Seokmin terpaku detik itu juga. Tidak peduli dengan gemuruh suara mobil lainnya yang berada di belakang, terus menekan klakson. Lampu sudah berubah menjadi hijau. Namun Seokmin tidak menggeser posisi mobilnya sama sekali. Teriakan pengendara lain yang penuh umpatan menjadi samar terdengar.
Kenapa rasanya begitu sakit? Untuk pertamakalinya Seokmin merasakan perih dalam dada seperti sekarang. Mengingat bagaimana pria ini mulai menghujani Jisoo dengan jutaan kalimat penuh pemujaan, sangat wajar jika sekarang putra tunggal Lee itu seakan mati di tempat.
Berbanding terbalik dengan Seokmin, dengan tidak manusiawinya Jisoo berucap bahwa ia telah menemukan tambatan hati terlebih dulu.
Hati Seokmin menggerumuhkan pilu dalam diam. Berteriak. Mengerang kesakitan atas perasaan yang berawal rasa manis, kini malah ditumpahkan kopi tanpa gula.
Berusaha melawan segalanya, Seokmin coba menyamarkan semua rasa sakit. Menahan rasa sakit, lalu mengubur harapan yang sempat terngiang dengan senyuman lembut. Diri itu sudah dipenuhi kekecewaan.
Coba mengulas senyum, "kalau begitu biar nanti aku yang membicarakan ini pada orangtua kita."
Entah sudah berapa lama mobil itu terpaku di tempat. Membiarkan lampu kembali berubah menjadi merah.
Hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk Seokmin jatuh hati secara dalam pada gadis berdarah campuran Amerika-Korea bernama Hong Jisoo. Namun, ia tidak menyangka justru dalamnya itulah yang menjadi bumerang kesakitan.
Menggeleng lemah, Jisoo menolak ajakan Seokmin untuk membatalkan perjodohan mereka. Bukannya membuat Seokmin lega, ia justru semakin mengerang keras akibat rasa sakit yang semakin dalam menusuk tulang.
"Aku tidak mau mengecewakan mereka."
Jika tidak ingat bahwa yang berada di hadapannya adalah seorang gadis, mungkin Seokmin sudah melayangkan sebuah hantaman. Darah berdesir, menahan gejolak amarah yang terus menggumpal di kepalan tangan.
Sudah memiliki kekasih, namun tidak ingin membatalkan perjodohan? Apa maksudnya ini?
"Tapi-"
"Seok, aku adalah gadis yang egois. Dan mungkin juga rakus."
Merasakan bunga bermekaran dalam dada beberapa saat, dengan cepat mulai berganti menjadi kesakitan sepanjang masa.
"Jadi?"
Seokmin merebahkan tubuh besarnya tepat di samping Mingyu yang tengah terduduk di atas kasur. Menutup mata rapat-rapat, tanpa menjawab ribuan pertanyaan yang sedari tadi Mingyu dan Jun lemparkan.
Tidak ada pilihan lagi, karena sedari awal pertemuan, Seokmin memang sudah berniat untuk menerima perjodohan ini. Bahkan dengan lancangnya ia jatuh cinta pada seseorang yang baru hari ini ditemui.
Meringis, Seokmin enggan membuka mata sedikit pun. Memukul dada karena semakin terasa sakit.
Sikap Seokmin berhasil membuat kedua sahabatnya turut frustrasi, meski belum tahu masalah apa yang tengah Seokmin rasakan. Sebesar apa masalah tersebut, hingga mungkin dapat meledakkan hati pemuda bangir itu kapan saja. Layaknya bom waktu.
"Seok?" panggil Jun lagi.
Butuh beberapa saat untuk Seokmin, hingga akhirnya dapat menanggapi panggilan Jun. Rasanya sekarang otak laki-laki Lee itu tidak dapat berpikir secara jernih. Otak encernya mulai keruh dan akan terus keruh jika dibiarkan. Bahkan tidak akan menjamin otak itu akan kembali jernih meski telah disaring beberapa kali.
Bergelut dengan pikiran sendiri, akhirnya Seokmin memutuskan untuk membuka suara. Sejujurnya, Seokmin butuh seseorang yang dapat menjadi pendengar. Berbagi kisah, agar pilu ini tak ia tanggung sendiri. Dan tentu, kedua orangtua Seokmin adalah pilihan yang paling buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEOKMIN (✓)
Fanfiction[Seoksoo GS Fanfiction] Banyak yang bilang kalau cinta pertama itu tidak akan pernah berhasil. Berbanding terbalik dengan Lee Seokmin yang begitu meyakini cinta pertamanya, Hong Jisoo. Merelakan Jisoo yang telah berstatus sebagai istri sahnya untuk...