22. Kemo pertama

7.6K 646 64
                                    

'Kau ajariku betapa berharganya satu detik ketika jemari kita tak lagi bersentuhan'
_______________________

Rafa bangun dipagi hari dengan kondisi yang lebih baik dari kemarin. Di sebelahnya masih ada Farhan yang masih terlelap. Bodohnya Farhan yang lebih memilih tidur sambil duduk seperti ini, padahal diruang rawatnya terdapat sofa yang cukup nyaman, pasti bangun tidur nanti Farhan akan merasakan sakit badan.

Karena merasa terusik, Farhan pun bangun lalu menegakan badanya.

"Oh. Kamu udah bangun Raf,"

"Belum, nih masih merem." canda Rafa memejamkan matanya.

"Dasar kamu ini, paling bisa emang bikin Om khawatir." Farhan mengusak rambut Rafa sampai berantakan, Rafa mendengus kesal.

"Om! Jangan diberantakin dong," Rafa merenggut kesal membuang mukanya tidak menatap Farhan. Sedangkan Farhan hanya tertawa melihat Rafa yang sedang cemberut.

"Om mau cuci muka dulu, ok." Rafa seolah tidak mendengar Farhan bicara apa.

Rafa kini sendirian, hening. Hanya ada suara kran air di kamar mandi yang sedang Farhan gunakan.

Tak lama Farhan keluar, wajahnya terlihat segar setelah bercuci muka.

"Raf, gak papa kan kalo Om tinggal sebentar? Om harus piket dulu, nanti biar Om suruh Suster kesini jagain kamu, ya?"

"Iya Om, selamat bekerja. Maaf udah aku repotin." Rafa mengulas senyum teduh.

"Husst, kamu ini ngomong apa sih Raf. Kamu itu bukan orang lain dimata Om, kamu itu keponakan Om. Jangan pernah sungkan sama Om." ucap Farhan sambil mengusak rambut Rafa.

"Rafa seneng, ternyata ada yang sayang sama aku."

"Bukan hanya Om yang sayang kamu. Tapi, banyak yang sayang sama kamu cuman kamu-nya yang gak sadar itu." Farhan terlonjak kaget karena tiba-tiba Rafa memeluk dirinya erat.

"Makasih, Om."

***


Baru kali ini Nazwa merasa ada yang berbeda dengan hari biasanya. Kini Nazwa merasa seperti ada yang hilang di dalam separuh hidupnya. Namun, ia juga tidak tau apa itu.

Apakah, karena Rafa yang sudah dua hari ini tidak sekolah dan juga hilang entah kemana.

Mungkin itu penyebabnya, bisa dibilang Nazwa rindu. Rindu dengan Rafa yang selalu menjahilinya, Rindu Rafa yang suka mengganggunya, Rindu Rafa yang apa adanya.

Nazwa terhanyut dalam pikirannya sampai ia tersenyum sendiri, membuat Mitha yang duduk disebelahnya pun merasa aneh melihat Nazwa seperti kesambet setan.

"Heh! Ngapain Lo, senyam-senyum gak jelas. Jangan gitu lah, serem Gue liatnya." Nazwa terlonjak kaget mendengar Mitha yang suaranya cempreng teriak di dekat telinganya.

"Ngagetin Gue aja sih, Mith." Nazwa menatap Mitha tidak suka.

"Ya abisnya, Lo senyam-senyum sendiri. Kayak orang lagi kesambet tau gak," ucap Mitha terkekeh.

"Btw Naz. Gue kangen Rafa masa," lanjut Mitha.

Tanpa sadar Nazwa pun menjawab. "Sama,"

"Hah apa Naz, tadi lo bilang apa? Coba deh Lo ulang, plis ulang Naz. Gue kurang denger ini." heboh Mitha, membuat seisi kelas menatap ke arah mereka berdua.

"Berisik!" teriak salah satu siswa yang sedang asik memainkan ponselnya.

"Sirik aja sih Lu!" timpal Mitha.

WHEN?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang