Dua Belas

110 3 0
                                    

Detik, menit, jam, bahkan hari pun terus berlalu, mengikuti arti kehidupan yang sebenarnya.

Hari ini, tepatnya, ia dan para siswa/i lainnya akan melaksanakan ujian nasional selama kurang lebih 4hari.

Persiapan asya maupun ilyas sudah matang, mereka siap melaksanakan ujian nasional berbasis komputer itu.

Dengan bangun lebih awal, dan berangkat bersama dengan kekasih halal adalah moment yang selalu mereka syukuri.

Keduanya sekarang sudah sampai dihalaman sekolah Tresena, sekolahan yang di tempati oleh Asya.

"Aku berangkat ya, semangat ujiannya, nanti aku jemput. Assalamualaikum."

Kebiasaan yang tak pernah lepas, dimanapun mereka berada, mereka pasti selalu berjabat tangan, tapi kali ini tidak dengan kecupan di kening.

"Hati-hati. Walaikumsalam." Setelah itu asya memasuki sekolah yang sepi, hanya ada beberapa petugas kebersihan dan satu atau dua, tiga murid yang mendapatkan jadwal ujian sesi pertama.

Asya duduk didekat lab yang akan terlaksanakannya ujian, sembari menunggu para sahabatnya datang, dia membuka bukunya dan membaca materi yang sudah dipelajari, guna menghapal, agar nanti saat ujian ia merasa terbantu.

***

"Alhamdulillah, selesai juga hari ini, masih ada tiga hari lagi. Huuu" Asya menggelengkan kepalanya, mendengar celotehan para sahabatnya yang mengeluh, bukan mengeluh, tepatnya mereka merasa bebannya belum usai.

"Be patient sel," Selin mengangguk dan mengacungkan jempolnya pada dara.

"Eh, lu dijemput sya?" Asya yang tengah asik dengan gawainya pun menengadahkan kepalanya dan menatap seseorang yang memberinya pertanyaan.

"Ilyas bilang sih, iya. Kenapa mel?"
"Enak ya, punya kekasih halal, huuu, kayanya gue bakal nyusul lo deh sya." Raut wajah imel seketika menjadi murung, asya bisa menebak, bahwa imel memiliki masalah didalam keluarganya.

"Ada apa? Cerita sama kita ya." Imel mengangguk, ke empat perempuan itu berjalan menuju kantin, dan siap mendengarkan keluh kesah sahabatnya.

***

"Jadi gitu, gue bingung banget. Ini pilihan tersulit yang pernah orang tua gue tanyakan."

"Menurut gue, kalau lu gak mau nikah muda, yaudah, lo ambil opsi pertama aja, kuliah dalam negeri. Kuliah disini gak akan buat lo mati kok!" Selin memang bisa diandalkan dalam meminta usulan seperti ini, ya walaupun bahasanya memang sedikit kasar.

"Gue bingung sel, gue tuh ingin cepet sukses. Kalau gue kuliah diluar negeri kan lumayan tuh, dapet pengalaman terbaru." Beberapa kali imel menarik dan membuang nafas gusar.

Asya hanya mampu mengusap pundak sahabatnya, ia dapat merasakan apa yang imel rasakan. Karena, sebelum imel, ia pun merasakan hal tersulit ini.

"Tapi kalau menurut gua, mending lo ambil opsi kedua." Semua menatap kearah dara yang dengan santainya berucap.

"Kok?"
"Gini ya, ambil positifnya aja, mungkin, orang tua lo itu, gamau kalau lo sendirian disana, di jerman dan diindonesia itu beda mel. Orang tua lo gak pengen lo terjerumus ke hal yang bisa membuat lo sesat. Bukannya di jerman lo gak punya saudara?"

Imel mengangguk, ucapan dara memang benar, ia tak memiliki saudara di jerman, ataupun di negara lainnya. Kebanyakan saudaranya ada di dalam negeri.

"Nah itu, orang tua lo ketakutan. Nanti gimana kalau tiba-tiba ada yang jahat sama lo, terus melakukan hal yang diluar pemikiran kita? Atau mungkin, setelah selesai kuliah, lu pas balik kesini, tiba-tiba tuh perut bunting. Kan jijik ya."

Lagi dan lagi ketiga orang itu mengangguk seperti terhipnotis dengan ucapan dara.

"Jadi, kalau lo tetap keukeuh mau kuliah di luar negeri, lo harus ambil opsi kedua, dan terima resikonya."

"Tapi gue takut."

"Apa yang lo takutin mel?"

"Ya, gue takut aja, kalau nanti orang yang bakal dijodohin dengan gue, adalah orang yang gak akan terima, kalau gue ingin kuliah."

"Nah, itu mel. Sebelum terjadinya akad, lo harus bisa bikin kesepakatan dengan pihak pria, dan bilang kalau lo mau kuliah."

Imel sempat berpikir dan mengangguk, ia memeluk para sahabatnya itu, entah mengapa sekarang hatinya menjadi lebih tenang.

"Makasih ya,"

"Oh iya mel, aku saranin, kamu juga solat istharah, minta petunjuk sama Allah. Agar kamu juga dilancarkan segalanya."

Asya memeluk imel, diikuti dara dan juga selin, mereka saling menguatkan satu sama lain.

***

"Cepet tidur sya, semangat untuk tiga hari ke depan ya."

Kecupan singkat mendarat di kening asya, yang membuat asya melengkungkan senyum bahagianya.

"Kamu pun."

Ilyas mengangguk seraya tersenyum manis. Tak berapa lama keduanya larut dalam mimpinya masing-masing.

Married With FormerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang