Kesembilan

137 2 0
                                    

Dua minggu berlalu, hari-hari pernikahan asya dengan ilyas semakin harmonis, karena selalu ada kejujuran diantara keduanya, walau kadang kala, asya sempat egois.

Di pagi hari yang cerah, dua sejoli itu telah siap dengan seragam sekolah yang melekat ditubuh mereka.

"Yas, sarapan di sekolah aja ya. Ini udah aku masukin ke tempat makan kok." Ujar asya yang tengah membuatkan coklat panas dan memasukan nya ke dalam botol minuman.

"Iya, kamu juga dong! Yaudah, berangkat yuk. Katanya kamu ada kegiatan."

"Iya, yaudah, takutnya nanti kamu telat juga."

Keduanya pun beriringan menuju motor matic ilyas, dan melajukan motornya dengan kecepatan sedang menuju sekolah asya.

Sedikit senda gurau yang ilyas keluarkan, membuat asya begitu bahagia memiliki kekasih halal seperti ilyas.

Saat mereka sampai di depan gerbang sekolah asya, asya menarik lengan ilyas untuk ia kecup, seperti kebiasaannya sebagai seorang istri. Dan, begitupun dengan ilyas, meninggalkan kecupan di kening asya.

Ada beberapa anak osis yang melihat kejadian itu, yang membuat semburat merah tercipta di kedua pipi asya.

"Yas, apaan sih, malu tau!" Ucap asya.
"Malu kenapa? Gak papa dong, lagian kamu kan istri aku."
"Suami istri itu dirumah sayang, disini bersikap kaya orang pacaran aja deh, ya, pliss." Ucap asya memasang pup eyes nya, membuat ilyas gemas sendiri.

"Iya iya, maafin aku ya, yaudah kalau gitu aku berangkat ya. Ya semangat belajarnya."
"Iya, dadah. Hati-hati."

Ilyas sudah pergi dari hadapan asya, asya memutar tubuhnya, dia begitu gugup saat ditatap oleh anak osis itu.

Mereka seperti begitu membenci asya.
Saat asya melintas dibeberapa anak osis itu, asya dapat mendengar bisikan dari para anak osis lain.

"Berhijab iya, tapi melakukan zina. Keji banget."

Ucapan anak osis itu sungguh membuat asya geram, mungkin kalau saja mereka tau bahwa asya telah sah menjadi istri ilyas, mereka gak akan nyinyir seperti itu.

"Tau ih, malu-maluin nama baik sekolah aja, baru pacaran juga lagaknya kaya orang udah nikah aja."

Lagi dan lagi, sungguh asya sangat geram, ia mempercepat laju jalannya.

"Kalau kalian tau yang sebenarnya, mungkin kagak bakal kalian ngomong gitu!" Ujar asya bermonolog dengan dirinya sendiri.

***

Ilyas berjalan dengan santai menuju kelasnya yang berada dilantai atas, dengan sesekali mengecek gawainya, takut kalau tiba-tiba asya menghubungi nya.

"Hai, kak ilyas ya?"

Ilyas tersenyum kepada wanita yang barusan menanya-nya, "Iya, kenapa dek?" Tanya ilyas kembali.

"Oh benar ternyata, itu kak, tadi di panggil sama guru BP. Kalau gitu saya permisi dulu." Ucap wanita itu.

"Oh, iya. Makasih ya."

Ilyas sempat bingung, kenapa bisa seorang guru yang sama sekali belum pernah berurusan dengan ilyas, kini memanggilnya, atau mungkin statusnya telah terbongkar.

Ilyas mempercepat laju jalannya, ia sangat penasaran dengan apa yang akan guru bp itu bicarakan.

"Assalamualaikum, bu." Ucap ilyas saat telah sampai di ruangan BP.

"Walaikumsalam, ilyas kan? Silahkan masuk." Ujar bu sena, selaku guru BP.

"Mohon maaf sebelumnya, ada apa bu? Apakah saya membuat kesalahan?" Tanya ilyas, bu sena tersenyum.

"Tidak sama sekali yas, saya memanggil kamu, karena ada yang perlu saya tanyakan. Gini, kita bakal ngadain pertukaran pelajar, gak jauh-jauh, cuma sama sekolah daerah sini aja, kebetulan yang setuju itu ya SMA Grahesa. Kan kata guru yang lain, kamu ini termasuk murid berprestasi, jadi bagaimana? Ibu kasih waktu sampai nanti siang." Jelas bu sena, dengan sangat detail.

'Sma Graseha? Itukan sekolah bini gua'- batin ilyas.

"Bu, boleh saya tau, siapa murid SMA sana yang akan bertukar pelajar dengan SMA kita?" Tanya ilyas.

Terlihat bu sena membuka sebuah buku besar, yang bisa ilyas tebak, disitu ada deretan nama siswa/i yang akan bertukar pelajar dengan sekolahnya.

"Sebentar, ini, kamu baca saja sendiri." Bu sena memberikan buku beaar itu kepada ilyas, dengan sigap ilyas menerimanya.

Raut wajahnya normal, ternyata nama yang ia cari tidak ada dari deretan pertukaran pelajar itu.

"Oh, iya iya. Saya rasa, saya setuju bu. Kapan terlaksananya bu?"
"Minggu depan, kalau begitu ibu mohon jangan kamu permalukan sekolah kita ini ya, ibu percaya sama kamu. Sekarang kamu boleh keluar."
"Terima kasih bu, saya permisi dulu. Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."

***

"Wih, yas. Eh tadi kenapa, gua denger dari adik kelas, lu dipanggil sama guru BP?" Tanya reno yang duduk diatas meja, dengan tangan yang sibuk memasukan sukro ke mulutnya.

"Anjir, punya makanan, kagak bagi-bagi. Nyolong dari mana lu?" Ujar devan merebut sukro yang berada di lengan reno.

"Tai lu, ini tadi emak gua, nyimpen kek ginian di tas gua." Ucap reno.
"Eh gimana, ada apa lu dipanggil tuh busen?" Lanjut reno.

"Gak ada apa-apa, tadi bu sena nyuruh gua buat pertukaran pelajar." Jelas ilyas dengan santainya.

"Wih, mantep, eh tapi, kenapa kita ngga ya? Padahal kepintaran lo itu jauh di antara kepintaran kita, iya gak ren."

"Bener banget tuh, mungkin bu sena, kagak mau kalau kita repot repot kaya si ilyas van. Haha.. "

"Gila lu pada, hahaha..."
"Gue pertukaran pelajar sama SMA Graseha, lumayan bisa kencan tiap jam istirahat." Ujar ilyas.

"Wih, beneran, disana kan ada ibu negara. Hidup lu enak bener dah."

"Iyalah, emangnya elu ren, kagak ada yang peduli, emak lo aja cuma ngasih sukro." Suara itu bukan keluar dari mulut ilyas, namun dari devan.

"Sialan lo."

Ilyas hanya terkikik, ia memang sangat begitu bersyukur dengan yang telah tuhan takdirkan untuknya.

Begitu banyak nikmat Allah yang telah ia terima, semenjak menikah dengan asya, dia merasa begitu hidup lebih bahagia.

Married With FormerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang