Tentu tidak ada yang perlu dipertanyakan. Melakukan tes DNA itu sendiri pun, tidak lebih sekedar untuk meyakinkan Jisoo bahwa Hayun adalah 100 persen hasil kerja kerasnya. Tak ada campur tangan Hansol sedikit pun di sana. Seperti yang Jisoo kira selama ini.
Membawa kertas hasil tes tersebut, Seokmin tersenyum penuh arti dan menunjukannya pada sang istri tercinta. Menunggu respon Jisoo yang masih membanca kertas itu dengan lamban. Harap-harap cemas. Terselip do'a agar Jisoo berubah sepenuhnya setelah selesai membaca kertas tersebut.
Dan ya, benar. Seokmin harus mengucap banyak terima kasih pada Jun karena telah menyampaikan saran yang begitu cemerlang ini. Hong Jisoo, atau yang lebih tepatnya Lee Jisoo, jatuh dalam pelukan Seokmin. Menggumamkan permintaan maaf, memeluk laki-lakinya dengan erat.
"Kau berjanji, kan, tidak akan menyebut nama pria lain lagi? Hanya namaku yang boleh kau sebut."
Akhirnya permintaan terbesar Seokmin terucapkan. Tentu ada begitu banyak hal yang membuat laki-laki mancung ini meringis pilu menahan rasa sakit. Namun, sumber sakit terbesarnya adalah Jisoo yang terus berkata bahwa ia menyukai Hansol. Ia mencintai Hansol. Akan terus bersama Hansol. Tidak akan pernah bisa melupakan Hansol. Atau bahkan, anak yang dikandungnya adalah anak Hansol.
Jisoo mengangguk dalam dekapan suaminya. "Aku minta maaf, Seokmin. Maafkan aku."
Sebelumnya, Seokmin hanya pernah melihat Jisoo menangis satu kali. Yaitu hari di mana ia dijual murah pada salah satu pengunjung klub malam di Amerika. Tapi, hari ini Seokmin kembali melihat air mata Jisoo. Bak mutiara, air mata itu Seokmin yakini sebagai pernyataan mahal nan tulus dari lubuk hati terdalam seorang Jisoo.
"Sudah, aku sudah memaafkanmu jauh sebelum semuanya terjadi."
Diciumnya puncak kepala Jisoo. Menghirup lamat aroma jeruk yang terus menyeruak dari helai demi helai rambut halus itu. Seokmin mabuk karenanya.
"Sayang?" panggilnya.
Masih dalam posisi berpelukan, Jisoo mendongakkan kepala. Menjawab atas panggilan Seokmin. Matanya mengerjab lucu, mempertanyakan maksud suaminya.
"Kapan terakhir kali aku mendapat jatah?"
Ahh, Seokmin menagihnya benar-benar di saat yang tepat.
"Entah. Apa kau mau sekarang? Aku juga sudah sangat merindukan sentuhanmu, Lee Seokmin."
Sore berlalu, hingga malam datang. Terus bergulir dan tak terasa sudah masuk pada masa dini hari. Mereka terus saja bergelut, meski sesekali harus terhenti untuk menenangkan Hayun yang tiba-tiba saja menangis.
Aku sudah mendapatkan diri itu seutuhnya. Tapi, benarkah perasaannya untukku? Atau hanya sebatas kepasrahan diri karena sudah terikat?
Orangtua Seokmin berkunjung ke apartemen mereka sore ini. Banyak yang disiapkan. Membereskan apartemen itu salah satunya.
Semenjak kehadiran Hayun di tengah-tengah keduanya, apartemen itu menjadi sangat jarang untuk diurusi. Seokmin memang sering menawari Jisoo apakah ingin memakai jasa asisten rumah tangga atau tidak. Namun, ditolak mentah oleh Jisoo.
Perempuan itu tidak mau sama sekali ada orang asing di apartemen mereka. Tidak mau terganggu dengan kehadiran orang lain di sana. Ia hanya ingin bersama Seokmin. Menjalin hubungan dengan intens, tanpa merasa terganggu oleh keberadaan orang lain.
Perlu dikerahui, Jisoo memang perempuan yang sangat manja. Begitu bergantung pada suaminya. Minta disayang tanpa mengenal tempat. Entah itu di kamar, dapur, bahkan ruang tengah sekali pun. Ia tidak akan segan-segan mendatangi sang suami dan melenguh di sana. Jika ada orang lain di apartemen itu, hilang sudah kesempat Jisoo untuk bermanja ria.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEOKMIN (✓)
Fanfiction[Seoksoo GS Fanfiction] Banyak yang bilang kalau cinta pertama itu tidak akan pernah berhasil. Berbanding terbalik dengan Lee Seokmin yang begitu meyakini cinta pertamanya, Hong Jisoo. Merelakan Jisoo yang telah berstatus sebagai istri sahnya untuk...