5 | Bertemu Lagi

1.4K 152 45
                                    

"HAHAHAHAHA--pfftttt uhuk uhuk."

Indah terbatuk berusaha mengeluarkan tisu yang di jejalkan Halinka ke mulutnya.

"Aduh, sumpah, gue nggak bisa berhenti ketawa, Lin!" Indah terus tertawa seraya memegangi perutnya.

"Ketawa aja terus! Gue ikhlas kok," Halinka memutar bola mata.

"Satu kata yang pingin gue ucapin ke lo sekarang."

"Dih, apaan?"

"Syukurin!"

Dan Indah ngakak lagi.

"Untung lo lagi hamil , Ndah. Kalau enggak mah udah gue pites dari tadi."

"Santai, Lin. Lagian dia aktor malah lo kadalin sama akting ala-ala lomba bakat anak TK. Ya nggak berhasil lah mbaknya!"

"Au ah, bete."

"Tapi bonusnya lo udah kenalan sama dia lah ya?"

"Kenalan?" Halinka balik tanya.

Mata Indah melotot, "Jangan bilang kalian nggak tahu nama masing-masing? Eh, bukan-bukan. Lo udah tahu nama dia lah ya. Maksud gue, dia tanya nama lo kan?"

Halinka menggeleng.

"Yassalam. Jadi nggak ada basa-basi lain selain dia kasih lo makan sama bongkar kebohongan lo itu?"

"Nggak ada, Ndah."

Memang apa yang Halinka harapkan?

"Seriously?"

"Nggak percayaan amat sih!"

"Harusnya elo yang inisiatif, Lin. Itu kesempatan tahu!"

Halinka mengambil keripik pisang yang ada di toples di atas meja, lalu memakannya.

"Please deh, Ndah. Gue lihat dia itu cuma kagum doang. Sama kayak lo atau orang lain lihat dia. Ekspresi wajar saat lihat publik figur. Kagum sekilas lihat parasnya. Sedangkan kita nggak tahu dia yang sebenarnya kayak apa? Kepribadiannya gimana? Jadi nggak ada yang namanya cinta pandangan pertama atau getaran-getaran yang biasa gue rasakan saat gue suka sama seseorang. Lagian gue juga sadar posisi gue dimana dan gue itu siapa. Jadi, bukan karena gue lagi sendiri dan kata lo dia juga sendiri, entah berita itu bener atau nggak, lo nggak bisa jodoh-jodohin kita gitu. Mustahil buat gue, Ndah. "

"Tapi kan kita nggak pernah tahu di masa depan ada apa? Bisa aja kan lo--"

"Jika memang itu terjadi. Misalnya gue suka sama dia dan dia suka sama gue walaupun itu kayaknya udah ngayal terlalu jauh. Kita nggak akan segampang itu bersatu," ucap Halinka sungguh-sungguh.

"Why not? Menurut gue yang bikin gampang atau rumit sesuatu ya diri kita sendiri."

"Perbedaan kita mencolok, Ndah. Dunia gue seperti apa, dunia dia seperti apa?"

"Bukankah karena perbedaan itu kalian bisa saling melengkapi?"

"Lo sudah berkeluarga, Ndah. Pasti sudah lebih ngerti dari gue. Beda pendapat sedikit aja sudah cekcok kan? Apalagi beda dunia seperti yang tadi gue bilang?"

"Beda dunia apaan sih? Orang sama-sama nginjek tanah. Emang lo dari dunia ghaib gitu, Lin? Makanya bilang beda dunia sama Arzito."

"Tau ah. Lo mah nggak pernah ngerasain jadi gue," Halinka mencebik kesal, "Gue mau masak dulu aja, daripada ngobrolin hal unfaedah sama lo gini. "

Indah melirik jam tangannya, "Masih jam sepuluh, Lin! "

"Iya, nggak apa-apa. Lo kan tahu sendiri kalau dari dulu gue makan siangnya jam 11."

"Gue yang hamil aja masih belum lapar, Lin."

Halinka menunduk. Lalu mengusap perut Indah, "Bunda kamu nggak laper katanya, dek. Kalau kamu gimana? Mau tante masakin nggak?"

"Mau dong. Dedek mau apa aja deh Tante. Asal jangan di kasih racun aja, kan kasihan Mamaku," jawab Indah dengan nada yang di buat-buat seolah anak kecil.

"Cih, dasar! Katanya tadi nggak laper!"

***

Awalnya waktu kecil Halinka cuma suka makan. Tapi lama-kelamaan ia ingin belajar membuat makananya sendiri. Karena dia sering tak sabaran menunggu makanan yang di masak Ibunya yang tak kunjung matang, dan hanya bisa duduk mengamatinya sambil menelan ludah. Hingga tercetuslah sebuah motivasi, "aku suka makan, jadi aku harus bisa masak! " dan akhirnya saat kelas enam SD Halinka sudah bisa membedakan yang mana kunyit, jahe, kencur, kunci dan lengkuas.

Sambil menunggu ceker ayam yang sedang direbus. Halinka menyiapkan bumbu-bumbu. Ada bawang merah, bawang putih, ketumbar, merica, kemiri, cabai merah, cabai rawit dan kunyit untuk dihaluskan. Ia menghaluskannya dengan cara konvesional, yaitu menggunakan cobek, alih-alih menggunakan blender yang lebih cepat dan tak membuang tenaga. Hal itu karena Halinka sudah terbiasa dengan cara seperti itu. Karena menurutnya rasanya lebih keluar dan tentu saja lebih enak jika menggunakan alat yang terbuat dari batu ini.

Sedangkan bahan lain seperti lengkuas, daun salam, daun jeruk purut cukup di tumis dengan bumbu halus tadi hingga harum. Lalu Halinka memasukkan ceker beserta kaldunya. Tambah garam, gula dan kecap secukupnya. Tunggu beberapa saat hingga ceker empuk dan bumbunya meresap sempurna.

Dan TARAAAA...

Ceker kecap pedas siap di hidangkan.

Halinka menaruhnya di atas meja makan, berdampingan dengan menu lain yang tadi sudah ia persiapkan terlebih dahulu. Ada sayur bening, telur balado dan sambal pete. Sungguh, ini surga dunia baginya.

Halinka memanggil Indah yang sedari tadi tiduran di sofa sambil membaca majalah. Indah datang dengan binar ceria. Tuh kan, tadi aja sok-sokan bilang nggak lapar.

Halinka mengambil sepiring nasi lalu menyerahkannya kepada Indah. Lalu mengambil lagi untuk dirinya sendiri.

"Hmm... nggak nyesel dah gue ke sini. Lo mah paling top kalau buat masakan rumahan kayak gini."

"Pelan-pelan, Ndah. Kayak orang nggak pernah makan aja."

"Gue kan jarang makan beginian."

"Lha si Dewa suami lo setiap hari lo kasih makan apa?"

"Kan ada Mbak Arum di rumah."

Halinka tahu sebenarnya Indah bisa masak walaupun sedikit-sedikit. Ia cuma bisa masak yang sederhana, seperti goreng telor atau masak mie. Untung saja ia dapat suami kayak Dewa yang Omnivora, yang artinya di sini ia tak pernah memilih makanan. Jadi kalau sewaktu asisten rumah tangga keluarga mereka tidak ada, Halinka yakin Dewa iya iya saja walaupun di kasih makan nasi krupuk kecap doang sama Indah.

Sewaktu Halinka mau menyuapkan nasi pertamanya, tiba-tiba bel pintu berbunyi. Lantas ia menaruh sendoknya kembali.

"Mas Dewa mungkin. Tadi aku suruh dia kesini kalau urusannya sudah selesai."

"Biar gue aja yang buka, Ndah."

Halinka berdiri dan berjalan ke arah pintu masuk. Setelah membukanya, dahinya langsung mengernyit tanda penasaran. Karena yang datang bukanlah Dewa. Melainkan Arzito.

Lagi-lagi Halinka bertemu dengan Arzito. Tapi kali ini bukan ketidaksengajaan. Melainkan Arzito sendiri yang mendatangi rumahnya. Tapi masalahnya, ada perlu apa ia kemari?

[].

29/12/18

ONLY HUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang