16. Boomerang

25K 3.8K 320
                                    

Gils aku update seminggu 3x, warbyazah.



***

Bagai harimau yang siap menerkam mangsanya. Begitulah definisi dari tatapan lelaki yang berada tepat dihadapan Arly sekarang.

"katakan." ujar lelaki tersebut, nadanya memaksa.

Sedang si wanita hanya menundukkan kepala takut, "aku mengaku sudah berbohong, dan aku minta maaf. Tapi aku sudah tujuh belas." ungkapnya pelan.

"masih ingin berbohong setelah apa yang kau lakukan?" Seongwoo bertanya sekaligus menyindir.

Arly mendongak menunjukkan raut ketidaksetujuan, "aku benar-benar tujuh belas tahun." protes si kecil, "tepat saat kita melakukan, aku berulang tahun saat itu." lanjutnya memperjelas.

Dahi yang lelaki berkerut, menunjukkan tatapan tak percaya, "aku akan bertanya langsung pada Sungwoon, sampai kau berbohong lagi, kau benar-benar habis di tanganku."

Arly mengangguk cepat.

"tidur, dan jangan coba-coba menerobos kamarku." final Seongwoo meninggalkan Arly yang termenung.

Seongwoo menggeram tertahan, ia menyesal tidak pernah memeriksa profil Arly yang pernah Sungwoon berikan. Dan ia kesal karena telah dibodohi selama beberapa hari oleh wanita berumur tujuh belas tahun itu.

Ini bukan dirinya. Ya, Seongwoo menyadari itu. Ia adalah orang yang arogan, tak memberi belas kasihan pada orang, kejam, tenang, menyukai suasana hening, dan senang memerintah.

Tapi perlahan kini ia mulai berubah sedikit demi sedikit, dan itu disebabkan oleh wanita asing yang tidak jelas asal-usulnya, datang lalu memorak-porandakan Seongwoo seenaknya.

Perubahan itu bisa dilihat dari berapa kali Seongwoo tertawa dalam setahun. Menandakan sangat jarang ia bercanda atau tidak suka bercanda, tapi kali ini ia hampir tertawa setiap hari jika bersama wanita itu. Memang bukan karena leluconnya, tapi karena kebodohannya.

Ia hanya merasa nyaman ketika wanita itu berada di dekatnya. Rasa nyaman yang telah sekian lama ia cari.

Dan Seongwoo tahu ini tidak benar, ia sadar ia mulai melupakan tujuan awal mendekatkan diri pada Arly, yaitu membuat wanita itu jatuh cinta dan membuatnya ketergantungan. Namun sekarang, tujuan itu malah berbalik mengenai dirinya sendiri.

Hatinya tanpa sadar kembali terbuka, untuk seseorang yang baru saja hadir tanpa diundang.


***

"hyung" panggil Woojin ketika Sungwoon mengangkat sambungan teleponnya.

"Ya?" sahutnya.

"Seongwoo hyung menyuruhku untuk mencari tahu tentang orangtua Arly, terlebih ayahnya. Aku sudah mendapatkannya, tapi.." Woojin terdiam sejenak sebelum meneruskan ucapannya, "aku pikir aku harus memberitahumu lebih dulu. Karena menurutku ini..sedikit serius."

"kirim berkasnya sekarang ke email ku." respon Sungwoon cepat, ia tahu ini bukan hal biasa, mendengar bagaimana Woojin khawatir.

"baik"

Sambungan telepon itu terputus, Sungwoon yang sedang bertugas mendampingi Seongwoo pun keluar ruangan hendak memeriksa berkas yang dikirimkan Woojin.

Diwaktu yang sama, Seongwoo yang tengah serius bernegosiasi sempat melirik ekspresi panik Sungwoon saat izin keluar ruangan dengan terburu.


***

"besok kita pulang." ujarnya bermaksud memberitahu wanita yang tengah berbaring di sebelahnya.

"heung? Tapi kita baru dua hari." si wanita mengoreksi.

"urusanku sudah selesai, tidak ada alasan untuk tinggal lebih lama lagi disini." jelas Seongwoo memberikan sapuan lembut di kening Arly, membuat wanita itu memejamkan matanya.

"tapi aku senang disini." ungkap Arly pelan.

"aku yang tidak senang kau disini." nada Seongwoo dibuat sesinis mungkin, ingin menggodanya agar wanita itu kesal. Dan umpan berhasil terpancing, terlihat jelas ketika wanita itu membuka matanya dengan raut marah seperti anak kecil.

"beruntungnya aku dilahirkan dengan rasa kesabaran yang tinggi." Arly mengusap dada tanpa mengalihkan pandangannya dari Seongwoo yang sedang mati-matian menahan tawa dengan memasang wajah angkuh.

"bagus."

"Seongwoo" panggil Arly pelan.

"kuingatkan satu hal Arly, aku lebih tua darimu, dasar setan kecil!" Seongwoo mendengus kesal.

"jadi, haruskah kupanggil oppa? Seongwoo oppa? Begitu? Ohh terdengar menggemaskan." si wanita ber fangirl ria.

Sedang Seongwoo mencibir pelan kelakuan gadis itu, apalagi ketika bibirnya terus mengulang kata 'oppa' dengan nada manja. Membuat Seongwoo sedikit tidak tahan. Tunggu. Tidak tahan apa?

"apa kita akan melakukannya lagi?" tanya Arly menahan tubuh besar Seongwoo yang ingin menimpahnya.

Mereka memang hendak melakukannya lagi karena Seongwoo benar-benar diambang batas hasrat memuncak, dan tentunya setelah Sungwoon mengkonfirmasi bahwa Arly memang sudah berumur tujuh belas tahun tepat saat mereka melakukan.

"Ya, hukuman untukmu karena sudah berbohong kemarin." jawab Seongwoo sembari memberikan kecupan-kecupan kecil di leher Arly.

Arly bergidik sebelum membalas, "tapi kau sendiri yang bilang bahwa aku masih dibawah umur." nadanya seperti terjepit ketika Seongwoo sedikit menggigit lehernya.

"jadi kau menolak?"

"tidak."

"bagus. Yang harus kau lakukan sekarang adalah, diam dan nikmati."

Khas dominan.


***

Setelah menempuh perjalanan cukup panjang, akhirnya Arly, Seongwoo serta anak buahnya sampai dengan selamat menginjakkan kaki di mansion.

Arly yang entah harus sedih atau senang karena liburannya telah berakhir, tetapi wanita itu tak henti mengulum senyum ceria mengingat saat perjalanan kembali ke Korea, sebab Seongwoo terus menggenggam erat tangannya.

Hati Arly menghangat, tentu saja. Siapa yang tidak senang diperlakukan manis dengan lelaki yang didambakannya. Kecuali kalian tidak normal.

"kau harus beristirahat, aku akan menyusulmu." ujar Seongwoo mengusap pelan kepala Arly.

Arly mengangguk semangat, "aku tunggu, Tuan."

Taklama Arly berlari menuju kamarnya dengan binar bahagia terpatri di wajah gadis itu. Seongwoo menarik sudut bibirnya, tersenyum kecil.

Urusan Seongwoo belum selesai, ia harus menagih sesuatu dari Woojin, tidak, ia harus lebih dulu menemui Sungwoon.

Kedua lelaki itu saling memandang, satunya dengan tatapan ingin tahu, yang satu lagi dengan tatapan ragu.

"katakan, aku menahan tidak bertanya karena ingin mendengar kau yang mengatakan lebih dulu." ucap Seongwoo tegas.

Sungwoon berekspresi tak yakin, "ini mungkin buruk untukmu..dan Arly."

"katakan." suruhnya singkat.

Sungwoon menarik napas panjang sebelun berucap "ayahnya..."

Atmoster yang ditakutkan Sungwoon akhirnya terjadi setelah ia selesai berkata, dan bukan hanya ia yang akan merasakannya, tetapi seluruh isi mansion.

Tidak ada yang lebih menakutkan dari tatapan dingin seorang Ong Seongwoo saat ini. Bukan dingin seperti yang biasa Seongwoo tunjukkan kepada orang-orang, ini berbeda.

Sungwoon bersumpah, ia lebih memilih melihat Seongwoo marah, berteriak keras, menembak musuh, atau menyiksa orang dengan sadis. Daripada melihat tatapan dingin itu kembali, setelah sekian lama Seongwoo berusaha menghapusnya.





***

Gimana?
Siap untuk mulai?

Dominance ¦ Ong SeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang