Semacam orang yang muncul di film-film, itulah kamu.
🎵BTS-Miss Right🎵
***
Mengingat terakhir kali menginjakkan kaki di atas timbangan, Halinka merasa angka itu terus bertambah. Kalian jangan tanya berapa, karena batinnya tak sanggup mengungkapkan. Wanita bertubuh normal saja memandang pertanyaan itu sebagai aib. Apalagi seseorang seperti Halinka. Musibah? Bencana? Kiamat?
Tak mau pusing memikirkan itu, Halinka pun merebahkan dirinya di ranjang. Mengambil ponsel dinakas, lalu membuka snapchat orang-orang yang ada di kontaknya.
Ternyata, ada teman lamanya yang membagikan foto anak balitanya. Pipi bakpao anak perempuan itu seakan mengundang orang untuk menggigitnya.
Ah, gemesin banget kamu, dek! Teriak batin Halinka.
Tak tahu kenapa, sekarang Halinka memiliki semacam ketertarikan yang lebih besar terhadap anak kecil dibanding dahulu. Apa karena usinya kini sudah mau dipenghujung kepala dua? Yah kurang lebih dua sampai tiga tahunan lagi dia menyandang usia tiga puluh tahun. Makanya alih-alih baper lihat orang pacaran, tapi dia lebih iri hati lihat orang gendong anak. Keinginan menikah? Tentu saja ada. Tapi jujur sekarang ini ia masih merasa belum siap. Belum siap mentalnya, belum siap modalnya, dan tentu saja belum siap calonnya. Haha.
Jadi, untuk sekarang ini Halinka bertekad mewujudkan kembali mimpinya yang sudah terbengkalai alias tak pernah ia pikirkan lagi sejak tiga tahun silam. Mencoba meraba-raba apa saja hal yang perlu ia lakukan. Seperti mengasah kemampuannya menggambar. Ah, itu yang terpenting. Sudah tiga tahun rasanya ia tak berkutat dengan pensil, sketchbook, bahkan laptop dan tablet grafisnya.
Yah, mimpi Halinka adalah menjadi seorang komikus. Ia sangat mencintai komik, manga dan apapun sejenisnya. Ia sudah bermimpi sejak memakai putih abu-abu, sayangnya untuk menjadikan mimpi itu kenyataan ternyata tak semudah itu.
Tak terhitung berapa kali karyanya di tolak penerbit, membuat Halinka kadang merasa pesimis. Hingga tiga tahun yang lalu, karena kondisi ekonominya mendekati angka krisis, Halinka dibuat pontang-panting mencari pekerjaan kesana-kemari. Berharap ada perusahaan yang menerimanya, sehingga ia bisa punya pemasukan tetap perbulannya dengan nominal yang lebih tinggi. Itupun Halinka masih harus menyesap berbagai kepahitan. salah satunya, banyak perusahaan yang mempermasalahkan bentuk tubuhnya yang overweight .
Apakah itu mengurangi nilai arti good looking yang menjadi persyaratan mereka? Apa kegemukan bisa mengurangi kemampuan,bakat, dan kelebihan lain yang ada dalam dirinya? Apa mereka takut Hakinka kurang lincah dan cekatan dalam bekerja?
Maka dari itu, setelah Halinka mendapat pekerjaan. Ia mencoba berusaha sebaik mungkin. Membuktikan kepada orang-orang kalau dia bisa bekerja dengan kompeten. Tapi nyatanya, Halinka terlalu sulit menebak isi pikiran orang-orang. Entah kenapa, mata-mata itu seolah selalu menatap rendah dirinya. Bahkan ada beberapa yang secara blak-blakan menyinggung itu ketika dia ada kesalahan ketika bekerja.
Halinka sudah mencoba bertahan, tapi ia hanya manusia biasa yang punya perasaan. Ia memang tak punya mental sekuat baja. Untuk berbicara kalau dia tidak baik-baik saja pun ia tak sanggup. Ia memilih menyimpan sendiri semua pil pahit itu.
Semakin memikirkan itu semua, semakin membuat Halinka sakit kepala. Seolah tak ada hal baik yang terjadi di hidupnya.
***
Keesokan harinya, setelah salat subuh, Halinka memilih bersantai sejenak di balkon. Menghirup udara pagi memang sangat baik untuk menenangkan diri. Walaupun tahu sendiri kualitas udara di Jakarta seperti apa.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Indah tertera di layar. Ngapain ini anak pagi-pagi udah telfon. Bukan waktunya dia lahiran 'kan? Kandungannya' kan masih tujuh bulan, tanya batinnya.
"Halo? Ada apa, Ndah?"
"Setelah gue pulang kemarin sore. Lo nggak jalan-jalan keluar gitu? Beli makan atau apa kek gitu?"
"Nggak tuh, Ndah. Gue nggak kemana-mana. Emang kenapa?"
"Ya kali aja gitu lo tabrakan lagi sama itu artis. Kan ena tuh dapet rejeki dua kali, misal lebih juga tambah alhamdulilah. Rejeki lo berarti itu emang!"
Halinka ber-istighfar dalam hati, "Ya ampun, Ndah. Lo nelpon gua pagi-pagi buta cuma mau ngomongin itu? Dianggurin ya lo sama Dewa?"
"Dewa masih tidur. Udah nggak usah ngomongin dia!"
Halinka memutar bola matanya. Lebih dari satu dekade ia mengenal Indah, tapi masih belum terbiasa dengan tingkah temannya itu.
"Ya kali aja gitu, Lin. Lo ketemu lagi sama dia. Terus kalau emang akhirnya tabrakan lagi. Gue saranin jangan lupa tatap-tatapan yang lama. Kalau ada barang yang jatuh kayak kemarin, usahain ambilnya barengan, kali aja nggak sengaja pegangan tangan."
"KEBANYAKAN NONTON FILM INDIA LO!" Halinka sudah hilang kesabaran.
"Karena gua nggak ngerti bahasa India. Jadi gue lebih srek itu kayak FTV yang sering ditonton emak gue, Lin."
Lah apa hubungannya Markonah?!
"Jadi, kalau gue boleh kasih judul, mungkin 'Ketabrak Cinta Abang Artis' bagus juga."
"Udah ah gue sibuk. Nggak usah ganggu gue lagi!"
"Alesan aja, lo! Inget sis kalau udah jadi pengangguran!"
Halinka, "....."
"Yah 'kan siapa tau aja, Lin. Kadang segala sesuatu berawal dari kebetulan loh!"
Halinka menghela napas panjang, mencoba berbicara pelan-pelan, "Indah Ardiana Saputri. Demi Tuhan gue baru ketemu itu orang satu kali, dan lo udah buat jalan cerita bak sinetron kayak gini. Kasihan gue sama anak yang ko kandung, Ndah!"
"FTV kali ah bukan sinetron! Gue nggak suka cerita yang mbulet ala sinetron!
Halinka, "....."
"Kata orang, nggak ada kebetulan yang terjadi tanpa alasan, Lin."
"Udah ah, Ndah. Ketemu aja sekali, belum tentu ini kita ketemu lagi-"
Ucapan Halinka terhenti kala mendengar sesuatu dari balkon sebelahnya. Seperti suara dari tanda keberadaan seseorang. Dan ternyata.. kebetulan benar-benar terjadi dua kali padanya.
Pria itu tersenyum. Sangat manis.
Tentu saja hal itu membuag Halinka ketar-ketir. Orang yang ia bicarakan dengan temannya, tiba-tiba muncul dihadapannya.
Halinka dengan terpaksa membalas senyumnya, lalu menganggukkan kepala tanda permisi. Lalu segera berlalu darinya. Tentu saja ia menghindar, ia terlalu canggung untuk terus berada disana. Ia pun menutup pintu dengan cepat dan menyandarkan tubuh disana. Keringatnya sudah banjir tak bisa di tahan. Halinka memang seperti ini, gugup sedikit langsung berkeringat.
Halinka menempelkan ponsel ke telinganya lagi. Ternyata suara Indah meraung-raung memanggil namanya.
"Ya ampun, Ndah. Tebak tadi apa yang gue lihat?"
"Tadi gue panggil nggak nyahut-nyahut, tau-tau tanya kayak gitu. Bentar-bentar, suara lo kok gitu sih. Kayak habis lari ribuan kilo tau nggak! Jangan-jangan lo baru ketemu abang artis lagi ya?"
"Sejak kapan apartemen sebelah gue ada yang nempatin, Ndah?"
"Eh, jangan bilang yang nempatin itu Arzito si Artis itu?"
"Kayaknya sih gitu."
"Tuh 'kan apa tadi gue bilang. Berawal dari kebetulan. Satu kali lagi jodoh loh."
"Jodoh tai kucing."
[].
10/12/18

KAMU SEDANG MEMBACA
ONLY HUMAN
أدب نسائيDianggap 'berbeda' karena tak sesuai standar kecantikan yang ada di masyarakat, membuat Halinka menerima banyak tekanan dan hinaan. Binyok, babon, gajah, hingga Bombom_tokoh anak gendut di Ronaldo Wati_ mereka sematkan dibelakang namanya. Hal itu me...