18. Hurt

24.1K 4.1K 471
                                    

Ayo ramaikan ff baru ku, judulnya Heaven.



***

Langit mulai menguning, menandakan matahari akan kembali menenggelamkan dirinya dengan tenang, tidak terburu seperti lelaki berambut pirang-Sungwoon- yang terlihat bergegas cepat mengurai langkah menemui Seongwoo yang sedang mengobrol serius bersama Woojin tepat di depan ruang kerja lelaki bermarga Ong itu.

Sungwoon berdehem kecil sebelum menginterupsi, "bisa aku lebih dulu memberitahukan sesuatu?" rautnya seperti meminta persetujuan.

Woojin mengangkat sebelah alisnya, "aku sudah selesai, hyung. Kalau begitu aku permisi." kepalanya sedikit merendah menghadap Seongwoo kemudian berlalu meninggalkan dua lelaki yang saling memandang.

"Mirae sedang dalam perjalanan menuju kemari." lapor Sungwoon diselingi ringisan, "aku sudah mencegahnya, tapi dia bernekat. Ayahmu pun sudah kewalahan."

Seongwoo tidak berekspresi apa-apa, pembawaannya tenang seperti biasa, "bagus." responnya singkat.

Mulut Sungwoon sanggup dibuat terbuka selama beberapa detikan mendengar respon yang keluar dari mulut lelaki tampan di hadapannya, karena setiap ia mengucap nama 'Mirae', Seongwoo selalu menampilkan tatapan tak suka, dan selalu berusaha menghindari bertemu wanita itu.

"o..oh, okay." Sungwoon menganggukan kepalanya berusaha menyakinkan diri sendiri tentang apa yang baru saja ia dengar. "Dan.."

Seongwoo menatap lelaki bertubuh lebih pendeknya dengan tatapan tanya, menunggu ucapan lelaki itu menggantung ragu.

"Arly sudah pulih."

Seongwoo terdiam sejenak, "aku tidak peduli." setelah berucap ia langsung memasukkan kode password ke layar yang dapat membuka pintu ruangannya tersebut. Masuk kedalam ruangan, meninggalkan Sungwoon yang mematung.

"ahh ya, aku ingin menunggang kuda setelah berganti baju. Siapkan." suara Seongwoo lewat interkom terdengar.


***

10 hari, selama itu Arly mendapatkan perawatan intensif di pusat kota untuk menyembuhkan luka di tubuhnya, kini ia telah kembali ke mansion, beruntungnya saat itu ia mendapat pertolongan pertama, karena saat ia menumpahkan sup panas itu ke tubuhnya, Sungwoon, bibi Ahn dan yang lainnya langsung memberikan bantuan, tapi tidak dengan lelaki berwajah datar yang hanya diam berdiri menatapnya tanpa melakukan apa-apa, seolah tidak peduli.

Kini kulitnya yang melepuh sudah terlihat cerah seperti semula. Tetapi tidak dengan senyumnya, senyum cerah yang biasa ia tampilkan kini berubah menjadi sebuah senyum palsu, senyum yang hampa.

Seperti sekarang,

"aku sudah bisa bekerja bibi, aku sekarang sudah sembuh. Tidak perlu mengkhawatirkanku." senyum palsu wanita itu terukir.

Bibi Ahn merengut tak suka, "setidaknya beristirahatlah hari ini, ini 'kan hari pertamamu kembali."

"aku sudah berlibur selama sepuluh hari, nanti aku dipecat" ucapnya diselingi tawa kecil.

Wanita paruh baya itu tersenyum keibuan, "kau adalah wanita kuat." tangan kanannya mengelus surai Arly lembut.

"aku tahu, aku bahkan bisa mengalahkan Do Bongsoon." timpalnya menyombong, berusaha untuk melucu, tapi malah membuat bibi Ahn menatapnya iba.

"bibi pun tidak tahu alasannya, tapi bibi yakin Tuan melakukan ini bukan dari dasar hatinya."

Arly tersenyum kecil, namun tulus.

"dimana kakak tercintaku?" teriak seseorang dengan suara nyaring, beradu dengan ketukan langkah stiletto yang dipakainya. Membuat penghuni dapur bergegas menuju sumber suara.

Dominance ¦ Ong SeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang