24. Daydream

4.2K 523 256
                                    

"Kau sedang melamunkan apa?"

Sebuah sentuhan menyadarkan Jimin dari ketepakuannya. Ia tersenyum melihat sang istri yang kini ikut berbaring disamping tubuhnya. Tangan kokoh itu bergerak merengkuh tubuh Mina kedalam dekapannya.

"Tidak. Aku hanya sedang memikirkan ucapan Jay tadi dikantor."

"Tentang Min Yoongi yang membantu Jihyo?" Jimin mengangguk mengiyakan pertanyaan Mina.

"Sudah ku bilang bukan kalau Yoongi berbeda jika sudah bersama Jihyo. Aku bahkan sudah menyadarinya sejak pertemuan mereka pada makan malam itu."

"Darimana kau mengetahui semua itu?" Jimin mengernyit.

"Dari kaca mata wanita." Jawab sang istri sambil tersenyum. "Seorang wanita bisa lebih peka jika sudah menyangkut soal perasaan. Dan aku melihat itu dimata Yoongi. Dia benar-benar terlihat peduli dengan Jihyo."

"Jadi maksudmu Yoongi menyukai Jihyo? Begitu?" Jimin mendengus. "Tidak akan ku biarkan. Dia itu penjahat kelamin. Suka mempermainkan wanita. Dan lagi ia juga pernah di isukan Gay. Aku benar-benar tidak akan membiarkan Jihyo jatuh ketangan pria macam dirinya."

"Ish.. Kau ini." Mina memukul pelan dada bidang Jimin. "Sebejat-bejatnya pria, pasti akan luluh juga jika sudah menyangkut wanita yang ia cintai. Bukankah itu juga terjadi denganmu Tuan Park?"

Jimin terkekeh. Ucapan istrinya itu memang benar. Ia memang brengsek sebelum bertemu dengan Mina.

"Jadi aku harus membiarkan mereka bersama? Membiarkan Yoongi jatuh cinta dengan Jihyo, hingga Jihyo bisa melupakan Jungkook? Begitukah maksudmu?"

Mina menggeleng. "Bukan seperti itu. Masalah perasaan biarlah mereka yang menjalaninya sendiri. Kita cukup jadi penonton dan pemberi saran saja."

"Lagi, aku melihat Jihyo masih sangat mencintai Jungkook. Dan untuk Yoongi, aku bahkan tidak bisa mengartikan bagaimana perasaanya dengan Jihyo."

"Maksudmu? Bukankah tadi kau bilang Yoongi menyukai Jihyo?" Tanya Jimin kembali.

"Aku tidak berkata seperti itu. Aku bilang jika Yoongi peduli dengan Jihyo, dan aku juga merasakan perasaan lebih yang terpancar dari matanya. Tapi bukan rasa cinta. Entahlah!! Aku rasa lebih dari itu."

Jimin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Bahasamu terlalu berat nona. Aku bahkan tidak mengerti kemana arah pembicaraanmu."

"Tapi jika kau berharap bisa membaca pikiran Yoongi, kurasa itu sia-sia saja. Pemuda itu begitu misterius. Aku yang berteman sudah lebih dari tiga tahun saja, masih belum memahaminya. Berbeda ketika aku berhadapan dengan Jungkook. Dia pria yang mudah ditebak. Gampang jatuh cinta dan gampang terbawa arus."

"Kau bisa lihat bukan disaat Jihyo belum kembali, dia terlihat sangat mencintai Tzuyu. Tapi saat Jihyo kembali, hatinya mulai goyah. Maka dari itu aku menyarankan dia untuk memantapkan hati dan memilih satu diantara mereka. Entah yang mana yang akan dia pilih. Tapi aku yakin, itu keputusannya yang terbaik."

"Kau benar." Mina menimpali. "Biarkan saja kisah mereka mengalir seperti air."

Jimin mengangguk menyetujui perkataan istrinya itu.

"Hei.. Bisakah kita berhenti membicarakan mereka dan fokus hanya untuk kita berdua saja?" Protes Jimin saat merasa arah pembicaraan ini sudah mulai melenceng jauh.

"Memangnya kau mau membicarakan apa denganku?" Mata Mina memicing tajam saat melihat seringaian yang ditunjukkan oleh suaminya.

"Tentu saja program membuat anak."

********

Hampir jam satu dini hari, Jungkook tak kunjung dapat menutup matanya. Bayangan Yoongi dan Jihyo yang ia lihat kemarin dikoridor kantor Jimin membuat pikirannya kacau.

Spaces Between Us - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang