarang keluar rumah. Entahlah ia merasa berada dipenjara.

Keluarganya sangat antusias mendengar berita bahwa ilyas akan menikah.

"Yas, cie yang bentar lagi udah gak jomblo."

Ilyas memutar bola matanya, "Apaan sih bi, lagian kalau bukan karena mama, ilyas juga males."

Seseorang itu menepuk bahu ilyas, "Mama kamu itu baik yas. Teh zahra gamau sampai kamu tersesat nantinya. Makanya dari sekarang udah dijodohkan, percaya sama bibi, calon istri kamu itu cantik pake banget."

"Emang bi nazwa itu pernah liat cewe itu?" Tanya ilyas menatap lekat manik matanya,

"Udah dong, bibi suka sama calon istri kamu." Ucap seseorang yang bernama nazwa itu.

"Siapa sih bi nama calon istriku?" Rasanya ilyas ingin mati saja, saat ia menyebutkan kata 'Calon Istri'

Nazwa tersenyum, lengannya terangkat untuk menyentuh dagu keponakannya, "Cie yang udah gak sabar, okedeh bibi kasih tau namanya, tapi jangan bilang mama kamu ya."

Ilyas mengangguk,

"Jadi, namanya itu Al----"

"Bi nazwa dicariin mama!"

Ucapan nazwa menggantung, membuat ilyas geram dengan abangnya yang memotong ucapan sang bibi.

"Nanti aja deh, bibi keluar dulu ya. Bye ganteng." Ucap nazwa dan melenggang pergi, meninggalkan rasa penasaran didalam benak ilyas.

Setelah kepergian bibinya itu, ilyas membaringkan tubuhnya, ia enggan keluar kamar sekedar hanya untuk menyapa saudaranya, satu kata. Malas.

Kembali tidur mungkin keputusan yang baik, karena ia sangat pusing memikirkan pernikahan konyol yang keluarganya tetapkan.

Hatinya sungguh tak karuan, ia bimbang.

Tak cukup berapa lama, akhirnya ia pun tertidur pulas.

***

"Nazwa, jangan kasih tau ilyas nama calon istrinya dong. Nakal banget dikasih tau." Ujar zahra yang tengah memarahi nazwa.

Karena tanpa sepengetahuan zahra, nazwa sempat akan memberi tahu nama calon menantunya itu.

"Ya maaf teh, abisnya naz kasian sama iyas, mukanya bimbang banget."

"Udah biarin. Gausah kamu pikirin, nih sekarang bungkusin kado ini semua. Serapih mungkin ya."

Nazwa hanya mengangguk, dan melaksanakan tugasnya.

Zahra kembali kepada kesibukannya, sebentar lagi tepatnya dua hari lagi, dirinya sudah mendapatkan menantu sesuai kriteria dirinya.

Zahra sangatlah senang, walaupun keliatannya ia sungguh egois.

Tapi apa boleh buat, ia tak ingin anaknya terjerumus ke hal yang berbau negatif. Itu akan merusak moral anaknya dan keluarga.


***
Haiiiii

Aku kembali, wkwk.

Jangan lupa vote dan comment ya guys.
Thank you all;*😍😍😍

Married With FormerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang