"I am first." Reno berjalan dengan tenang menuju stop kontak di dekat meja guru.
Saat ini sedang jamkos karena ada semacam acara resmi yang diadakan di aula. Sementara para guru berbahagia dengan berkaraoke ria, murid-murid mereka lepas pengawasan orang tua. Mereka jadi meliar seperti lupa dunia.
"Gue harap lo tau istilah ladies first?" Salma langsung mencabut charger Reno dari stop kontak. Lalu mengibaskan rambutnya pelan. Hampir kena hidungnya Reno.
"Buset, ngiklan shampo."
Sebenarnya ada empat colokan. Dua di antaranya nggak bisa diisi karena bener-bener nggak layak— nyaris hangus. Dan satunya lagi buat kipas angin kelas.
Nggak tau lagi, uang SPP kemana.
Tapi ini mungkin karena anak IPS 1 yang rajin nunggak SPP juga deh. Kelas nggak bener sendiri fasilitasnya.
"Minggir! Tinggal dua persen!" Boro-boro ijin, Hani langsung aja dorong badan Salma dan nyolokin charger hapenya.
"Hape baru nggak boleh sampe lowbatt, minggir!" Arka tiba-tiba datang menyela. Dia bahkan nggak mau susah-susah buat nyolokin charger punya dia.
"ITU CHARGER GUE! KOK LO YANG PAKE?!" Iya, ini mulutnya Firda.
"Mereka itu nggak bisa berusaha dikit ... Di kelas lain 'kan juga banyak stop kontak," kata Raja santai. Mentang-mentang langganan nongkrong di kelas samping. Saking seringnya, mungkin namanya dobel di absen dua kelas.
"WOE, TOWER GUE MAU AMBRUK NIH, SORI YA MANTEMAN!" Baram berlari dari ujung kelas tempatnya tidur-tiduran mirip ikan pindang tadi.
"JISANG, INI ANAK-ANAKMU KENAPA MALAH JADI ATLET SMACK DOWN?"
seruan Karin, anak kelas sebelah yang muncul di ambang pintu kelas membuat Jisang datang tergopoh-gopoh."Astaghfirullah ... Kalian ini ngapain aja sih?!"
"Rebutan colokan, Jis. Udah kayak rebutan cincin ini para makhluk kek Gollum aja," kata Ariz yang lagi nyatetin utang kas kelas.
Ya Tuhan, ampunilah dosa para makhluk yang hobinya nyabutin charger orang, padahal baru dicolokin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stereotipe Menengah Atas
MizahSMA Samudra itu mainstream kok, sama kayak sekolah lainnya. Meski dianggap stereotip, rasanya tidak adil ya kalau semua manusia itu sama? - a cheesy literature