FEEL

505 33 1
                                    

(Pic Tatto Angela)

***

Dari satu bulan, hari ini adalah hari terakhir Angela serta para calon nanny libur. Mereka memanfaatkan untuk pulang sebentar ke rumah masing-masing bagi yang rumahnya tidak terlalu jauh dari asrama. Hal ini tentu saja dipakai Angela juga. Bukan untuk menemui ayahnya yang tukang mabuk, tetapi untuk menemui tanaman terkasihnya.

Ada berbagai macam pot bunga dan kaktus yang Angela tanam di balkon kamarnya. Dia mencemaskan keadaan mereka. Entah mereka bisa bertahan atau tidak, yang pasti sekarang dia mau menyerahkan tanaman-tanamannya yang berharga ke tangan yang lebih layak. Angela tahu, sebentar lagi tanaman itu tidak akan pernah dia jumpai karena pekerjaan yang menuntut.

“Gladys! Apa kabarmu?” sapa Angela pada gadis penunggu meja kasir sebuah toko roti.

“Baik, Angela. Kau ... membawa semua tanamanmu kemari? Tumben sekali!” Dia berseru antusias. Tatapannya tetap lurus ke depan meskipun Angela sendiri telah menyerong ke sisi kiri meja kasir.

“Kau tahu saja ... hahaha! Benar-benar penglihatan yang tajam!” seru Angela tersenyum ceria.

“Angela, kau selalu saja begitu. Padahal, aku hanya mempunyai telinga dan hidung yang berfungsi untuk mengetahuinya,” ucap Gladys sambil terkekeh.

Angela termenung sedih menatapi gadis itu. Teman pertamanya sedari kecil. Teman spesial di mana dia tidak ragu untuk bergaul dengan Angela tanpa melihat semua yang ada pada dirinya. Gladys, meskipun dia terlahir tidak bisa melihat dunia, tetapi dia bisa dengan jelas melihat mana seseorang yang baik dan mana yang buruk. Angela selalu belajar darinya sejak dulu.

“Gladys, bisakah kau mengadopsi anak-anakku yang mempesona ini? Aku ... tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk mereka lagi,” tawar Angela sambil merengut sedih.

“Hahaha ... Angela, kau memang tidak berubah, ya. Selalu menganggap tanamanmu itu adalah anakmu. Oke, kupikir, aku bisa mengadopsi semuanya! Asalkan mereka tidak suka ‘menggoda’ pelanggan priaku seperti dirimu.”

“Hee? Tidak, kok! Mereka anak-anak dari para malaikat suci yang baik hati dan murni. Aku jamin, mereka tidak akan pernah merepotkanmu! Apalagi si hijau berduri! Dia itu sangat hemat saat makan.”

“Oke, oke. Nah, letakkan saja tanaman-tanaman itu di rak ujung dekat tanaman-tanaman lain. Sementara itu, mau roti gula dan cappucino?”

“Oya! Apakah gratis?”

“Untuk sahabatku gratis, kok.”

“Baik sekali! Terima kasih, Gladys!”

Obrolan demi obrolan tak terasa memakan waktu sangat lama. Makan siang terlewat begitu saja. Angela sadar kalau perutnya butuh nutrisi yang mengenyangkan selain roti gula. Dia beranjak pamit pada Gladys ketika pukul empat sore.

Angela sudah berkeliling kota hanya untuk mencari restoran cepat saji yang sedang ada diskon. Dia pun mendapatkan itu menjelang pukul setengah sepuluh malam. Segelas cup plastik coca cola ukuran medium, tiga potong paha ayam original, dan kentang goreng sudah cukup untuk mengisi perutnya yang lapar. Angela menghitungnya juga sebagai makan malam.

Hari sudah memasuki tengah malam. Sungguh sial bagi Angela karena sampai sekarang sejak dia selesai makan, taksi yang ditunggunya belum kunjung muncul. Angela mulai mengumpat, berandai-andai dia memiliki kendaraan pribadi, minimal motor matic.

Fall into Devil [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang