14. pelukan ayah, perdana!

2.1K 240 14
                                    


**
Jefri menggendong (Namakamu) di punggungnya memasuki rumah.

"Abang, (Namakamu) berat ya?" Tanya (Namakamu).

"Nggak kok," balas Jefri.

"Kenapa kamu, sampai minta gendong Jefri segala?" Suara berat itu berhasil membuat (Namakamu) dan Jefri terlonjak. Setelahnya, (Namakamu) menyembunyikan wajahnya di cekukan leher Jefri.

"Adek jatuh yah, kakinya sakit," jawab Jefri.

"Diam kamu Jefri! Ayah nggak tanya kamu ya."

Jefri memutar bola matanya malas.

"Ayah udah deh. Nggak usah marah-marah dulu.
Biar Jefri obatin luka adek dulu."

Jefri membawa (Namakamu) ke kamarnya yang berada di lantai atas.

"Bentar, abang ganti baju dulu." Jefri berjalan menuju almarinya untuk mencari kaos.

"Mana ya sakit?" Tanya Jefri. Ia berjongkok di depan (Namakamu) yang duduk di ranjangnya.

"Abang, tadi ayah marah, (Namakamu) takut," ucap (Namakamu) pelan. Jefri yang sedang berjongkok pun, mendongak. Ia tersenyum menatap adiknya.

"Ayah nggak marah kok. Tadi ayah tanya doang.
Ayah memang gitu, suka nggak santai."

(Namakamu) manggut-manggut.

"Aws.."

"Udah. Coba gerakin kakinya!"

(Namakamu) menggerak-gerakkan pelan kakinya.

"Udah mendingan kok bang. Makasih ya."

"Sama-sama cantik. Yuk, abang antar ke kamar kamu."

(Namakamu) mengangguk. Dengan bantuan dari Jefri, (Namakamu) sekarang berada di kamarnya.

"Abang balik ke kamar ya dek. Kamu habis ini langsung istirahat ya!"

"Iya bang."

Kemudian, Jefri keluar dari kamar (Namakamu).

Cklek..
"Ada apa lagi ba, a..ayah." (Namakamu) menatap ayahnya yang berjalan mendekatinya dengan takut.

"(Namakamu), ayah mohon sama kam, jauhi Jefri! Jangan ngerepotin Jefri terus. Jefri harus lebih fokus ke pendidikannya dari pada ke kamu," ucap ayah to the point. (Namakamu) nenunduk takut.

"I..iya yah."

"Jangan iya iya aja. Buktikan!"

(Namakamu) mengangguk.
"Satu lagi, jangan ganggu Iqbaal dulu karena dia harus fokus sama beasiswanya."

"Ayah," ucap (Namakamu) pelan yang di balas deheman oleh ayahnya.

"(Nam), (Namakamu) bo..boleh peluk ayah." (Namakamu) menatap ayahnya dengan berharap. Ayah herry melihatnya aneh, kemudian mengangguk ragu. Dengan ragu juga, (Namakamu) memeluk ayahnya.

"Nyaman." Dan untuk kali perdananya, (Namakamu) memeluk ayahnya setelah terakhir kali sepuluh tahun lalu.
Meskipun (Namakamu) memeluk herry, ayah herry tak meresponnya sama sekali.
(Namakamu) melepaskan pelukannya.

"Ma...makasih ayah," ucap (Namakamu) senang. Herry keluar dari kamar putrinya tanpa sepatah kata pun.

(Namakamu) menghela nafas pelan. Jadi, mulai saat ini ia tak boleh mengganggu kedua abangnya? Miris? Iya!

Ponsel (Namakamu) berbunyi, dengan segera, ia mengangkat video call dari eyang putrinya.

"Assalamualaikum eyang," ucapnya. Eyang-nya tersenyum di sebrang sana.

"Waalaikumsalam cucu eyang yang paling cantik. Bagaimana di sana? Kabarmu baik?"

(Namakamu) mengangguk. "Alhamdulillah baik eyang. Kabar eyang gimana?"

"Alhamdulillah. Eyang juga baik kok."

"(Namakamu), makan dulu sayang." Suara teriakan bundanya itu berhasil membuatnya menghela nafas pelan.

"Udah dulu ya eyang. (Namakamu) di panggil bunda buat makan," ucapnya. Eyang-nya tersenyum dan mengangguk. Kemudian, video call singkat itu berakhir.

**
Keluarga kecil itu memulai makan malam dengan hening. Cepat-cepat (Namakamu) menyelesaikan makannya. Ia merasa canggung dengan keluarganya sendiri jika berkumpul begini.
Apalagi, dengan tatapan tajam ayahnya serta ucapan pedas ayah yang selalu di lontarkan untuknya.
Ia juga masih merasa takut dengan ucapan ayahnya beberapa jam yang lalu.
Setelah selesai makan, (Namakamu) langsung pamit dan memasuki kamarnya.
Iqbaal menatapnya aneh. Tak biasanya (Namakamu) berperilaku seperti ini.

"Iqbaal duluan ya." Iqbaal berjalan menyusul (Namakamu).

"Dek," ucapnya.

"Masuk bang," balas (Namakamu) dari dalam. Iqbaal pun memasuki kamar (Namakamu). Di lihatnya (Namakamu) yang duduk di depan meja belajar.

"Belajar apa dek?" Tanya Iqbaal. Saat ini, ia duduk di ranjang (Namakamu).

"(Namakamu) nggak belajar bang. (Namakamu) lagi menggambar," balas (Namakamu).

"O ya. Coba abang lihat seberapa bagus kamu menggambar."

(Namakamu) memperlihatkan gambarannya. Iqbaal terpukau melihat coretan tangan (Namakamu) itu.

"Ini beneran gambaran kamu dek? Kamu ngegambar wajah ayah dan sangat mirip lo dek. Wah, kamu berbakat ya."

(Namakamu) tersenyum.

"Abang mau di gambar dong. Buat besok di USA."

(Namakamu) menatap Iqbaal sebentar lalu menunduk.

"Bang Iqbaal kapan pergi ke USA?" tanyanya.

"Gatau abang. Mungkin sebulan lagi. Setelah UAS semester ganjil deh kayaknya."

"Yah, bentar lagi abang tinggalin (Namakamu)."

Iqbaal tersenyum kecil.

"Abang akan sering-sering video call kamu deh," ucap Iqbaal. (Namakamu) mengangguk saja.

Iqbaal rebahan di kasur (Namakamu). Ia mengambil buku catatan (Namakamu) dan membukanya iseng.
Iqbaal sedikit terkejut melihat tulisan (Namakamu) yang berantakan dan bahkan tidak bisa di baca.
Ia menatap (Namakamu) sebentar, lalu kembali melihat buku yang di pegangnya.

"Ini beneran tulisan kamu dek," ucapnya membatin.




Pendek? Iya🙏
Mau cepat-cepat aku tamatin😊

Pencet bintangnya jan lupa, sama komennya juga😋

(namakamu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang