Seokmin melajukan mobilnya tanpa peduli apa pun. Yang ada di pikirannya hanya ada satu orang, Hong Jisoo.
Kini sang istri telah dilarikan ke Rumah sakit. Ia pun baru saja dikabari oleh sang ibu saat tengah bekerja di kantor. Jisoo mengalami pendarahan, hingga dokter menyarankan sebaiknya bayi yang ada di dalam kandungan itu segera dikeluarkan. Meski masih berumur belum genap delapan bulan.
Ya, mau-tidak mau Jisoo harus melahirkan bayinya secara prematur.
Beruntung saat Jisoo mengalami pendarahan Ibu Seokmin tengah menginap di apartemen mereka. Ayah Seokmin tengah memiliki tugas di luar negeri. Ia tidak bisa membayangkan sama sekali apa yang akan terjadi pada Jisoo jika tidak ada satu orang pun di apartemen itu.
Begitu tiba di Rumah sakit, Seokmin lari tergesa-gesa menuju ruangan yang sudah diberitahu oleh sang ibu. Langkahnya terhenti sejenak dari kejauhan. Dilihatnya sosok wanita paruh baya yang ia panggilan dengan sebutan ibu tengah menangis di ujung lorong, depan pintu sebuah kamar dengan papan yang bertuliskan ruang bersalin.
Melanjutkan langkahnya, Seokmin mulai meraup tubuh sang Ibu dengan perlahan. Mencoba menenangkannya, meski ia pun turut merasa sangat khawatir dengan kondisi Jisoo sekarang.
Hingga kini pun pihak Rumah sakit belum bisa memberi keterangan mengenai kondisi Jisoo. Sudah hampir satu jam lamanya Seokmin berada di sana. Sang ibu pun sudah mulai tenang, bersandar di bahu lebar si putra tunggal.
Seokmin memperhatikan wajah Ibunya yang secara perlahan menutup mata. Kelelahan karena menangis terlalu lama, mungkin.
"Ibu, kalau Ibu lelah aku panggilkan salah satu bawahanku, ya. Biar dia yang mengantarkan ibu pulang," ujar Seokmin dengan lembut.
Menggeleng perlahan, ibu Seokmin menolak tawaran itu. Jisoo sudah ia anggap seperti anak sendiri. Tidak mungkin ia meninggalkan Jisoo begitu saja. Apalagi sekarang menantunya itu sedang berjuang untuk melahirkan cucu pertama di keluarga kecilnya.
Kepala yang bersandar itu menegak seketika, begitu pintu ruang bersalin terbuka. Sontak Ibu Seokmin dan Seokmin sendiri beranjak dari kursi yang mereka duduki cukup lama dan mendatangi dokter.
"Bagaimana, Dok? Jisoo baik-baik saja, kan?"
Terdengar helaan napas di sana. "Apa anda suami Hong Jisoo?"
Seokmin mengangguk cepat. "Dia baik-baik saja, kan, Dok? Apa yang terjadi padanya?"
"Istri anda mengalami ketuban pecah dini karena terdapat infeksi di vaginanya. Selama kehamilan sering terjadi pendarahan, kan? Tapi anda tenang saja. Tinggal tunggu beberapa saat, Jisoo akan segera sadar. Sekarang dia masih dalam pengaruh obat bius. Mengenai anak anda, selamat! Dia adalah bayi laki-laki yang sangat tampan. Seperti bayi prematur lainnya, dia harus dirawat di rumah sakit ini dalam inkubator untuk menjalani perawatan intensif."
Apa lagi ini? apakah Tuhan benar-benar tidak bisa membiarkan rumah tangga kami damai?
Ruangan itu begitu sepi. Tidak ada suara lain, selain dentingan jam yang tergantung pada dinding berwarna putih bersih.
Sepanjang malam Seokmin hanya bisa melafalkan do'a dalam diamnya. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain memegang tangan Jisoo kuat-kuat, menciumnya sesekali dengan erangan permintaan agar sosok itu segera sadar dari tidurnya.
Harusnya wanita cantik yang kini telah menjadi seorang Ibu dari seorang bayi tampan yang berada di dalam salah satu inkubator Rumah sakit itu, sudah sadar sejak tiga jam yang lalu. Namun, kenyataan berkata lain. Jisoo belum juga membuka mata indahnya.
Kedua sahabat Seokmin beserta pasangan mereka masing-masing sempat menjenguk Jisoo tadi. Wonwoo juga sempat memberi beberapa wejangan karena ia lebih berpengalaman mengenai operasi caesar. Memang, karena ia pun melakukan hal yang sama saat berusaha melahirkan Kim Minwoo. Putra pertama pasangan Kim.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEOKMIN (✓)
Fanfiction[Seoksoo GS Fanfiction] Banyak yang bilang kalau cinta pertama itu tidak akan pernah berhasil. Berbanding terbalik dengan Lee Seokmin yang begitu meyakini cinta pertamanya, Hong Jisoo. Merelakan Jisoo yang telah berstatus sebagai istri sahnya untuk...