3 | Ketiban Malu

1.6K 168 45
                                    

Pernah kujumpai engkau
Tertunduk tersipu malu entah apa
Yang terpikir di benakku
Seringku tatap dirimu salah tingkah

🎵Malu-Melly Goeslaw🎵

Halinka menemukan tempat untuk mengembangkan karirnya tanpa pusing melamar penerbit yang mau menerima karyanya seperti tiga tahun lalu. Yaitu di sebuah platform penerbitan digital yang bisa dinikmati secara gratis oleh pecinta komik. Siapa saja bisa menerbitkan karyanya disana, tentu saja setelah melewati proses seleksi dan persyaratan. Dan para kreator bisa mendapat royalti yang sesuai dengan jumlah viewers yang menikmati karya mereka. Dan, kabar bahagia itu datang untuk Halinka. Ia sukses menerbitkan komik perdananya.

Karena masih satu episode, jadi pembacanya masih tak lebih dari seratus orang. Tapi, melihat komentar antusias dari salah satu pembacanya membuat semangat Halinka berkobar.

Tapi Halinka hanya bisa menargetkan satu episode setiap minggunya. Halinka mengerjakan semuanya sendiri alias tak punya partner kerja, jadi ia membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk menyelesaikan komik buatannya.

Setelah berkutat dengan photoshop seharian, Halinka merasa ada yang tidak beres dengan perutnya. Tentu saja dia lapar!

Halinka pun berdiri dari tempat duduknya. Tangannya menyentuh busa empuk itu, dan sesuai dugaannya, disitu benar-benar terasa panas, menandakan berapa lama Halinka duduk disana.

Halinka berjalan menuju kulkas yang tak jauh dari meja kerjanya. Memang apartemennya ini adalah tipe studio. Jadi hanya terdiri dari satu ruangan dengan multifungsi, dan satu ruangan kecil sebagai kamar mandi.

Ternyata setelah membuka kulkas, Halinka hanya melihat beberapa botol air mineral serta beberapa makanan ringan. Ia sudah tiga hari tak keluar dari apartemen, jadi tidak salah jika stok bahan makanannya habis. Halinka pun segera bergegas menuju supermarket. Karena tak terlalu jauh, Halinka memutuskan untuk jalan kaki. Untung-untung olahraga di sore yang mendung ini.

Setelah sampai, Halinka segera mencari apa saja yang ia butuhkan. Seperti buah-buahan, sayuran, daging, daging ayam, dan beberapa bahan lain. Ia mengira-ngira bahan itu harus cukup untuknya tiga hari ke depan. Dia terlalu malas untuk belanja setiap hari. Yang penting makanannya tak sampai kadaluwarsa. Dan juga jangan lupa untuk membeli samyang. Ia sudah memikirkan makanan itu sejak tadi pagi.

Setelah selesai membayar dan keluar dari supermarket. Ternyata suasana diluar sudah gerimis. Takut akan semakin deras, Halinka pun panik dan menuruni tangga teras supermarket dengan sembarangan. Alhasil, ia terpeleset hingga merasakan kaki kirinya mengenai anak tangga yang ada di bawahnya. Rasanya sakit sekali, hingga Halinka jatuh tak bisa menahan beban tubuhnya. Untung saja jalanan sedang sepi, cuma satu dua orang yang melirik tanpa niat membantu sama-sekali. Tapi ada hal yang harus Halinka syukuri, yaitu orang-orang itu tidak menertawakannya seperti yang biasa ia terima. Dan satu lagi, barang belanjaannya. Dua ujung kantong plastik itu masih setia di genggamannya, sehingga apa yang ada didalamnya masih aman.

Sekarang kondisi kaki Halinka tidak memungkinkan untuk berlari menembus hujan yang semakin deras. Di buat berjalan sedikit saja rasanya ngilu. Jadi, dengan berat hati ia harus meneduh sampai hujan reda.

***

Setengah jam kemudian, Halinka dengan terseok-seok berjalan masuk ke dalam lift yang kebetulan kosong. Tepat saat pintu akan tertutup, sebuah tangan menghalangi. Dan terpampanglah wajah yang ia dan Indah sering bicarakan akhir-akhir ini. Kali ini pria itu memakai kaca mata hitam yang tampak pas sekali membingkai hidung mancung yang ada di bawahnya. Lagi-lagi ia tersenyum padanya.

Dan Halinka pun lagi-lagi membalas senyuman itu dengan canggung. Ia lupa kalau pria ini menjadi tetangganya. Maklum saja, sejak dua minggu kejadian itu, mereka sama sekali belum pernah ketemu.

"Sudah lama tinggal disini, Mbak?" Halinka menoleh, dan ternyata pria itu sudah melepas kaca mata hitamnya.

"Yah, lumayan."

"Kalau saya, hari itu adalah hari pertama saya."

"Hari itu?"

"Ya, yang waktu itu nggak sengaja, hehe."

Kenapa orang ini selalu tersenyum sih? Apa iya karena dia publik figur, jadi harus ramah gitu?

Tak berniat melanjutkan obrolan, Halinka pun memundurkan tubuhnya, lalu bersandar di sana. Karena kakinya masih sedikit sakit jika berdiri terlalu lama.

Dan dengan tak tahu malu, ternyata mata Halinka jelalatan memindai tubuh bagian belakang seorang Arzito Dewangga yang katanya seorang aktor dan model itu. Halinka tersenyum miring, mengapa ada orang yang dikasih bentuk tubuh sesempurna ini. Apalagi bagian tengkuknya sangat-sangat tipe kesukaan Halinka. Ia betah berlama-lama menatap bagian itu. Astaga, kenapa pikiran Halinka jadi seperti ini.

Mata Halinka membeliak kaget ketika tiba-tiba Arzito membalikkan tubuhnya. Tapi dia hanya tersenyum lagi, entah apa yang ada dipikirannya. Sedangkan Halinka sudah mulai kebanjiran keringat. Ekspresi wajahnya tadi benar-benar tak sedap dipandang.

Alhamdulillah nasib baik masih berpihak padanya. Sehingga tak lama kemudian pintu lift terbuka. Halinka memutuskan untuk segera berlari keluar, tapi sialnya ia lupa kalau kakinya habis terkilir. Dan jadinya kalian tahu apa yang terjadi?

Dia jatuh terjerembab. Posisinya tengkurap mengenaskan. Sementara belanjaannya, Halinka tak tahu nasibnya kini seperti apa.

Seketika Halinka mendengar ledakan tawa. Itu suara dia.

Ya Tuhan. Memalukan sekali. Bahkan untuk mengangkat wajah pun Halinka tak mampu karena ketiban malu. Ah, ini seribu kali lipat lebih malu daripada jatuh didepan supermarket tadi. Bagaimana ini? Apa yang harus dia lakukan?

"Mbak?" Tanyanya.

Lalu dia tertawa lagi. Dan parahnya lagi, dia tertawa sampai sujud menepuk-nepuk lantai.

Ah, Halinka benar-benar benci di tertawakan. Tapi, Halinka pikir kalau ia ada di posisi Arzito pasti ia akan tertawa juga. Kata orang-orang kan kalau dia lagi jatuh itu lucu banget, bahkan ada backsound 'gedebuk' gitu.

"Mbak nggak apa-apa?" Ucapnya lagi setelah berusaha keras untuk mengontrol tawanya.

Apa Halinka pura-pura pingsan aja? Toh, Arzito nggak akan kuat gotong dia nanti. Palingan dia minta bantuan orang lain. Lebih baik begitu, daripada Halinka bangun harus lihat muka dia dan bingung harus jelasin apa. Masa dia harus bilang, "Saya jatuh gara-gara malu ketahuan lihatin tengkuk Mas-nya."

'Kan tambah malu-maluin nantiiiii...

Akhirnya Halinka memutuskan untuk pura-pura pingsan. Arzito berhenti tertawa, ia sekarang sudah diam, dan terlihat mulai cemas dan kebingungan. Dia mencoba memanggil Halinka lagi. Lalu mencoba menepuk pundak Halinka. Arzito sudah kepalang panik, jadi dia segera membalikkan badan Halinka.

Halinka merasakan ada sesuatu yang menyentuh bawah hidungnya. Dikira dia udah mati kali ya?

'Aihs, ini orang. Kapan teriak minta tolongnya sih? Mataku nggak tahan mau kedap-kedip', teriak batin Halinka.

Tapi yang terjadi berikutnya benar-benar di luar nalar Halinka. Pertama kali dalam hidupnya semenjak dewasa, seseorang menggendong tubuhnya seorang diri. Iya, Arzito sendiri. Soalnya Halinka tidak merasakan kehadiran orang lain disini, hanya merasakan satu tangan yang ada di bawah pundaknya, sedangkan satu tangan lagi di lutut bagian belakang.

Walaupun tadi saat mengangkat Halinka mendengar erangan, kayak nguat-nguatin gitu. Tapi Halinka sangat speechless bahwa Arzito kuat menggendongnya sambil berjalan entah kemana ini.

Lha iya. Mau dibawa kemana Halinka sama dia???

[].

23/12/18

ONLY HUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang