⚠: typo, jangan dibayangin.
***
Arly terdiam sejenak, bernapas panjang saat angin sore mulai menerpa wajahnya. Pikirannya melayang, anaknya akan segera lahir, yang berarti semakin sedikit waktunya bersama Seongwoo.
Bisakah, bisakah Arly kembali mengulang waktu tersebut? Mengulang saat dimana ia menerima seluruh perhatian lelaki itu setiap harinya. Tentu saja tidak bukan?
Kini Arly sudah tidak menempati mansion, Seongwoo yang menyarankan agar mereka pindah ke pusat kota untuk mempermudah proses kelahiran anaknya nanti.
"Oppa." panggil Arly pelan menoleh kearah Seongwoo yang berada disebelahnya, mereka tengah santai berada di gazebo rumah menikmati sore. Seongwoo berdehem sebagai sahutan.
"Oppa sudah memikirkan nama anak kita nanti?"
"belum."
Anak mereka berjenis kelamin laki-laki ketika melakukan pemeriksaan USG, dan itu membuat mereka berdua antusias ketika mengetahuinya. Mengingat Seongwoo membutuhkan penerus kelak.
Sebenarnya Seongwoo akan tetap bahagia apapun jenis kelaminnya, jika perempuan ia benar-benar akan menjadikannya bagai seorang putri yang manis dan menjaganya dengan sangat baik, ia tidak ingin nasib anaknya sama seperti ibunya, dan jika laki-laki, Seongwoo akan menjadikannya sebagai pemimpin kuat yang menghargai kaum hawa.
"bolehkah jika aku mengusulkan nama asing? Maksudku, bukan nama korea. Seperti nama anak Daniel dan Esther?"
"lantas kau akan menamainya siapa?"
"Arthur." jawab Arly antusias.
"terlalu sulit diucapkan. Lagipula nama korea lebih bagus."
Arly terdiam menutupi rasa kecewanya dengan senyuman kecil. "baiklah, oppa saja yang memberikan nama. Aku pasti akan setuju." nada Arly terdengar seperti menghibur diri sendiri.
Seongwoo mengangguk.
"Oppa." panggil Arly lagi setelah terdiam cukup lama.
Kali ini Seongwoo tidak menoleh, matanya fokus menatap tablet yang berada ditangannya.
"aku pikir perutku...Akhh"
Seongwoo cukup dibuat panik ketika wanita disebelahnya pucat sembari memegang perutnya.
"mobil, siapkan mobil!" perintah lelaki tersebut.
Setelah kurang lebih menunggu pembukaan rahim hingga melahirkan yang memakan waktu hampir 9 jam, tidak terlalu terasa ketika waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam.
"aku pikir kau pasti sudah tahu. Laki-laki dan sehat." ujar Jennie ketika menemui Seongwoo.
"ibunya?"
Jennie menaikkan sebelah alisnya ketika Seongwoo bertanya, lalu tersenyum kecil, "baik-baik saja."
Barulah Seongwoo bisa bernapas dengan lega, tanpa bisa diabaikan, kegugupan lelaki tersebut terlihat dengan sangat jelas ketika menunggu proses kelahiran. Gugup? Hal yang cukup langka mengingat sifat tenang yang mendominasi lelaki itu.
"dokter kandungan sedang menanganinya, kau tidak perlu khawatir." tambah Jennie.
"Arly akan segera dipindahkan bersama bayinya, kau bisa menunggu di ruangannya."
Bibir Seongwoo mengering, tatapannya melunak ketika bertemu dengan wajah lelah yang tertutupi binar haru sekaligus bahagia tengah menciumi bayi laki-laki dipelukannya.
"tampan seperti oppa." ujarnya dengan nada serak.
"dia mempunyai bibir sepertimu." balas Seongwoo ketika menatap bayi laki-laki tersebut yang tertidur nyenyak. "kau tidak menyusuinya?"
Arly gugup seketika, ia menggigit bibirnya pelan, "nghh..air susuku tidak keluar." jawabnya sedih.
"kenapa? Lalu bagaimana jika dia lapar?" tanya Seongwoo sedikit menaikkan nadanya, membuat Arly semakin menundukkan kepalanya. "apakah ini akibat dari kau sering bolos kelas hamilmu? kalau seperti ini siapa yang harus ku salahkan? Bayinya?"
"maaf."
"aku tidak ingin mendengar maafmu, hanya bagaimana caranya kau bisa memberikan asi eksklusif untuknya? Kau ibunya."
"aku tahu aku salah, tapi bisakah oppa tidak berkata seperti itu? Aku pun sedih. Ini hari pertamanya tapi aku tidak becus sebagai ibu." ucapnya pelan menahan airmata yang memaksa keluar.
"ada masalah?" sahut seseorang memasuki ruangan dengan raut ingin tahu.
"asi nya tidak keluar. Apakah disini tidak ada alat untuk membantunya?" Seongwoo menyambar dengan cepat.
"ada, tapi lebih baik jika menggunakan cara manual." jawab Jennie, dalam hatinya berteriak kegirangan ketika memikirkan apa yang ada dipikirannya.
"apa? Katakan."
"kau harus merangsangnya. Seperti memancingnya keluar. Kau, yang melakukan. Karena mungkin hanya kau yang sudah pernah melihat tubuh Arly, caranya seperti-yaa anak sedang disusui ibunya."
"maksudmu aku yang merangsang keluar air susunya dengan cara..." Seongwoo bahkan tak sanggup melanjutkan ucapannya, sedang Jennie mati-matian menahan senyumnya.
Arly yang mendengar hanya menganga, perutnya seperti tergelitik ketika membayangi Seongwoo-APA? Jadi ia akan menyusui suaminya begitu?
Belum mendapat pencerahan, bayi laki-laki yang berada dalam gendongan Arly tiba-tiba menangis kencang. Membuat kedua pasangan tersebut bertambah gugup.
"aku akan menggendongnya, jadi silahkan kalian berusaha." Jennie mengambil alih bayi kecil tersebut dan sedikit menenangkannya "cepatlah! Kalian tidak kasihan melihat ia menangis kencang seperti ini?" Jennie tidak keluar ruangan, hanya mengalihkan pandangan.
"kalau oppa tidak ingin melakukannya, kita bisa-"
"tidak, aku akan melakukannya. Buka bajumu."
Arly terdiam linglung, tubuh dan pikirannya kaku. "b-baiklah." dengan ragu tangan kurus itu membuka kancing bajunya sendiri.
Seongwoo menelan ludahnya cukup sulit ketika menyadari ukuran peyudara Arly membesar sejak hamil.
Sedang si wanita memejamkan matanya malu sambil mengangguk ketika mata lelaki tersebut seperti meminta izin terlebih dulu.Mereka memang pernah melakukannya, tetapi jika melakukannya sekarang, di rumah sakit, dan terdapat Jennie. Itu cukup aneh dan malu rasanya.
"apa, kenapa tidak keluar juga?" ucap Seongwoo bingung ketika sudah berusaha merangsangnya dengan cara menghisap.
"mungkin kurang kuat." sahut Jennie masih berusaha menenangkan si kecil tak kunjung diam.
"oppa sakit sshhh." ringis Arly ketika Seongwoo menyedotnya cukup keras, tetapi akhirnya berhasil mengeluarkan cairan putih susu.
"kalian sedang tidak membuat adik baru untuknya 'kan?" nada Jennie terdengar menggoda.
"kemari. Asi nya keluar." sahut Seongwoo mengabaikan pertanyaan Jennie.
Bayi laki-laki itu seketika terdiam ketika disusui ibunya, namun semburat merah dipipi Arly tak kunjung menghilang.
"paman dataaang!" seru seseorang yang di duga Sungwoon, ingin memasuki ruangan, tetapi dengan cepat dicegah Seongwoo.
"Arly sedang menyusui, kau tidak bisa masuk."
"hah! Dasar posesif."
"bukan posesif, hanya menjaga apa yang aku miliki."
Apa yang aku miliki?
Arly ingin terus mendengarnya.***
Bentar lagi ending guyssss, seneng banget sih yaampun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dominance ¦ Ong Seongwoo
Fanfiction[COMPLETED] Ya. Dia selalu mendominasi hidupku dengan kelembutan, kebaikkan, serta perhatian yang membuatku lupa dengan posisi ku. Tapi, sampai hari itu tiba, dia mulai mendominasi dengan sikap dingin dan arogannya. -Arly ©2017 parksecret