24. akhir dari end

3.1K 258 8
                                        


**
Iqbaal menjauh dari Jefri. Ia terduduk di kursi yang ada di koridor rumah sakit itu.
Iqbaal tampak memperhatikan sebuah amplop yang di lemparkan Jefri tadi.
Dengan penasaran, Iqbaal membuka amplop itu dengan perlahan.

Iqbaal terbelalak. Ia membaca surat itu berkali-kali. Surat itu, surat rumah sakit bertuliskan diagnosa dokter terhadap (Namakamu) yang menderita disleksia.
Setau Iqbaal, disleksia itu suatu syndrom atau penyakit yang sulit untuk di sembuhkan.

Iqbaal berlari untuk menemui ayahnya dan memberitahu semuanya.

"Ayah." Dengan sedikit terengah, Iqbaal sampai di dalam ruang rawat bundanya.

"Ada apa Baal?" Tanya ayah yang sedang menyuapi bunda.

Iqbaal menyerahkan surat itu kepada ayahnya.

"Itu surat apa?"

"Ayah buka saja!"

Ayah menyerahkan mangkok bubur itu kepada ibu mertuanya.
Kemudian, ia mengambil surat itu dan membacanya.
Sama seperti reaksi Iqbaal tadi, ayah Heri pun membaca surat dokter itu berkali-kali dengan perasaan campur aduknya.

"Nggak, nggak mungkin, ini bohong kan Baal?" Ayah Heri menjatuhkan surat itu.

"Itu benar yah. (Namakamu) memang kesulitan dalam belajar! Ayah tidak mencari tahu apa penyebabnya kan? Ayah hanya berasumsi dan menuduh bahwa (Namakamu) itu bodoh. Sebenarnya tidak, ayah! (Namakamu) bukannya tidak mau, tapi dia tidak mampu," ucap Iqbaal.

"Ayah, sekarang (Namakamu) kritis. Ayah harus menemuinya dan minta maaf."

"Apa? Anakku kritis? Kenapa dia kritis? Kalian tak menjaganya? Ayah, kamu menyiksanya lagi? Kenapa yah," teriak bunda. Sepertinya, traumanya itu sedikit sembuh dan ia mulai bisa membaca keadaan.

"Ayah nggak pantas menemui (Namakamu)! (Namakamu) akan malu punya ayah sejahat ini." Ayah mengusap wajahnya kasar. Ia teringat beberapa jam lalu, saat si bungsunya mencoba bunuh diri.
Ia juga teringat, gucuran darah dari pergelangab tangan (Namakamu).

"Ayah nggak harus seperti ini. Ayah harus minta maaf sama (Namakamu)!" Iqbaal melangkahkan kaki keluar dari kamar inap bundanya.

"Baal, Iqbaal!" panggilan ayah pun tak membuat Iqbaal menoleh. Ayah pun memutuskan untuk menyusul Iqbaal.

**
"Pasien yang terluka di bagian pergelangan tangannya sus?
Pasien yang baru saja di periksa di ruangan ini?" Iqbaal menjelaskan dengan raut keputusasaan. Bagaimana mungkin di ruang ICU ini tidak ada (Namakamu) padahal, jelas-jelas tadi di periksa di ruangan itu.

"Oh, pasien (Namakamu)?"

Iqbaal mengangguk. Suster itu tersenyum.

"Pasien sudah meninggalkan rumah sakit ini dua jam yang lalu. Pasien akan di rujuk ke rumah sakit di luar negeri. Kakak laki-lakinya yang membawanya pergi menggunakan pesawat."

"Di negara apa sus? Rumah sakit mana?"
Iqbaal mengusap kasar wajahnya. Ia merasa bersalah dengan dirinya sendiri.

"Iqbaal, dimana (Namakamu)?"

Iqbaal menatap ayah dengan lemas.
"(Namakamu) sudah pergi yah. Bang Jefri telah membawanya."

"(Namakamu) di bawa kemana?"

"Luar negeri, sepertinya bang Jefri benar-benar akan menjauh dari keluarga ini."

Setelahnya, keduanya kembali ke ruang rawat bunda dengan perasaan kosong.

Mereka di kejutkan dengan kehadiran eyang putri, om Rahman a.k.a kakaknya ayah, beserta istrinya, Ari, dan Azka yang duduk di sofa tempat bunda di rawat.

"Eyang." Iqbaal menghampiri eyangnya dan menyaliminya.

"Kalian dapat musibah kenapa tidak mengabari kami?" Tanya eyang kepada anak bungsunya itu.

"Maaf ma, Heri lupa," jawab ayah Heri sembari menunduk.

"Bisa-bisanya kalian melupakan saya! Bagaimana keadaan istrimu?"

Heri beralih menatap istrinya yang terlelap. Rupanya, kedua mertuanya telah pulang selagi Rike tertidur.

"Dia mengalami cidera pada kakinya ma. Tapi, dia sudah baik-baik saja, berkat darah (Namakamu). Tapi, mungkin kejiwaan Rike sedikit terganggu karena trauma," jawab Heri.

"Dara (Namakamu) om?" Ari sedikit bergumam.

"(Namakamu)? Dimana cucuku (Namakamu) Her?"

Heri diam saja. Iqbaal menepuk pelan pundak ayahnya, mencoba mengkuatkannya.

"Maaf eyang."

Eyang menatap Iqbaal dengan was-was. Begitupun dengan yang lain.

"Maaf kenapa Baal? Apa yang terjadi pada (Namakamu)?" Kali ini, om Rahman yang angkat bicara.

"Maafin saya ma, saya telah gagal menjadi ayah yang baik." Dan untuk pertama kalinya, Iqbaal melihat ayahnya menangis dengan keras dengan berlutut di hadapan eyangnya.

"Ada apa ini?" Eyang masih bingung dengan apa yang di ucapkan Heri.

"Saya telah menyiksanya ma. Saya fikir, anak bungsu ku itu memang bodoh. Tapi, dia tidak bodoh ma, saya yang bodoh karena tidak memperhatikan anak saya. Dan malah menitipkannya ke mama karena saya merasa malu. Saya selalu menyiksanya ma, saya selalu membentaknya.
Dan tadi, dia mencoba bunuh diri ma.
Maafin saya."

Eyang menghempaskan tangan Heri yang menggenggam tangannya. Ia menatap anaknya itu tak percaya.
Bagaimana mungkin seorang ayah tega menyiksa anak gadisnya.
Lagipula, dia juga tidak pernah mengajarkan Heri untuk menyiksa anak.
Dan karena itu pula, eyang tak sadarkan diri.

"Eyang," pekik Ari dan Azka bebarengan.

"Ari, Azka, bawa eyang mu ini ke dokter!" Pinta Rahman. Ari dab Azka mengangguk saja.

Rahman menatap tajam adiknya. Najwa, istrinya menenangkannya dengan mengelus punggungnya.

"Bagaimana mungkin kamu bisa bersikap biadap Heri?" Ucapnya tajam. Heri menunduk saja.

"Iqbaal, susul Ari!" Iqbaal mengangguk menurut.

"Sekarang dimana (Namakamu)?" Tanya Rahman.

"Saya tidak tahu kak. Jefri telah membanya pergi dengan keadaan kritis," jawab Heri.

Dan
BUKK... Rahman memukul Heri dengan kuat.
"Ini tidak seberapa dengan apa yang di rasakan (Namakamu).
Apa kami berfikir, (Namakamu) bisa saja meninggal."

"Nggak kak, anakku baik-baik saja." Heri menyangkal.

"Cari dia!" Setelahnya, Rahman pergi dengan emosinya.

"Heri, kakak nggak akan memarahi kamu, tapi, kamu memang bersalah. Kamu pantaskan mendapatkan ini semua?
Jangan berasumsi kalau mereka membencimu ya, mereka hanya kecewa kepada mu.
Tolong, perbaiki semua ini, karena kekacauan ini bermula dari kamu," ucap Rani dengan lembut. Rani adalah kakak iparnya atau istri dari kakaknya.

"Iya kak. Maaf!"

Rani tersenyum, setelahnya, pergi menyusul suaminya.






Nah lo, (Namakamu) di mana?
Apa sudah k.o atau gimana?





Jangan lupa like dan komentar ya readers😘

Terima kasih sudah membaca cerita saya🙏


(namakamu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang