SEMBUHNYA SEGALA LUKA

2K 208 37
                                    

Angin sore itu cukup bringas. Berhembus kuat dan menyakiti kulit. Kebringasannya juga dengan kasar menyapu daun-daun yang berguguran lalu menerbangkannya lagi tanpa tujuan yang pasti. Entah untuk dibawa kemana daun-daun itu, di permainkan untuk diputar-putar di area makam atau dibawa terbang jauh lalu dijatuhkan lagi.

"kreks" suara daun kering ketika di injak oleh kaki Milang. Rupanya tidak semua Daun itu lemah, sehingga bisa dengan mudahnya di terbangkan angin. Buktinya masih ada banyak daun-daun kering yang menutupi tanah sekitaran Makam. Daun bunga kemboja, Daun pohon sukun dan beberapa daun pohon yang Milang tidak tau apa namanya. Tidak disadari daun-daun itu menjadi bak karpet merah Milang yang terbentang dari dimana ia turun dari mobil menuju ke tempat pusara kakaknya.

Dengan paduan celana jeans dan kemeja berwarna hitam, sore itu Milang mengunjungi kakaknya. Langkahnya yang mantap seolah tidak ada yang perlu ditakuti untuk sebuah pertemuan semu sore itu.

Tangannya mengenggam sepucuk bunga. Hanya sepucuk, tidak lebih. Milang seperti tak mampu membawa bunga lebih dari itu. Sebab memboyong sejuta rindu yang pilu dalam hati sudah sangat berat untuknya melangkah.

"Bang, Milang dateng" ucap Milang ketika baru saja tiba di dekat tanah yang menggunduk dengan papan Nisan bertuliskan nama kakaknya. "maaf Milang baru datang" katanya lagi.

"Maafin Milang yah bang, selalu ninggalin Abang. Bahkan sampai dihari terakhir abang, Milang tetep ninggalin abang"ucap Milang dengan perasaan sesal yang tak terkira.

Milang letakan Bunga digenggamannya ke dekat papan Nisan kakaknya. Tapi angin dengan nakal berulang kali membuat bunga itu bergeser dari tempatnya. "bungamu itu tidak berarti" kalau angin berbicara, kalimat itulah yang akan di dengar Milang sore itu. Angin ingin memaki Milang, ingin membuat Milang semakin menyesal. Bahwa apa yang ia bawa sore ini tidak akan membawa perubahan dan kebaikan apapun untuk kakaknya. "Bunga ? untuk apa ? ia tak akan membuat kakakmu kembali. ia tak akan membuat kakakmu bahagia, bunga itu tidak akan sampai ke alam dimana kakakmu berada"

Frustasi karena angin terus mengulingkan bunga itu dari nisan kakaknya. Milang akhirnya menancapkan tangkai bunga itu pada tanah kubur kakaknya. Meski tidak akan berarti, meski tidak akan sampai, meski hanya bisa dilihat dan dicium wanginya oleh manusia yang masih bernyawa. Tapi Milang tidak rela angin membawa bunganya. Karena hanya itu yang ia bisa berikan saat ini.

"Milang nggak pernah bisa kasih apa-apa bang, saat hidup abang ataupun saat abang sudah tiada, Milang nggak pernah bisa kasih sesuatu yang benar untuk abang. Bahkan bunga inipun, nggak berarti untuk abang"kata Milang sambil mengubur sedikit ujung tangkai bunganya.

Angin begitu kecewa. Ia tidak berhasil membawa bunga itu. Tapi angin yang kecewa sore itu seketika menjadi meluluh. Hembusannya tak lagi brutal. Ia berhembus dengan lembut dan sejuk ketika Milang mengangkat kedua tangannya lalu melantunkan doa-doa yang indah untuk kakaknya.

Dan dengan senang hati angin sore itu akan menerbangkan doa-doa Milang. Melalui sejuknya yang ia berikan, angin memberikan pesan pada Milang"inilah yang sangat berarti dan pasti membuat kakakmu bahagia dialam sana".

"selamat istirahat bang, Milang pasti akan sering kesini" kata Milang dengan hati yang sejuk.

***

Saat seseorang terluka hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Dia mati karena luka itu atau dia akan sembuh. Waktu akan memberikan jawaban kemungkinan itu. Siapa yang mati dan siapa yang sembuh.

"mungkin nanti masih kaku kalau dipakai nulis,makan atau aktifitas lainnya. Itu karena selama dua bulan tangannya tidak digunakan, tapi tidak akan menjadi masalah, berlatih terus nanti juga akan terbiasa lagi" kata Dokter yang membantu membuka gips tangan Milang.

KELAS FTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang