10. Sang penyelamat

3K 336 115
                                    

**

Brakk... "apa-apaan kamu, nilai seperti itu, apa yang harus di banggain, malu-maluin ayah." Herry membanting Raport semester ganjil milik (Namakamu) yang berisi nilai berwarna merah.
(Namakamu) menunduk, tak berani menatap ayahnya yang saat ini berubah bak monster,

"Sudah yah, sudah." bunda mencoba menenangkan ayah, "bunda diam! biarkan ayah memberi pelajaran untuk anak ini." ayah menyeret (Namakamu) tak berperikemanusiaan dan memasukkan (Namakamu) ke dalam gudang penuh debu itu, lalu menguncinya,

"ayah.. ampun yah, ampun.. buka  pintunya yah.." ucap (Namakamu) dengan rintihan yang menyayat, "AYAH cukup, (Namakamu) anak ayah, (Namakamu) anak kita, nggak sepantasnya ayah memperlakukan dia seperti binatang," ucap bunda yang kini menangis itu, suaminya tak berubah, suaminya tetap menjadi suaminya yang egois,

"biarkan, biarkan dia menerima balasan yang setimpal," ucap ayah, "balasan apa yah? apa salah (Namakamu)? apa salah anak kita, hiks.. "ucap bunda dengan terisak, ayah menghiraukannya, ia malah menarik istrinya untuk keluar dari rumah,

"Kita ke bandung, sekarang! "ucap ayah, bunda berontak, "nggak mau yah, bunda mau bukain pintu buat (Namakamu)."

"bunda ngebantah perintah ayah? "tatapan tajam ayah berhasil membuat bunda menunduk, dan itu adalah kesempatan ayah untuk memasukkan bunda ke dalam mobil.

bunda mengambil ponselnya, mencoba menghubungi ke dua anak lelakinya yang saat ini sedang berada di luar kota, tetapi ayah mengetahuinya dan mengambil paksa ponsel bunda, "jangan coba-coba untuk membebaskan (Namakamu)," ucap ayah, bunda menunduk, ia lelah membantah suaminya yang keras kepala itu

**

Suara tintihan tangisan pesakitan itu terdengar di seluruh penjuru ruangan gelap penuh debu ini. (Namakamu) yang saat ini lemah, mencoba mencari bantuan dengan suara lemahnya, "to.. tolong (Nam).. (Namakamu), to..tolongin (Namakamu).. ab..abang, bun..da to..long, a..ayah ammpun, "rintihnya yang saat ini bersimpuh di dekat pintu sembari menggedor-nggedor pintu dengan tangan memarnya,

"Bang Ari, help me," bantinnya,

"(NAMAKAMU).. .(NAMAKAMU).." suara itu berhasil membuat (Namakamu) yang pasrah menjadi sedikit bersemangat. suara itu, suara yang akhir-akhir ini selalu ia dengar, "ak.. aku di sini," ucapnya pelan karena tenaganya yang hampir habis,

"(Namakamu), apa lo di dalam? "(Namakamu) mengangguk walau mustahil orang itu melihatnya, (Namakamu) menggedor pintu itu agar seseotang di luar tau ia di dalam,

"menjauh dari pintu (Nam), gue akan dobrak." dengan sisa-sisa tenaganya, (Namakamu) mengesampingkan tubuhnya dari pintu,

Brak... terbukannya pintu gudang secara paksa itu, bebarengan dengan tertutupnya mata (Namakamu), "astaga (Namakamu)." seseorang itu dengan segera menggendong (Namakamu) untuk di bawanya ke rumah sakit, seseorang itu adalah Dava, teman sekelas (Namakamu) yang saat ini kebetulan akan mengembalikan buku paket (Namakamu) yang di pinjamnya sebelum UAS semester ganjil,

"Kenapa bisa seperti ini (Nam)? apa yang terjadi? siapa yang tega kunci lo di gudang rumah lo sendiri? lo bertahan ya! lo harus baik-baik saja," ucap Dava sembari ikut mendoring blankar  (Namakamu), saat ini mereka telah sampai di rumah sakit,

"Maaf dek, sebaiknya adek tunggu di luar." seorang suster menahannya untuk memasuki ruangan yang telah di masuki (Namakamu), Dava mengangguk lesu,

"tolong sembuhin teman saya ya sus! "suster itu mengangguk lalu menutup pintu ruang UGD itu.

Dava mengacak rambutnya, lalu duduk dengan gelisah, ia mengambil ponselnya dari dalam sakunya, mencoba menghubungi keluarga atau kerabat (Namakamu) melalui media sosial, karena tak satu pun ia mempunyai nomor telephon keluarga (Namakamu), "semoga lo baik-baik saja, lo harus baik-baik saja, harus," batinnya.

 
 
 




BERSAMBUNG...

VOTE DAN KOMMENT YANG BANYAK YA, KALAU MAU DI NEXT CEPET😊





THANKS TELAH MEMBACA🙏

(namakamu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang