Apa yang harus dilakukan ketika kamu bertemu lagi dengan seseorang yang telah melihat kebodohanmu?
Pikiran Halinka benar-benar buntu sekarang. Ia ingin sekali menutup pintu, lalu berlari kekamarnya, dan menutupi wajahnya dengan selimut. Tahu istilah kehilangan muka? Ya itu yang dirasakan Halinka sekarang.
Ternyata kedatangan Arzito hanya untuk mengembalikan antingnya yang jatuh di sofa. Dan Halinka baru sadar bahwa sejak kejadian memalukan kemarin, ia cuma memakai anting sebelah. Seandainya Halinka sadar pun, ia tak akan berani mengambilnya sih. Ia memilih ikhlas daripada harus ketiban malu lagi.
Halinka sampai ingin salat tobat gara-gara kejadian kemarin. Kali aja gitu dia punya dosa yang membuatnya harus ketiban sial melulu. Kalau seperti ini terus, mau ditaruh dimana mukanya? Ia masih tiga kali ini bertemu dengan Arzito si artis di depannya ini. Tapi dia sudah membuat kesalahan dipertemuan kedua mereka kemarin, berbohong lebih tepatnya. Dan sialnya, Halinka juga sudah ketahuan.
Syukurlah Arzito tak berbasa-basi lama-lama. Karena setelah menyerahkan anting itu, ia mengucapkan pamit. Sedangkan Halinka hanya mengangguk canggung sambil mengelap keringat di dahinya yang entah sejak kapan sudah banjir. Halinka ingin segera lepas dari situasi ini.
Tapi naas, lagi-lagi keberuntungan tak mau berpihak pada Halinka. Karena sesaat sebelum Arzito pergi, pintu di belakang Halinka dibuka lebar, dan munculah sesosok manusia tak tahu malu yang tiba-tiba mempersilakan Arzito masuk ke dalam apartemennya tanpa meminta izin tuan rumah terlebih dahulu. Wajah Halinka pias seketika.
Belum apa-apa, si Indah sudah nyerocos minta ampun,"Eh, ini bener Arzito Dewangga kan? Yang di iklan parfum itu? " Yang main film itu dan bla bla bla. Halinka tak tahan untuk tidak mencubit lengan sahabatnya itu. Ya Tuhan, punya temen gini-gini amat.
Arzito pun tersenyum, "iya, kebetulan saya baru pindah ke unit sebelah."
"Kenapa nggak dari dulu aja sih pindahnya? Kali aja gitu-"
"Ndah!"
Indah akhirnya melirik Halinka yang berdiri disampingnya, "apaan sih, Lin?"
"Oh iya, duduk dulu." Indah menarik salah satu kursi meja makan, dan mempersilakan Arzito duduk disana, "Kebetulan kita emang lagi makan siang. Kalau Mas Arzito- Eh, enaknya panggil apa ya? Emm, aku sama Halinka seumuran. Biar kamu tahu aja sih, kita umurnya-"
"Ndah!"
"Apaan sih lo? Ndah-ndah mulu. Kaya anak kecil takut kehilangan emaknya aja."
Halinka mencebik kesal, "gue pusing denger lo ngomong terus. Mas Arzito juga mungkin gitu. Kali aja dia lagi sibuk, eh malah harus dengerin cerocosan lu gini."
"Nggak kok. Saya lagi free hari ini."
Mampus.
"Silakan di makan kalau gitu mas. Ini ada sambal petenya mantap banget. Mas Arzito suka kan? Kali aja gitu nggak tahan baunya apa gimana. Ya namanya orang juga beda-beda kan? Kalau nggak suka nggak usah dimakan kalau gitu. Telor sama cekernya ini aja dimakan, enak banget sumpah. Halinka kalau masak emang banyak, jadi nggak usah sungkan."
Dalam hati Halinka berdoa agar Dewa segera datang menjemput Indah. Sumpah, mulut Indah kayaknya perlu di service ulang. Remnya blong gitu.
"Hmm. Boleh. Tapi nggak ngrepotin kan?"
"Halah, biasa saja. Dibilangin nggak usah sungkan. Namanya juga tetangga. Biar lebih kenal juga kan?" Tanya Indah sambil menatap ke arah Halinka.
Akhirnya Halinka pun hanya bisa pasrah.
Indah memberi Arzito piring. Dan mereka bertiga mulai makan.
"Gimana? Enak?" Tanya Indah ke Arzito.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONLY HUMAN
Literatura FemininaDianggap 'berbeda' karena tak sesuai standar kecantikan yang ada di masyarakat, membuat Halinka menerima banyak tekanan dan hinaan. Binyok, babon, gajah, hingga Bombom_tokoh anak gendut di Ronaldo Wati_ mereka sematkan dibelakang namanya. Hal itu me...