Why aku gabisa update setiap hari, padahal aku pengen banget:(
Kalo chap ini rame ntar aku usahain buat lanjut besok.
⬆
⬆
⬆
Kata-kata di atas adalah tulisan parksecret dengan segala janji-janji busuknya. Hehe
***
"siapa itu?" tanya seorang gadis menangkap sesosok wanita yang berdiri di depan mansion sambil memeluk tubuhnya sendiri, ketika ia barusaja keluar dari mobil hendak berjalan ingin memasuki bangunan megah tersebut.
"salah satu pelayan disini, nona." sahut Kenzo di belakangnya mengikuti.
Gadis itu mendengus, menghampiri wanita tersebut dan diawali dengan tepukan di bahu, "masuklah, salju akan turun malam ini."
Arly menoleh, mendapati gadis cantik tengah menatapnya dengan senyuman hangat, namun kepala Arly menggeleng lemas, "dia berkata jika ada seseorang yang menolongku, seseorang itu akan mati."
Gadis membalas menggeleng cepat, "oppa tidak akan membunuhku." tangan halus gadis itu menarik lengan Arly pelan untuk masuk ke dalam mansion.
Oppa? Pikir Arly dibuat bingung.
"lenganmu dingin sekali-Oh apa ini? Siapa yang melakukan?" seru gadis tersebut kaget ketika matanya terarah ke luka Arly.
Matanya gadis itu terlihat seperti meminta penjelasan, namun yang dilakukan Arly hanya menggeleng pelan, "aku melakukan kecerobohan."
"harus diobati, lihat, darahnya membeku." tunjuk Mina ke arah jari-jari Arly.
"Kang Mina! Lepaskan tanganmu dari wanita itu." Seongwoo datang menginterupsi dengan pandangan marah tetapi di hatinya sedikit lega? Lega untuk apa? Seongwoo juga tidak mengetahuinya.
Gadis bernama Mina itu mendelik kesal kearah Seongwoo, "oppa, dia itu wanita."
Seongwoo mendekati kedua wanita itu, "aku tidak bilang dia laki-laki, lepaskan tanganmu."
Mina melepas kaitannya pada wanita tersebut, "apa setelahnya?"
"temui Mirae, atau kekamarmu." sahut Seongwoo, matanya menyiratkan sebuah perintah yang tak ingin dibantah.
Mengerti dengan tatapan kakaknya, Mina dengan pasrah mengangguk dan berjalan meninggalkan keduanya dengan ekspresi was-was.
"kembali ke tempatmu." ujar Seongwoo menatap Arly dengan nada berbeda ketika berbicara dengan wanita muda itu. Lebih datar dan dingin.
Arly meremas kedua tangannya, menunduk dalam, "bisakah aku tetap disini? Aku akan mati jika berdiri di luar." pintanya begitu pelan hampir tak terdengar.
"itu lebih baik."
Tidak ada yang lebih menyakitkan dari mendengar perkataan lelaki itu. Injakan Mirae, cambukan ayahnya, bahkan seperti tidak terasa dibanding mendengar Seongwoo berucap seperti itu.
"kenapa?" suara Arly bergetar menahan tangis. "kenapa kau melakukan ini? Setidaknya berikan aku alasan untuk menuruti semua kemauanmu."
"jika kau ingin membunuhku, tolong bunuh aku sekarang." Arly berujar lirih.
Seongwoo menggeleng pelan, "tidak, ini semua belum cukup sampai aku memutuskan untuk membunuhmu. Kau belum merasakan semuanya."
Arly mendongak, menatap wajah lelaki itu dengan sendu. "lakukan semua yang ingin kau lakukan kepadaku, karena aku tahu, kau mempunyai alasan yang kuat untuk melakukan ini padaku."
Ya, sangat kuat.
Arly meninggalkan Seongwoo ragu, meninggalkan rasa nyeri disetiap langkah wanita itu. Kembali pada posisi awal, berdiri melawan dinginnya salju yang bersentuhan langsung dengan kulit pucatnya.
***
"saya pastikan, dia memang benar Arly."
Lelaki yang baru ingin memasuki umur setengah abad itu menaikkan sebelah alisnya, "jadi benar dugaan kita selama ini, si Seongwoo sialan itu."
"ya Tuan, tapi saya masih sulit untuk menemukan tempat persembunyian Seongwoo. Anak buahnya tidak memberi celah sedikitpun."
"tidak perlu, kau sudah pernah melihatnya dua kali di rumah sakit 'kan?"
Anak buahnya mengangguk, "saya menduga bahwa seseorang menyiksanya."
Sihyuk membulatkan matanya lalu menyeringai, "aku juga menduganya. Bersiaplah, kita akan menyambut wanita jalang itu untuk kunjungan ketiga kalinya."
***
Sudah hari keempat, semenjak Arly menggigil hebat akibat berdiri semalaman melawan hawa dingin, kini wanita itu masih berbaring lemas di kamarnya.
Tangan kanannya dipasang selang infus untuk menambah asupan si kecil yang tak kunjung memakan sesuatu, membuat tubuh wanita itu semakin kurus.
Mata Arly bergerak melirik seorang lelaki yang masuk ke dalam kamarnya, bahkan untuk menoleh pun Arly tak sanggup.
"kudengar kau tidak memakan apapun, aku membawakan ini dari Seoul. Kesukaanmu." tangannya meletakkan sebuah bungkusan berisi pie susu, terlihat dari logo kotak yang membungkus.
Arly memaksakan sebuah senyum kecil, "Seongwoo akan marah jika tahu kau memberikan ini padaku." menatap lelaki yang duduk di ujung ranjangnya.
Lelaki itu tak menjawab, malah membuka kotak pie tersebut dan mengambilnya untuk Arly makan.
"tenggorokanku sakit, aku tidak bisa menelan." tolaknya ketika lelaki itu mengarahkan pie tersebut di depan mulutnya.
"bisa, hanya kau saja yang malas." balas lelaki itu ketus. Memaksakan pie tersebut kedalam mulut Arly.
Arly sedikit dibuat lucu hingga akhirnya membuka mulutnya, "aku kira kau akan seperti Seongwoo, menjauhiku." rautnya sedih.
"aku temanmu kalau kau lupa, kita pernah bertukar daging. Walapun sebenarnya kau lebih cocok jadi adikku."
Lelaki itu, Sungwoon.
"kau harus tetap hidup." ujar Sungwoon tiba-tiba, ekspresinya serius.
Arly menggeleng lemas, "tidak ada yang menginginkanku, ibuku tak tahu dimana, ayahku menjualku, dan aku tidak mempunyai saudara. Tidak ada alasan untuk hidup, kecuali alasan Seongwoo yang ingin melakukan sesuatu kepadaku."
"melakukan sesuatu?" lelaki bertubuh sedikit pendek itu mengerut tak paham.
"aku juga tidak tahu, dia berkata, aku belum merasakan semuanya."
Sungwoon bungkam seketika,tubuhnya menegang bersamaan dengan datangnya seseorang.
***
Akhirnya girlcrush mina ku muncul sebagai malaikat ehehe
Aku pesen untuk kalian yang gak pernah ninggalin jejak atau yang jejaknya niat gak niat, jangan menyesal di akhir cerita ya.
Udah aku kasih tau dari sekarang tuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dominance ¦ Ong Seongwoo
Fanfiction[COMPLETED] Ya. Dia selalu mendominasi hidupku dengan kelembutan, kebaikkan, serta perhatian yang membuatku lupa dengan posisi ku. Tapi, sampai hari itu tiba, dia mulai mendominasi dengan sikap dingin dan arogannya. -Arly ©2017 parksecret